Jumat, 06 Februari 2009

Penyakit Periodontal pada Pasien Menopouse


I.1 Latar Belakang
Penyakit periodontal merupakan penyakit dalam mulut yang paling banyak menyerang orang dewasa. Periodontium mempunyai empat komponen yaitu gingival, periodontal, sementum dan tulang alveolar. Struktur ini berpadu dalam menjalankan fungsinya sebagai bagian vital dalam menyangga gigi. Jaringan periodontal ini merupakan bagian yang vital dalam menyangga gigi. Jaringan periodontal merupakan bagian yang vital dalam menyangga gigi. Oleh karena itu kondisinya harus selalu terjaga agar tetap sehat dan dapat memberikan ikatan yag kuat bagi gigi geligi.
Penyakit periodontal merupakan suatu keadaan peradangan dan degenarasi dari jaringan lunak dan tulang penyangga gigi. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang terakumulasi didalam kalkulus yang biasanya terdapat di leher gigi. Penyakit ini dapat ringan ini dapat ringan seperti gingivitis yang biasanya ditandai dengan gusi berwarna merah dan mudah berdarah. Pada keadaan yang lebih berat dapat terjadi kerusakan tulang gigi dan juga abses periodontal.
Penyakit periodontal merupakan sekelompok penyakit yang biasanya disebabkan  karena meningkatnya jumlah bakteri yang terdapat dalam sulkus ginggiva. Secara umum ada 2 penyakit periodontal yaitu gingivitis dan periodontitis. Penyakit periodontal bersifat kronis, kumulatif dan progresif.
Dalam menentukan diagnosis dan rencana perawatan yang akan dilaksanakan nantinya, perlu diketahui proses predisposisi yang mempengaruhi keadaan periodontal dalam tubuh. Secara garis besar terdapat dua macam faktor predisposisi penyakit periodontal, yakni: dari eksternal dan internal. Predisposisi eksternal merupakan faktor penyebab yang berasal dari luar lingkungan tubuh. Oleh karena itu, dipandang penting untuk memaparkan berbagai faktor predisposisi sebagai dasar pelaksanaan kasus penyakit periodontal lebih lanjut.


BAB II
TINJAUAN PUSATAKA
Faktor-faktor predisposisi eksternal jaringan periodontal, yaitu:
A.    Pubertas
Perubahan hormone seksual berlangsung semasa pubertas dan kehamilan,keadaan ini dapat menimbulkan perubahnan jaringan gingival yang merubah respon terhadap produk-produk plak. 1
Pada masa pubertas insides gingivitis mencapai puncaknya dan seperti dikatakan oleh sutcliffe(1972). Perubahan ini tetap terjadi walaupun control plak tetap tak berubah. Oleh karena itu, sejumlah kecil plak yang pada kelompok usia yang lain hanya menyebabkan terjadinya sedikit inflamasi gingival, akan dapat menyebabkan inflamasi yang hebat pada masa pubertas yang diikuti dengan pembengkakan gingival dan pendarahan. Bila masa pubertas sudah lewat, inflamasi cendrung reda sendiri tetapi tidak dapat hilang sama sekali kecuali bila dilakukan pengkontrolan plak yang adekuat. 1
Pada wanita, memasuki masa puber tidaklah mudah bagi para gadis remaja, tatkala datang menstruasi untuk pertama kalinya, dan jerawat di wajah mulai bermunculan. Pada saat pubertas, terjadi peningkatan produksi hormon estrogen dan progesteron secara drastis. Peningkatan ini menyebabkan meningkatnya aliran darah ke gusi, dan juga mengubah reaksi jaringan gusi terhadap bakteri dan iritan yang ada di dalam plak. Kondisi ini menyebabkan gusi berwarna lebih kemerahan, bengkak dan lebih mudahberdarah saat menyikat gigi atau mengunyah makanan yang keras.2
Untuk menyikapinya, kebiasaan untuk menjaga kebersihan dan kesehatan gigi dan mulut idealnya sudah dibiasakan sejak dini sehingga pada datangnya masa puber yang juga membawa perubahan dalam rongga mulut tidak akan menjadi masalah yang berkelanjutan. 2
Banyak orang memngalami gingivitis dengan derajat yang berbeda. Gingivitis biasanya berkembang sejalan dengan adanya pubertas atau masa remaja. Dimana  terjadi perubahan hormonal, yang menyebabkan frekuensi gingivitis tetap atau meningkat tergantung sebagiaman sehat gigi dan gusinya.3
Selama masa pubertas, terdapat peningkatan  testosteron pada pria dan estradiol pada wanita. Beberapa penelitian, terdapat peningkatan peradangan pada gingiva anak usia pubertas, dengan tanpa disertai  perubahan dalam tingkat plak. Pada studi longitudinal, didapatkan bahwa rata-rata skor pendarahan  papilla dan pendarahan interdental berkorelasi dengan perkembangan karakteristik seksual sekunder pada masa puber, sementara penelitian lain tidak menemukan korelasi yang signifikan antara masa pubertas dan perubahan gingiva pada wanita. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh faktor-faktor seperti status kesehatan gigi penduduk dan rancangan penelitian yang dilakukan.4
Prevalensi patogen periodontal tertentu dilaporkan selama masa pubertas mungkin memiliki hubungan langsung dengan hormon yang sedang ada dan kemampuannya ditentukan patogen tertentu. Misalnya enzim prevotella intermedia mampu menggantikan progesteron dan estrogen untuk menadione (vitamin K) sebagai elemen esensial. Hubungan antara gingivitis pubertas, prevotella intermedia dan serum kadar testosteron, estrogen dan progesteron telah dilaporkan dalam sebuah studi longitudinal.4
Plak  sebelumnya yang menginduksi gingivitis merupakan faktor penting dalam mendeteksi perubahan yang disebabkan hormon selama siklus menstruasi. Suatu studi menunjukkan bahwa perempuan dengan gingivitis  mengalami peradangan dengan peningkatan terkait cairan eksudat crevicular selama menstruasi dibandingkan dengan kontrol  pada orang sehat. Kebanyakan wanita tidak menyadari perubahan-perubahan pada gingiva mereka selama siklus menstruasi, sementara beberapa pengalaman infamasi  hemorragic gingiva pada siklus menstruasi .hal ini sebelumnya telah dikaitkan dengan lebih gingivitis, peningkatan aliran fluida dan  mobilitas gigi. Studi awal menunjukkan penemuan serupa selama siklus menstruasi dalam suatu populasi dengan radang gusi sudah ada sebelumnya, sebagai tanggapan terhadap fluktuasi dalam tingkat estrogen dan progesteron.4
B.     Menopause
Memasuki usia lanjut yaitu akhir 40-an 50-an, seorang wanita akan mengalami proses alamiah yang disebut menopause sebagai salah satu bentuk dari proses penuaan. Pada saat seorang wanita sudah memasuki menopause, produksi estrogen terhenti. Akibatnya dapat terjadi perubahan rasa atau pengecapan, dan lebih sensitif terhadap makanan dan minuman yang panas ataupun dingin, dan juga menurunnya aliran saliva (air liur) yang dapat menyebabkan xerostomia (dry mouth). 5
