Sabtu, 26 September 2009

Penanganan Anak Secara Nonfarmakologis

I.1. Latar Belakang
Dokter gigi yang akan melakukan perawatan pada anak – anak, seringkali mendapatkan suatu keadaan dimana anak akan merasa cemas dan takut pada saat bertemu untuk pertama kalinya. Rasa cemas dan takut juga akan dirasakan oleh anak – anak pada kunjungan berikutnya apabila pada kunjungan yang pertama, dia mendapatkan pengalaman yang kurang menyenangkan.
Penatalaksaan tingkah laku pasien merupakan salah satu faktor terpenting dalam ilmu kedokteran gigi anak. Tanpa kerja sama yang baik dari pasien, maka perawatan gigi yang akan dilakukan tidak akan berhasil. Keberhasilan dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi bagi anak-anak tergantung pada cara kita dalam menghadapi dan menangani anak-anak tersebut.
Untuk mendapatkan suatu kerjasama yang baik antara pasien anak dan dokter gigi, maka dokter gigi bukan hanya mengadakan hubungan yang baik dengan anak, tetapi juga harus mengetahui beberapa hal penting lainnya. Hal-hal yang perlu diketahui antara lain adalah perkembangan anak, tingkah laku anak menurut kronologis umur dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku anak, terutama tingkah lakunya pada saat mendapat perawatan gigi. Dengan mengetahui hal-hal tersebut, dokter gigi dapat memilih dan menggunakan teknik-teknik penatalaksanaan tingkah laku yang efektif agar dapat menangani pasien anak dengan baik, mengurangi ketakutannya dan menanggulangi tingkah lakunya yang tidak kooperatif serta


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Tingkatan Kooperatif Pasien
a. Tingkah Laku Anak
Komponen akhir dari kecemasan adalah tingkah laku, yang dapat berwujud dalam beberapa bentuk. Masalah tingkah laku yang di tunjukkan oleh anak-anak (seperti mendorong instrument menjauh, menolak membuka mulut) sering dianggap sebagai manifestasi kecemasan. Suatu metode yang menilai suatu tingkatan tingkah laku anak adalah skala 4 angka yang di kembangkan oleh Frankl dkk (1962). Tingkah laku seorang anak dikategorikan menjadi 4 kategori sesuai criteria berikut:1
1. Sangat Negative : menolak perawatan, meronta-ronta dan membantah, amat takut, menangis kuat-kuat, manarik atau mengisolasi diri atau keduanya.
2. Sedikit Negative : tindakan negative minor, atau mencoba bertahan, menyimpan rasa takut, dari minimal sampai sedang, nervus atau menangis.
3. Sedikit Positive : berhati-hati menerima perawatan, dengan agak segan, dengan taktik bertanya atau menolak, cukup bersedia berkejasama dengan dokter gigi.
4. Sangat Positive : bersikap baik dengan operator, tidak ada tanda-tanda takut, tertarik pada prosedur dan membuat kontak verbal yang baik.
b. Tingkat Kooperatif Pasien
Dari beberapa tipe diatas, dalam memahami tingkat cooperative pasien, Wright membaginya dalam tiga kategori:2
1. Kooperative
Anak datang dengan santai, rileks dengan rasa takut minimal, antusias terhadap perawatan gigi. Anak tersebut biasanya patuh terhadap instruksi yang diberikan.
Tingkah laku anak yang kooperatif di klinik atau tempat praktik dokter gigi yaitu mudah diajak unutk bekerjasama, anak yang kooperatif ini memiliki kepribadian yang santai dan tidak lemas jika sedang berada di ruang tunggu klinik gigi,. Selain itu anak yang kooperatif seperti ini sangat tertarik dengan perawatan yang akan dilakukan kepada dirinya. Kemudian dia bias juga menerima pendekatan yang dilakuakn oleh dokter.
2. Kurang Kooperative
Kurang kooperative ini biasanya terjadi pada anak yang masih muda (di bawah umur 3 tahun), anak-anak dengan cacat mental atau fisik dan anak-anak dengan pengetahuan yang sangat minim.
3. Berpotensi Kooperative:
Adapun kepribadian yang dimiliki oleh anak di klinik atau di tempat praktik dokter gigi yang berpotensi kooperatif atau tingkah laku yang mungkin kooperatif, yaitu:
• Mempunyai kemampuan diajak kerjasama
• Tingkah laku yang terkontrol
 Usia3-6 tahun(kadang-kadang)
 Tangisan dan jeritan keras(ruangan/ luar)
• Penyimpangan tingkahlaku
 Anak-anakSD
• Sikapmalu-malu
 Kecemasan luarbiasa(Instruksi ulang)
• Sikapmeratap
 Selalu merintih (dokter gigi harus sabar)

Karakteristik dari anak ini adalah adanya masalah prilaku. Tipe tingkah laku ini berbeda dengan anak yang kurang kooperatif karena anak ini memiliki kemampuan untuk menjadi kooperatif. Bila karakter ini muncul, tindakan klinik beruapa modifikasi dan perilaku dapat di lakukan sehingga anak menjadi kooperatif.3

c. Tipe Kepribadian Seorang Anak
Sebagai dokter gigi tentu pantas mengetahui dan paham benar tipe kepribadian dari anak atau pasien anak. Tipe kepribadian itu berbeda-beda yaitu:4
1. Pemarah
Tipe pemarah agak sulit. Anak akan mengekspresikan apa saja yang tidak ia sukai atau ia tidak setujui dengan marah. Hal ini tentu harus dikendalikan, karena hampir semuanya diperlakukan dengan marah. Sebaiknya mengantisipasi apa saja yang bisa membuat ia marah. Saat anak marah lekaslah menengkannya. Anak pemarah biasanya kurang perhatian.
2. Bersahabat
Anak ini lebih unggul dari yang lain. Karena dengan sikap bersahabat, ia dengan sendiri dapat membuka pikiran dan bergaul baik dengan siapa saja. Pikiran sang anak selalu dalam keadaan positif. Ia mampu menyelami banyak permainan.
3. Keras Kepala
Anak Tipe ini memiliki pendapat sendiri dan tidak mau diatur. Selama ia lebih tenang, dengan lebih sabar karena anak keras kepala akan banyak memancing emosi. Lihatlah keinginan anak yang sebenarnya. Jika sudah tahu, jangan turuti keinginannya. Melainkan ajarkan sebuah usaha untuk meraihnya. Temani ia dengan sabar dan hindari pemaksaan. Ingat, anak keras kepala bisa menjadi manja dan tidak mandiri.
4. Egois
Anak egois lebih memiliki ketakutan lebih dari pada yang normal. Ia menjadi tidak peduli pada teman karena takut apa yang dikerjakannya tidak sempurna. Ia juga takut disaingi. Sebaiknya mengajari untuk berbagi dari hal-hal kecil terlebih dahulu. Mintalah anak untuk berbagi barang atau hadiah kepada adik atau kakaknya. Sambil memberitahu bahwa ia tidak akan kehilangan apapun jika berbagi.
5. Pemalas
Anak yang sering dibantu dalam melakukan kegiatannya akan menjadi pemalas. Boleh membantu anak hanya pada awalnya. Biarkan anak menyelesaikan tugas yang ia miliki. Tuangkan waktu untuk mendengar apa yang diinginkannya. Dari cerita sang anak kita bisa tahu apa yang menyebabkannya malas dan segeralah bantu ia memperbaiki itu. Anak malas jangan dimanja.
6. Perfeksionis
Anak-anak tidak bisa menjadi perfeksionis jika bukan karena tuntutan lingkungannya termasuk orangtua. Anak yang dari awal dilatih untuk mengerjakan suatu hal dengan sempurna, jika salah sedikit dihukum. Sifat ini membahayakan dirinya yang masih anak-anak. Anak perfeksionis lebih tertekan secara psikologis dari pada anak biasa. Wajib bagi orangtua memberi penjelasan agar melakukan sesuatu tidak harus menjadi juara. Asal sudah berusaha maksimal itu sudah bagus.
7. Suka Ngambek
Anak suka ngambek cenderung manja. Apa-apa yang ia ingin selalu dituruti. Lambat laun hanya akan menyusahkan saja. Orangtua baik akan menunda memenuhi keinginnanya. Mulailah memberi tekanan-tekanan kecil pada anak yang suka ngambek. Butuh kesabaran ekstra dari orangtua mengatasi anak suka ngambek ini. Jelasnya, jangan asal banyak menuruti anak.
8. Pasif
Anak pasif lebih lamban dan tidak banyak semangat terlihat pada dirinya. Lakukan pendekatan kekeluargaan. Libatkan secara aktif dalam kegiatan keluarga dan permainan yang seru. Buatkan jadwal rutinitas untuknya sehingga bisa memicu pikiran aktif. Selalu memberi dukungan dalam kegiatannya, meskipun sedikit.