            Adanya kondisi mulut yang kering tersebut dapat mengarah kepada penyakit periodontal, karena saliva (air liur) tidak cukup untuk membilas sisa makanan sehingga kalkulus (karang gigi) lebih mudah terbentuk. Selain itu kurangnya saliva juga dapat menyebabkan karies lebih mudah terjadi, karena saliva juga berfungsi untuk menetralkan keasaman  asam yang dihasilkan dari metabolisme bakteri yang ada di dalam mulut. 5
            Oleh karena itu xerostomia (dry mouth) lebih sering dialami oleh wanita usia lanjut dibandingkan pria, dan dapat disebabkan oleh penggunaan obat-obatan yang sering diresepkan bagi para lansia. 5
            Penurunan produksi estrogen yang terjadi saat menopause juga menyebabkan wanita lebih beresiko untuk mengalami penurunan densitas/kepadatan tulang, yang dapat mengarah kepada osteoporosis. Rusaknya tulang (dalam hal ini tulang rahang) dapat mengarah kepada goyangnya gigi geligi, diperparah dengan banyaknya kalkulus (karang gigi) yang menjadi tempat pertumbuhan bakteri. 5
            Dokter gigi berperan untuk deteksi osteoporosis secara dini, menurut penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa universitas. Pemeriksaan radiografis rutin yang dilakukan sebagai pemeriksaan penunjang pada perawatan gigi dapat membantu mendeteksi adanya penurunan massa tulang yang menjadi indikasi osteoporosis. Namun hal ini membutuhkan sotware khusus dan juga keterampilan khusus dari dokter gigi ahli radiologi. 5
Usia kehidupan wanita sangat penting untuk mengidentifikasi pengaruh hormonal dalam rongga mulut. Adapun cirri-ciri dari wanita menopause sebagai berikut: 6
·         Terjadi perubahan keadaan rongga mulut
·         Penipisan lapisan mukosa oral
·         Rasa tidak nyaman (burning mouth)
·         Resesi gingiva (gusi melorot)
·         Xerostomia
·         Perubahan kemampuan pengecap
·         Resorbsi tulang alveolar
·         Osteopenia dan osteoporosis


Selain itu, penanganan yang dapat dilakukan yaitu:6
·         Pada proses penipisan mukosa oral dan jaringan gingiva, dilakukan augmentasi jaringan lunak.
·         Menggunakan sikat gigi berbulu lunak
·         Menggunakan pasta gigi dengan partikel abrasif yang minimal
·         Obat kumur dengan bahan yang kurang mengandung alkohol
·         Pemeliharaan jaringan periodontal degan debridement yang baik untuk mengurangi trauma
·         Pasien yang rentan dengan osteoporosis akan dikonsul ke dokter umum.
Situasi hormon di setiap fase itu berbeda-beda, sehingga masalah kesehatan gigi dan mulut yang kita hadapi juga berbeda.7
Ketika perempuan sudah mengalami menopause, hormon seksual seperti estrogen akan menurun. Ini membuat pematang epitel mulut terganggu. Kondisi ini memicu jumlah bakteri dan erosi pada gigi yang merujuk pada produksi air liur yang berkurang, sehingga menimbulkan beberapa sebab yaitu: 7
1.      Mulut terasa kering, lidah seperti terbakar (oral cancerphobia), ada rasa aneh dalam mulut (seperti rasa besi), lidah gatal-gatal, dan sering sariawan.
2.      Nyeri gusi saat menopause atau menopausal gingivostomatitis ditandai dengan warna gusi lebih pucat, licin, sakit, dan mudah berdarah.
3.      Kurangnya penyangga gigi yang baik membuat gigi mudah goyah. Karena seiring bertambahnya usia membuat kepadatan tulang semakin berkurang, termasuk tulang rahang dan tulang penyangga gigi.
Adapun cara mencegahnya yaitu rajin mengkonsumsi kalsium dan multivitamin, teratur berolahraga, selalu melakukan perawatan gigi yang benar, dan mengganti setiap gigi tanggal dengan gigi palsu. Karena kehilangan gigi yang cukup lama dapat mendorong terjadinya kerapuhan tulang yang lebih cepat. 7
Memasuki masa menopause terjadi perubahan pada mulut wanita (indera perasa, rasa panas di mulut, sensitif terhadap makanan dingin dan panas, juga penurunan produksi air ludah yang menyebabkan mulut kering) dikarenakan perubahan hormon atau pengaruh obat-obatan yang telah dikonsumsi.8
Mulut kering dapat menyebabkan terjadinya penyakit gigi dan gusi karena air ludah tidak mampu melembabkan dan membersihkan mulut dengan menetralkan asam yang dihasilkan oleh plak. Disamping itu penurunan hormon estrogen mempertinggi resiko hilangnya densitas tulang. Kehilangan densitas tulang, terutama pada tulang rahang dapat menyebabkan tanggalnya gigi dan gusi turun, sehingga memungkinkan gigi lebih mudah busuk. 8
C.     Merokok
Pada penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa merokok merupakan masalah kesehatan karena dapat menyebabkan penyakit kanker, paru, kardiovaskuler, dan gastrointestinal. Namun pada dua dekade terakhir ini ditandai dengan meningkatnya kewaspadaan akibat merokok terhadap penyakit periodontal dan diikuti denganlepasnya gigi. Pada penelitian yang mutakhir mengungkapkan bahwa merokok merupakan salah satu faktor risiko terbesar dalam penyakit periodontal. Oleh karena itu, merokok dan penyakit periodontal pada hakikatnya merupakan masalah kesehatan masyarakat. Hal ini disebabkan karena tembakau mengandung beribu bahan kimia antara lain adalah nikotin, karbonmonoksid, dan tar. Nikotin umumnya bersifat toksik dan dapat mempengaruhi jaringan periodontal. 9

Gambar. 1       : Manifestasi Rongga Mulut Pada Perokok
Gambar. 2       : Manifestasi Rongga Mulut Pada Perokok
Nikotin adalah suatu alkaloid dari daun kering Nicotiana tabacum dan Nicotiana rustica. Nikotin adalah suatu amine tersier dari cincin piridin dan pirolidin. Nikotin adalah suatu basa lemah (pka = 8). Pada ph fisiologis, 3 1 % tidak terionisasi sehingga dengan mudah menembus sel membran. Nikotin mudah larut dalam air dan alkohol. 9
Merokok merupakan faktor penting dalam terjadinya periodontitis dan dapat mengubah patogenesisnya. Sebuah penelitian menunjukkan adanya penambahan rasio yang mengherankan , dari 2,0 menjadi 5,0 menggunakan kehilangan perlekatan sebagai alat perngukur. Perokok memiliki flora  bakteri yang berbeda dan tidak merespons perawatan sebaik respons pada bukan perokok. Bila semua faktor lain ditiadakan, merokok sama merusaknya seperti plak bakteri.10
Efek buruk rokok terhadap gigi dan mulut dapat dijelaskan sebagai berikut : 11 
1.      Bau mulut.
Merokok dapat menyebabkan timbulnya bau mulut (istilah medisnya halitosis). Ini tidak dapat diatasi dengan menyikat gigi atau menggunakan obat kumur. Seorang perokok mudah diketahui oleh para orang terdekatnya dengan memperhatikan perubahan mukosa rongga mulutnya.
2.      Mengubah warna gigi (menimbulkan staining).
Staining adalah perubahan warna yang terjadi pada gigi. Seorang perokok harus bersiap-siaplah untuk menghadapi kenyataan bahwa warna gigi  akan berubah. Gigi yang tadinya berwarna putih, maka akan menjadi lebih “kuning”. Perokok dalam waktu yang lebih lama lagi, mungkin selama beberapa tahun, maka warna gigi akan berubah menjadi “cokelat”. Tentu akan sangat mengganggu estetik atau penampilan bagi orang tersebut.
3.      Tartar lebih mudah berkembang.
  Tartar atau yang biasa disebut kalkulus adalah plak berisi bakteri yang telah mengalami pengapuran atau kalsifikasi dan kadang menempel pada permukaan gigi anda. Tartar jika tidak dihilangkan dapat menyebabkan penyakit jaringan pendukung gigi (periodontitis). Tartar banyak ditemukan pada perokok.  
4.      Mempengaruhi perlekatan tulang dan jaringan lunak pada gigi.
 Jika dalam mulut seorang perokok terdapat gusi yang turun (receeding gums), maka aktivitas merokok akan memperparah keadaan tersebut yang akan menyebabkan gigi menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan panas atau dingin karena terbukanya sebagian dentin.
5.      Menunda proses penyembuhan.
Merokok dapat menunda penyembuhan jaringan lunak rongga mulut anda karena rokok mengurangi pengiriman oksigen dan nutrisi ke jaringan gusi.
6.      Menyebabkan penyakit periodontal (periodontitis).
Periodontitis adalah penyakit radang kronis yang terjadi akibat aktivitas plak bakteri, yang diawali oleh timbulnya radang pada gusi dan berlanjut hingga terbentuknya poket gigi, kehilangan perlekatan tulang dan berakhir pada “tanggal”nya gigi. Perokok mempunyai resiko yang besar untuk perkembangan penyakit periodontal menjadi lebih parah dibandingkan dengan bukan perokok. Ini dikaitkan dengan lemahnya mekanisme pertahanan tubuh para perokok sehingga lebih rawan terkena penyakit periodontal 
7. Resiko tinggi terhadap kanker rongga mulut.
Ini adalah resiko yang paling menakutkan dari efek merokok pada gigi dan mulut. Dimana diketahui bahwa para perokok mempunyai resiko 6 kali lebih banyak menderita kanker rongga mulut. Ini dikaitkan dengan bahan kimia yang berjumlah sekitar 4.000 dalam sebatang rokok. Kanker rongga mulut yang biasa dialami oleh para perokok adalah kanker mulut, lidah, bibir, dan tenggorokan.  Kebanyakan pasien dengan kanker rongga mulut meninggal dalam waktu 5 tahun, hal ini karena kanker rongga mulut ditemukan setelah dalam tahap lanjut dan telah berkembang.
Merokok merupakan aksi mekanisme dari salah satu faktor psikososial yang berdampak terhadap jaringan periodontal. Penelitian di filandia menemukan bahwa merokok setiap hari berhubungan dengan meningkatnya penggunaan gula dalam the atau kopi, dan menjadi lebih sering minum minuman beralkohol . Juga berkaitan dengan perubahan perilaku. Sedangkan secara klinis ditemukan perokok berespondens terhadap perawatan periodontal, bahkan terjadi penyembuhan lambat setelah skeling dan penghalusan akar. Secara psikiatri, shizukuishi menemukan adanya gaya hidup yang lebih negatif pada perokok.12
Berbagai macam rokok dan intensitas kebiasaan merokok telah terbukti mempunyai hubungan kuat dengan status jaringan gingival,kerusakan jaringan periodontal, serta berat badan keadaan periodontitis. Perokok mempunyai risiko periodontitis atau kerusakan jaringan periodontal 2-7 kali lebih besar daripada bukan perokok. Bukti terlihat berupa kerusakan perlekatan periodontal berat dengan adanya pokot-poket yang dalam, dan risiko lebih tinggi terjadi pada perokok dewasa muda berusia 20-33 tahun. 12
Ditemukan hubungan positif berat penyakit periodontal dengan dosis atau jumlah batang rokok yang dihisap setiap hari. Menghisap cerutu maupun  pipa juga memberikan dampak yang sama dengan merokok terhadap kesehatan periodontal yaitu lebih pada kerusakan tulang alveolar dan kehilangan gigi. Sedangkan mengunyah tembakau (smokelesstobacco) memberikan dampak yang terbbatas dan lebih terlokasir yaitu berupa resesi gingival dan adanya lesi putih pada mukosa pipi dan bibir. 12
Tidak ada perbedaan yang jelas dari mikroflora periodontal dalam plak bakteri gigi perokok dengan bukan perokok. Namun ditemukan kaitan merokok dengan perubahan sistem vaskularisasi dan imun inang gingival. Terjadi perubahan saturasi oksigen dalam hemoglobin di gingival, sehingga terjadi gangguan fungsional dalam mikrosirkulasi gingival. Juga terjadi modifikasi dalam sistem imun humoral maupun selular, serta tata kerja sitokin dan molekul adesin. Selain itu  nikotin dari tembakau menghambat perlekatan dan pertumbuhan sel fibroblast ligament periodontal , serta menyebabkan penurunan isi protein fibroblast dan merusak membrane sel. Bentuk fibroblast menjadi tidak spesifik dan terbentuk vakuola di dalamnya. 12
Sekitar 25% dari populasi amerika serikat cigarattes merokok, dan dalam bagian-bagian lain dunia persentase perokok tampaknya lebih tinggi.merokok dikaitkan dengan prevalensi Necrotizing Ulcerative Gingivitis (NUG) pada awal 1947. Dalam penyelidikan di mana tingkat plak itu dijaga agar tetap minimum untuk merokok dan tidak merokok baik kelompok atau data disesuaikan untuk perbedaan ini, perokok telah lebih situs dengan kantong yang lebih dalam dan lebih besar kerugian lampiran. Prevalensi di kalangan perokok keterlibatan pencabangan lebih tinggi seperti tingkat kehilangan tulang alveolar. Dapat disimpulkan bahwa perokok memiliki lampiran besar kerugian dan kehilangan tulang, jumlah peningkatan dalam saku dan jumlah pembentukan kalkulus. Namun, perokok menunjukkan bervariasi plak dan radang dengan bias terhadap peradangan berkurang. 13
Dua penjelasan yang mungkin bagi perokok dan mengalami lebih banyak penyakit periodontal parah adalah bahwa mereka lebih patogenik subgingival pelabuhan microflora atau flora mereka mungkin akan lebih mematikan. Namun, beberapa penyelidikan gagal menemukan perbedaan yang signifikan dalam persentase patogen periodontal pulih dari peckets mendalam pada perokok dan bukan perokok. Merokok telah terbukti menurunkan kadar serum Ig2 kaukasia dewasa subyek dan berkorelasi dengan penurunan dramatis tingkat Ig2 serum anti-a. Actinomycetemcomitans di afrika-amerika perokok dengan umum, periodontitis agresif. Perokok juga telah dilaporkan menunjukkan penurunan igg serum antibodi untuk P.intermedia dan F.nucleatum. Berkurang netrophils dengan chemotaxis, fagositosis, atau keduanya mungkin menjadi konsekuensi dari titer antibodi yang lebih rendah, yang membatasi opsonization. Nikotin telah terbukti dapat mengurangi aliran darah gingiva. Penyembuhan luka periodontal mungkin terpengaruh oleh exprosure untuk tembakau atau nikotin, yang dapat mengganggu revaskularisasi dalam jaringan lunak dan keras.13
Peningkatan prevalensi dan tingkat keparahan kerusakan periodontal yang berhubungan dengan merokok menunjukkan bahwa interaksi bakteri host biasanya terlihat pada periodontitis kronis diubah, yang mengakibatkan kerusakan periodontal lebih agresif. Ketidakseimbangan ini disebabkan oleh perubahan dalam komposisi plak subgingival, dengan peningkatan jumlah dan / atau virulensi organisme patogen, perubahan-perubahan dalam respon host terhadap tantangan bakteri atau kombinasi keduanya. 13
D.    Stress
Gangguan mental atau kejiwaan umumnya memerlukan terapi obat, yang kadang-kadang memberikan komplikasi oral berupa xerostomia atau mulut menjadi kering. Sebagai contoh, penderita sindroma munchausen yaitu orang yang sangat ingin mendapatkan perawatan tepat medis atau dental, berusaha mengunjungi sejumlah spesialis atau dokter gigi untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. 14
Faktor-faktor psikososial lingkungan pada tahap kehidupan kritis memberikan dampak terhadap kesehatan. Rendahnya mekanisme pertahanan tubuh terhadap keberadaan plak bakteri menyebabkan perkembangan gingivitis. 14
Dalam jaringan periodonsium ada jaringan serat-serat neurofilament-imunoreaktif. Penglepasan local bahan-bahan neuropeptida mempermudah terjadinya mekanisme modifikasi neural dari perubahan inflamatori, yang berarti memediasi efek substansi P dan neurokinin A yang berkaitan dengan neoropeptida tahikinin pada periodontitis. 14
Ditemukan bukti kuat bahwa stress emosi merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya acute necrotizing ulcerative gingivitis (ANUG). Adapun penelitian pada tentara amerika yang menimbulkan bukti bahwa adanya hubungan bermakna antara stress pekerjaan dan status kesehatan periodontal. 14
E.     Gaya Hidup
Setiap manusia mempunyai gaya hidup masing-masing. Gaya hidup didapatkan dari pendidikan dan kebiasaan sehari-hari. Gaya hidup ini didapatkan dari pendidikan dan kebiasaan sehari-hari  dalam keluarga, berkat terpapar lingkungan, maupun pengalaman buruk dalam kehidupannya. Gaya hidup dapat normal maupun tidak normal. Gaya hidup yang tidak normal merupakan gambaran dari gangguan kepribadian. Gangguan kepribadian yang memberi dampak negatif terhadap diri yang bersangkutan seperti malukai  diri sering dipicu oleh perasaan tidak ada yang menolong atau perduli dan tidak ada harapan.15
Gaya hidup yang terlihat sebagai kebiasaan dan banyaknya merokok serta mengkonsumsi  alkohol, Nyata dapat memperburuk penyakit periodontal. Seperti diketahui bahwa rokok dapat merusak mikrosikulasi didalam ginggiva sehingga secara kronis bagian jaringan ginggiva yang di vaskularisasi kapiler-kapiler tersebut  akan kekurangan oksigen dan bahan-bahan nutrisi yang diperlukan. Mekanisme ini dinayatakan oleh Nunn (2003)  menyebabkan tinggi tulang alveolar perokok lebih rendah bermakna daripada bukan perokok demikian pula penderita priodontitis yang terbiasa merokok lebih mempunyai kerusakan tulang alveolar dan perlekatan jaringan periodontal bukan perokok. 15
Mengkonsumsi alkohol berlebihan setiap hari menyebabkan sangat rendahnya aktivitas  limfosit killer (Sel NK) dan rusaknya kromosom dalam limfosit. Sehingga adanya antigen  tidak dapat tertanggulangi dengan benar. Walaupun mengkonsumsi alkohol berlebihan  berkaitan dengan meningkatnya resiko klinis kerusakan perlekatan jaringan dan resiko perdarahan ginggiva, ternyata ditemukan bahwa tidak ada hubungannya dengan kerusakan tulang alveolar . 15
Nikolau  dkk(2003) juga mengatakan bahwa prilaku yang berdampak terhadap kesehatan seperti merokok dan peminum berat alkohol cenderung ditemukan banyak pada keluarga dengan keadaan social ekonomi rendah. Nyata bahwa gaya hidup dapat berpengaruh terhadap kualitas hidup. Penghentian kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol tampaknya berperan penting dalam pencegahan penyakit periodontal.dianjurkan membuat standarisasi terapi intervensi, diikuti untuk  kunjungan  untuk pemeliharaan  kesehatan periodontal  yang sering efektif  dalam program recall setiap tiga bulan. Dengan demikian diharapkan akan didapatkan pendangkalan pocket periodontal  yang sama dengan pada bukan perokok. Dalam hal ini dirasakan pentingnya untuk selalu mengulangi pemberian motivasi dalam praktek penjagaan hygiene mulut. 15
F.      Diabetes mellitus
Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jaringan periodontal. Ada beberapa hal yang terjadi pada pasien diabetes sehingga penyakit ini cenderung untuk memperparah kesehatan dari jaringan periodontal.16
a.       Bacterial Pathogens
     Kandungan glukosa yang terdapat di dalam cairan gusi dan darah pada pasien diabetes dapat mengubah lingkungan dari mikroflora, meliputi perubahan kualitatif bakteri yang berpengaruh terhadap keparahan dari penyakit periodontal.
b.      Polymorphonuclear Leukocyte Function
Penderita diabetes rentan terhadap terjadinya infeksi. Hal ini dihipotesiskan sebagai akibat dari polymorphonuclear leukocyte deficiencies yang menyebabkan gangguan chemotaxis, adherence, dan defek phagocytosis.
     Pada pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol terjadi pula gangguan pada fungsi PMN (polymorphonuclear leukocytes) dan monocytes/macrophage yang berperan sebagai pertahanan terhadap bakteri patogen.
c.       Altered Collagen Metabolism
     Pada pasien diabetes yang tidak terkontrol yang mengalami hiperglikemi kronis terjadi pula perubahan metabolisme kolagen, dimana terjadi peningkatan aktivitas collagenase dan penurunan collagen synthesis.
     Kolagen yang terdapat di dalam jaringan cenderung lebih mudah mengalami kerusakan akibat infeksi periodontal. Hal ini mempengaruhi integritas jaringan tersebut.
G.    Kehamilan
Pada saat ini ibu hamil betul-betul harus menjaga kondisi kesehatan dengan baik, mengonsumsi berbagai jenis makanan dan vitamin demi kesehatan ibu dan bayinya. Kehamilan adalah suatu proses fisiologis yang dapat menimbulkan perubahan-perubahan pada tubuh wanita, baik fisik maupun psikis.17
Gambar.3        : Manifestasi Rongga Mulut pada Ibu Hamil
Keadaan ini disebabkan adanya perubahan hormon estrogen dan progesteron. Saat kehamilan disertai berbagai keluhan lain seperti ngidam, mual, muntah termasuk keluhan sakit gigi dan mulut. Kondisi gigi dan mulut ibu hamil seringkali ditandai dengan adanya pembesaran gusi yang mudah berdarah karena jaringan gusi merespons secara berlebihan terhadap iritasi lokal. 17
Bentuk iritasi lokal ini berupa karang gigi, gigi berlubang, susunan gigi tidak rata atau adanya sisa akar gigi yang tidak dicabut. Hal ini sangat berbeda dengan keadaan ibu pada saat tidak hamil. 17
Pembesaran gusi ibu hamil biasa dimulai pada trisemester pertama sampai ketiga masa kehamilan. Keadaan ini disebabkan aktivitas hormonal yaitu hormon estrogen dan progesteron. Hormon progesteron pengaruhnya lebih besar terhadap proses inflamasi/peradangan. Pembesaran gusi akan mengalami penurunan pada kehamilan bulan ke-9 dan beberapa hari setelah melahirkan. Keadaannya akan kembali normal seperti sebelum hamil. 17
Pembesaran gusi ini dapat mengenai/menyerang pada semua tempat atau beberapa tempat (single/multiple) bentuk membulat, permukaan licin mengilat, berwarna merah menyala, konsistensi lunak, mudah berdarah bila kena sentuhan. 17
Pembesaran gusi ini di dunia kedokteran gigi disebut gingivitis gravidarum/pregnancy gravidarum/hyperplasia gravidarum sering muncul pada trisemester pertama kehamilan. Keadaan di atas tidaklah harus sama bagi setiap ibu hamil. 17
Faktor penyebab timbulnya gingivitis pada masa kehamilan dapat dibagi 2 bagian, yaitu penyebab primer dan sekunder. 17
1.      Penyebab primer
      Iritasi lokal seperti plak merupakan penyebab primer gingivitis masa kehamilan sama halnya seperti pada ibu yang tidak hamil, tetapi perubahan hormonal yang menyertai kehamilan dapat memperberat reaksi peradangan pada gusi oleh iritasi lokal. Iritasi lokal tersebut adalah kalkulus/plak yang telah mengalami pengapuran, sisa-sisa makanan, tambalan kurang baik, gigi tiruan yang kurang baik.
Saat kehamilan terjadi perubahan dalam pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut yang bisa disebabkan oleh timbulnya perasaan mual, muntah, perasaan takut ketika menggosok gigi karena timbul perdarahan gusi atau ibu terlalu lelah dengan kehamilannya sehingga ibu malas menggosok gigi. Keadaan ini dengan sendirinya akan menambah penumpukan plak sehingga memperburuk keadaan.
2.      Penyebab sekunder
      Kehamilan merupakan keadan fisiologis yang menyebabkan perubahan keseimbangan hormonal, terutama perubahan hormon estrogen dan progesteron. Peningkatan konsentrasi hormon estrogen dan progesteron pada masa kehamilan mempunyai efek bervariasi pada jaringan, di antaranya pelebaran pembuluh darah yang mengakibatkan bertambahnya aliran darah sehingga gusi menjadi lebih merah, bengkak dan mudah mengalami perdarahan.Akan tetapi, jika kebersihan mulut terpelihara dengan baik selama kehamilan, perubahan mencolok pada jaringan gusi jarang terjadi.
Keadaan klinis jaringan gusi selama kehamilan tidak berbeda jauh dengan jaringan gusi wanita yang tidak hamil, di antaranya; 17
·            Warna gusi, jaringan gusi yang mengalami peradangan berwarna merah terang sampai kebiruan, kadang-kadang berwarna merah tua.
·            Kontur gusi, reaksi peradangan lebih banyak terlihat di daerah sela-sela gigi dan pinggiran gusi terlihat membulat.
·             Konsistensi, daerah sela gigi dan pinggiran gusi terlihat bengkak, halus dan mengkilat. Bagian gusi yang membengkak akan melekuk bila ditekan, lunak, dan lentur.
·             Risiko perdarahan, warna merah tua menandakan bertambahnya aliran darah, keadaan ini akan meningkatkan risiko perdarahan gusi.
·             Luas peradangan, radang gusi pada masa kehamilan dapat terjadi secara lokal maupun menyeluruh. Proses peradangan dapat meluas sampai di bawah jaringan periodontal dan menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada struktur tersebut.
Tindakan penanggulangan/perawatan radang gusi pada ibu hamil dibagi dalam 4 tahap, yaitu: 17
·            Tahap jaringan lunak, iritasi lokal merupakan penyebab timbulnya gingivitis. Oleh karena itu, tujuan dari penanggulangan gingivitis selama kehamilan adalah menghilangkan semua jenis iritasi lokal yang ada seperti plak, kalkulus, sisa makanan, perbaikan tambalan, dan perbaikan gigi tiruan yang kurng baik.
·             Tahap fungsional, tahap ini melakukan perbaikan fungsi gigi dan mulut seperti pembuatan tambalan pada gigi yang berlubang, pembuatan gigi tiruan, dll.
·            Tahap sistemik, tahap ini sangat diperhatikan sekali kesehatan ibu hamil secara menyeluruh, melakukan perawatan dan pencegahan gingivitis selama kehamilan. Keadaan ini penting diketahui karena sangat menentukan perawatan yang akan dilakukan.
·             Tahap pemeliharaan, tahap ini dilakukan untuk mencegah kambuhnya penyakit periodontal setelah perawatan. Tindakan yang dilakukan adalah pemeliharaan kebersihan mulut di rumah dan pemeriksaan secara periodik kesehatan jaringan periodontal. Sebagai tindakan pencegahan agar gingivitis selama masa kehamilan tidak terjadi, setiap ibu hamil harus memperhatikan kebersihan mulut di rumah atau pemeriksaan secara berkala oleh dokter gigi sehingga semua iritasi lokal selama kehamilan dapat terdeteksi lebih dini dan dapat dihilangkan secepat mungkin.
Sejumlah bukti menegaskan bahwa penyakit periodontal, yakni sebuah infeksi bakteri yang berdampak pada gusi dan tulang yang menopang geligi dapat menyebabkan kelahiran prematur pada janin dan bayi dengan berat lahir rendah. Faktanya, sebuah kajian besar menemukan bahwa perempuan yang mengidap penyakit periodontal kemungkinan berisiko tujuh kali lipat memiliki bayi prematur. Studi lain lagi menunjukkan ada hubungan antara penyakit gusi dan peningkatan preeclampsia,sebuah komplikasi kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah tinggi, penimbunan cairan dan protein dalam urin.18
Selain gingivitis, masalah lain yang cukup sering dijumpai pada wanita hamil adalah pembesaran gingiva (gusi) yang menyerupai benjolan sehingga sering disebut sebagai pregnancy tumor, atau epulis gravidarum. Biasanya terjadi di gusi di antara dua gigi (interdental), dan dilaporkan terjadi pada 10 % wanita hamil. Lesi ini paling sering terjadi pada daerah anterior yaitu di daerah gigi depan selama trimester kedua dan dapat berkembang dengan cepat meskipun umumnya diameter lesi ini berukuran tidak lebih dari 2 cm.19
Lesi ini umumnya tidak disertai rasa sakit, dan akan menghilang dengan sendirinya setelah melahirkan. Namun seringkali dibutuhkan prosedur pembedahan minor yaitu dengan cara eksisi untuk menghilangkan lesi ini dengan sempurna. 19
Telah banyak literatur dan penelitian yang menyebutkan kaitan penyakit gusi dan kehamilan, di mana dikatakan ibu hamil yang menderita penyakit gusi dan periodontal lebih rentan untuk melahirkan bayi secara prematur dan berat badan lahir bayi kurang dari normal.  Bakteri yang menyebabkan penyakit periodontal tidak hanya bertempat di dalam rongga mulut saja namun dapat terbawa ke aliran darah. Bakteri tersebut berpotensi untuk menyebabkan masalah kesehatan di bagian tubuh yang lain, termasuk rahim ibu yang sedang mengandung. 19
Perawatan gigi pada ibu yang sedang hamil sebisa mungkin dihindari, terutama pada saat trimester pertama saat sedang terjadi proses pembentukan janin. Selain itu prosedur perawatan yang memerlukan rontgen foto dan konsumsi obat-obatan juga sebaiknya dihindari karena beresiko terhadap kesehatan janin dan ibu. Bila ibu sudah memasuki trimester akhir di mana perut sudah semakin membesar, perawatan gigi tidak boleh terlalu lama karena ibu akan berada pada posisi berbaring dalam waktu yang cukup lama. 19
Berat badan rahim dan janin dalam kandungan dapat menekan pembuluh darah balik, sehingga dapat terjadi penurunan tekanan darah dan berujung kepada hilangnya kesadaran. Dengan demikian, bagi para ibu yang merencanakan kehamilan sebaiknya lebih memperhatikan kesehatan rongga mulutnya. Pemeriksaan rutin ke dokter gigi sebaiknya dilakukan agar masalah gigi terdeteksi secara dini dan dapat dirawat sebelum ibu hamil. 20
Infeksi periodontal merupakan salah satu infeksi yang dapat mempengaruhi proses kehamilan, dimana infeksi periodontal dapat mempengaruhi proses kehamilan dengan menjadi sumber bakteri anaerobik gram negatif dan komponen bakteri seperti lipopolisakarida. Bakteri dan komponennya dapat memicu pelepasan modulator sistem imun seperti PGE2 dan TNF-α, yang normalnya berperan dalam proses kelahiran normal, sehingga secara tidak langsung bakteri dan komponennya berperan dalam lamanya masa kehamilan.21
Berikut ini ada beberapa studi yang mengevaluasi hubungan antara periodontitis dengan kelahiran bayi berberat badan rendah (PLBW).20
1. Studi mengenai periodontitis sebagai faktor risiko PLBW
Tujuan : untuk mengevaluasi penyakit periodontal sebagai faktor risiko PLBW.
Metode :
  • Melibatkan 48 ibu, dimana 20 ibu mengalami persalinan prematur dengan bayi BBLR.
  • Seluruh partisipan menjalani pemeriksaan periodontal yaitu pemeriksaan kedalaman periodontal pocket, penghitungan skor indeks gingiva Loc dan Sillness, dan analisa foto panoramik.
  • Seluruh informasi mengenai faktor risiko lainnya yang dapat menyebabkan PLBW didapat dari dokter keluarga.
Hasil :
  • Periodontitis (Odd Ratio [OR] 3,6; 95% Confidence Interval [CI] 1,06-12,18) bersama dengan vaginosis bakterial (OR 11,57; 95% CI 1,26-105,7) merupakan faktor risiko independen terhadap PLBW.
  • Berdasarkan data yang diperoleh dalam studi ini, usia ibu, merokok, dan tinggi badan ibu bukan merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap PLBW.
  • Kesimpulan : ibu dengan status kesehatan periodontal yang buruk merupakan faktor risiko potensial terhadap PLBW.

    2. Studi meta analisis PLBW dan status periodontal ibu.
    Tujuan : untuk menilai efek penyakit periodontal ibu terhadap persalinan preterm dan/atau bayi dengan BBLR.
Metode :
  • Review meta analisis dilakukan terhadap 5 database medik (MEDLINE, EMBASE, LILACS, BIOSIS and PASCAL) mengenai studi observasional pada manusia yang menghubungkan persalinan preterm dan/atau bayi dengan BBLR dan penyakit periodontal ibu.
  • Mengikuti MOOSE guideline untuk meta analisis terhadap studi observasional.
Hasil :
  • Menemukan 17 artikel yang sesuai dengan kriteria inklusi.
  • 7151 wanita terlibat dalam 17 studi tersebut, dimana 1056 wanita mengalami persalinan preterm dan/atau bayi dengan BBLR.
  • OR secara keseluruhan adalah 2,83 (95% CI 1,95-4,10; p< 0,0001).
Kesimpulan : terdapat hubungan antara penyakit periodontal ibu dengan persalinan preterm dan/atau bayi dengan BBLR, namun perlu diteliti lebih lanjut dengan menggunakan large, well-designed, multicenter trials.

3. Studi mengenai peningkatan risiko persalinan prematur dan BBLR pada wanita dengan penyakit periodontal.
Tujuan : untuk mengetahui apakah perawatan kesehatan periodontal ibu setelah masa kehamilan 28 minggu dapat menurunkan risiko PLBW.
Metode :
  • Melibatkan 639 wanita, dimana 406 wanita menderita gingivitis dan mendapatkan terapi sebelum masa kehamilan 28 minggu, dan 233 wanita menderita penyakit periodontal dan diberikan terapi setelah persalinan.
  • Informasi mengenai kehamilan saat ini dan sebelumnya serta faktor risiko yang diketahui didapatkan dari rekam medik pasien.
  • Parameter yang dinilai : persalinan sebelum masa kehamilan 37 minggu atau bayi yang dilahirkan dengan berat badan < 2500 g.
  
Hasil :
  • Insiden PLBW adalah 2,5% pada wanita dengan status kesehatan periodontal normal, dan 8,6% pada wanita dengan penyakit periodontal (p=0,0004; risiko relatif =3,5; 95% CI 1,7-7,3).
  • Faktor risiko yang berhubungan secara signifikan dengan PLBW adalah riwayat PLBW sebelumnya, penyakit periodontal, ANC < 6 kali, dan berat badan ibu yang rendah.
Kesimpulan : penyakit periodontal berhubungan dengan kelahiran prematur dan BBLR, dimana penyakit periodontal tidak terkait dengan faktor risiko yang lainnya.20

Faktor-faktor predisposisi external jaringan periodontal:
A.    Pubertas
Pada wanita, memasuki masa puber tidaklah mudah bagi para gadis remaja, tatkala datang menstruasi untuk pertama kalinya, dan jerawat di wajah mulai bermunculan. Pada saat pubertas, terjadi peningkatan produksi hormon estrogen dan progesteron secara drastis. Peningkatan ini menyebabkan meningkatnya aliran darah ke gusi, dan juga mengubah reaksi jaringan gusi terhadap bakteri dan iritan yang ada di dalam plak. Kondisi ini menyebabkan gusi berwarna lebih kemerahan, bengkak dan lebih mudahberdarah saat menyikat gigi atau mengunyah makanan yang keras.
Untuk menyikapinya, kebiasaan untuk menjaga kebersihan dan kesehatan gigi dan mulut idealnya sudah dibiasakan sejak dini sehingga pada datangnya masa puber yang juga membawa perubahan dalam rongga mulut tidak akan menjadi masalah yang berkelanjutan.
Banyak orang memngalami gingivitis dengan derajat yang berbeda. Gingivitis biasanya berkembang sejalan dengan adanya pubertas atau masa remaja. Dimana  terjadi perubahan hormonal, yang menyebabkan frekuensi gingivitis tetap atau meningkat tergantung sebagiaman sehat gigi dan gusinya.
B.     Menopause
Memasuki usia lanjut yaitu akhir 40-an 50-an, seorang wanita akan mengalami proses alamiah yang disebut menopause sebagai salah satu bentuk dari proses penuaan.
Ketika perempuan sudah mengalami menopause, hormon seksual seperti estrogen akan menurun. Ini membuat pematang epitel mulut terganggu. Kondisi ini memicu jumlah bakteri dan erosi pada gigi yang merujuk pada produksi air liur yang berkurang, sehingga menimbulkan beberapa sebab yaitu:
4.      Mulut terasa kering, lidah seperti terbakar (oral cancerphobia), ada rasa aneh dalam mulut (seperti rasa besi), lidah gatal-gatal, dan sering sariawan.
5.      Nyeri gusi saat menopause atau menopausal gingivostomatitis ditandai dengan warna gusi lebih pucat, licin, sakit, dan mudah berdarah.
6.      Kurangnya penyangga gigi yang baik membuat gigi mudah goyah. Karena seiring bertambahnya usia membuat kepadatan tulang semakin berkurang, termasuk tulang rahang dan tulang penyangga gigi.
C.     Merokok
Merokok merupakan faktor penting dalam terjadinya periodontitis dan dapat mengubah patogenesisnya. Sebuah penelitian menunjukkan adanya penambahan rasio yang mengherankan , dari 2,0 menjadi 5,0 menggunakan kehilangan perlekatan sebagai alat perngukur. Perokok memiliki flora  bakteri yang berbeda dan tidak merespons perawatan sebaik respons pada bukan perokok. Bila semua faktor lain ditiadakan, merokok sama merusaknya seperti plak bakteri.
D.    Stress
Ditemukan bukti kuat bahwa stress emosi merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya acute necrotizing ulcerative gingivitis (anug). Adapun penelitian pada tentara amerika yang menimbulkan bukti bahwa adanya hubungan bermakna antara stress pekerjaan dan status kesehatan periodontal.
E.     Gaya Hidup
Gaya hidup yang terlihat sebagai kebiasaan dan bayaknya merokok serta mengkonsumsi  alkohol, nyata dapat memperburuk penyakit periodontal. Seperti diketahui bahwa rokok dapat merusak mikrosikulasi didalam ginggiva sehingga secara kronis bagian jaringan ginggiva yang di vaskularisasi kapiler-kapiler tersebut  akan kekurangan oksigen dan bahan-bahan nutrisi yang diperlukan. Mekanisme ini dinayatakan oleh Nunn (2003)  menyebabkan tinggi tulang alveolar perokok lebih rendah bermakna daripada bukan perokok demikian pula penderita priodontitis yang terbiasa merokok lebih mempunyai kerusakan tulang alveolar dan perlekatan jaringan periodontal bukan perokok
F.      Diabetes mellitus
Ada beberapa hal yang terjadi pada pasien diabetes sehingga penyakit ini cenderung untuk memperparah kesehatan dari jaringan periodontal.15
a.       Bacterial Pathogens
     Kandungan glukosa yang terdapat di dalam cairan gusi dan darah pada pasien diabetes dapat mengubah lingkungan dari mikroflora, meliputi perubahan kualitatif bakteri yang berpengaruh terhadap keparahan dari penyakit periodontal.
b.      Polymorphonuclear Leukocyte Function
c.            Penderita diabetes rentan terhadap terjadinya infeksi. Hal ini dihipotesiskan sebagai akibat dari polymorphonuclear leukocyte deficiencies yang menyebabkan gangguan chemotaxis, adherence, dan defek phagocytosis.
     Pada pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol terjadi pula gangguan pada fungsi PMN (polymorphonuclear leukocytes) dan monocytes/macrophage yang berperan sebagai pertahanan terhadap bakteri patogen.
d.      Altered Collagen Metabolism
     Pada pasien diabetes yang tidak terkontrol yang mengalami hiperglikemi kronis terjadi pula perubahan metabolisme kolagen, dimana terjadi peningkatan aktivitas collagenase dan penurunan collagen synthesis.
     Kolagen yang terdapat di dalam jaringan cenderung lebih mudah mengalami kerusakan akibat infeksi periodontal. Hal ini mempengaruhi integritas jaringan tersebut.
G.    Kehamilan
Faktor penyebab timbulnya gingivitis pada masa kehamilan dapat dibagi 2 bagian, yaitu penyebab primer dan sekunder. 16
1.      Penyebab primer
            Iritasi lokal seperti plak merupakan penyebab primer gingivitis masa kehamilan sama halnya seperti pada ibu yang tidak hamil, tetapi perubahan hormonal yang menyertai kehamilan dapat memperberat reaksi peradangan pada gusi oleh iritasi lokal. Iritasi lokal tersebut adalah kalkulus/plak yang telah mengalami pengapuran, sisa-sisa makanan, tambalan kurang baik, gigi tiruan yang kurang baik.
Saat kehamilan terjadi perubahan dalam pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut yang bisa disebabkan oleh timbulnya perasaan mual, muntah, perasaan takut ketika menggosok gigi karena timbul perdarahan gusi atau ibu terlalu lelah dengan kehamilannya sehingga ibu malas menggosok gigi. Keadaan ini dengan sendirinya akan menambah penumpukan plak sehingga memperburuk keadaan.
2.  Penyebab sekunder
Kehamilan merupakan keadan fisiologis yang menyebabkan perubahan keseimbangan hormonal, terutama perubahan hormon estrogen dan progesteron. Peningkatan konsentrasi hormon estrogen dan progesteron pada masa kehamilan mempunyai efek bervariasi pada jaringan, di antaranya pelebaran pembuluh darah yang mengakibatkan bertambahnya aliran darah sehingga gusi menjadi lebih merah, bengkak dan mudah mengalami perdarahan.Akan tetapi, jika kebersihan mulut terpelihara dengan baik selama kehamilan, perubahan mencolok pada jaringan gusi jarang terjadi.



Gambar. 4       : Skema Faktor-faktor  Predisposisi External Jaringan        Periodontal







III. 1. Simpulan
            Dari makalah diatas dapat di tarik kesimpulan, yaitu:
ü    Penelitian menemukan korelasi yang signifikan antara masa pubertas dan perubahan gingiva pada wanita.
ü    Pada saat seorang wanita sudah memasuki menopause, produksi estrogen terhenti akan menurunkan aliran saliva (air liur) yang dapat Adanya kondisi mulut yang kering tersebut dapat mengarah kepada penyakit periodontal.
ü    Merokok merupakan faktor penting dalam terjadinya periodontitis dan dapat mengubah patogenesisnya.
ü    stress emosi merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya acute necrotizing ulcerative gingivitis (anug). Adapun penelitian pada tentara Amerika yang menimbulkan bukti bahwa adanya hubungan bermakna antara stress pekerjaan dan status kesehatan periodontal.
ü    Gaya hidup yang terlihat sebagai kebiasaan dan bayaknya merokok serta mengkonsumsi  alkohol, nyata dapat memperburuk penyakit periodontal.
ü    Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jaringan periodontal.
ü    Pada Kehamilan terdapat perubahan hormon estrogen dan progesteron. Saat kehamilan disertai berbagai keluhan lain seperti ngidam, mual, muntah termasuk keluhan sakit gigi dan mulut. Kondisi gigi dan mulut ibu hamil seringkali ditandai dengan adanya pembesaran gusi yang mudah berdarah karena jaringan gusi merespons secara berlebihan terhadap iritasi lokal.

IV. 2 Saran
               Adapun saran atau masukan kepada paper ini sangat di harapkan, demi bertambah luasnya wawasan yang dapatditerima dari pembelajaran ini. Serta memohon maaf apabila terdapat kekurangan atau kesalahan dalam makalah ini dikarenakan kurangnya referensi yang kelompok kami miliki dan sebagai manusia biasa, kami tidak luput dari kesalahan.

 Sumber >>>