d. Tingkah Laku Anak Dalam Perawatan Gigi dan Mulut
Adapun tingkah laku seorang anak jika berada diklinik dokter gigi atau pada saat perawatan gigi dan mulut sebagai berikut: 5
1. Tipe yang bekerja sama (kooperatif)
Tipe ini adalah tingkah laku yang terbuka, tingkah laku yang dapat mengerti tentang dirinya sendiri. Pasien yang santai dan kunjungan menjadi menyenangkan bagi pasien dan dokter gigi. Prosedur perawatan menjadi sempurna dengan menggunakan metode, (tell show do). Anak juga akan mudah mengikuti apa yang diinstruksikan oleh dokter gigi. Meskipun kooperatif, pasien tipe ini harus tetap ditangani sebagaimana mestinya den gan maksud bahwa dokter gigi menginginkan untuk tetap kooperatif dan menikmati pengalaman berkunjung ke dokter gigi.
2. Tipe tidak bekerjasama (Tidak kooperatif)
Ada dua kelompok pada pasien pada kategori ini
• Dokter gigi akan mendapatkan kesulitan berkomunikasi dengan pasien yang sangat muda. Sebagai contoh pada saat dokter gigi menemukan karies pada anak balita seperti anak bayi yang masih berumur 17 bulan.
• Pasien yang cacat, dimana tidak mampu mengerti dan berkomunikasi akibat cacatnya yang khusus, seperti pada beberapa anak yang mengalamai retardasi mental. Kadangkala penanganan dapat diselesaikan dengan penggunan anastesi umum yang telah terbukti menjadi satu-satunya penangan yang paling berhasil bagi pasien tersebut.
3. Tipe histerik (Tidak terkontrol)
Beberapa karakteristik akan apat terlihat pada pasien dengan tingkah lakuyang tidak terkontrol. Pasien biasanya berumur 3-6 tahun dan ini merupakan kunjungan yang pertama kali ke dokter gigi.
pada perawatan tersebut aka nada tangisan yang nyaring, teriakan dan tabiat pemarah. Kesemuanya akan timbul oleh karena tingkat kecemasan dan ketakutan yang tinggi.
Tipe ini dapat diatasi dengan engevaluasi pasien pasien di ruang tunggu dan mengevaluasi kecemasannya pada saat itu sebelum masuk keruang kerja. Jika pasien menunjukkan sikap takut/cemas, pendekatan yang akran dan bersahabat harus dilakukan dengan menjelaskan sejelas mungkin mengenai prosedur yang akan dilakukan ke terhadapnya. Hal ini untuk membantu mengurangi rasa kecemasan terhadap anak tersebut.
4. Tipe keras kepala
Pasien yang menentang atau keras kepala sering bersikap bodoh dan menjadi perusak. Ia melawan orang dewasa baik itu dokter gigi. Terkadang jika dalam perawatan ia lalu berkata”tidak, saya tidak mau! Kamu to=idak bias berbuat begitu kepada saya”. Pasien biasanya berbuat begitu di ruang praktek. Dengan perilaku demikian penanganan yang terbai adalah dengan memanggil anak dengan menggertak dan diikuti dengan perkataan yang tegas.
Bentuk lain dari pasien tipe ini adalah pasien yang bersikap pasif dan tidak melawan. Hal ini terlihat pada usia awal remaja dimana mereka melawan pada perampasan kebebasan yang di ambil dari dirinya, . pasien ini tidak mau berbicara dan ttidak mau menjawab pertanyaan yang diberikan., ia akan sering duduk tanpa emosi dan tidak mau membuka mulutnya. Menangan\i tipe tingkah laku seperti ini harus dilakukan dengan tanpa paksaan fisik. Hal yang terbaik adalah mengerti dan berhubungan pasien, berlaku jujur dan menyetujui apa yang dirasakannya dengan mengatakan “banyak orang yang tidak suka disuntik” atau “banyak sekali ha yang harus kita lakukan tetapi sebenanrnya kita tidak menyukainya” penghargaan harus diberikan untuk tingkah laku yang positif. Dengan tujuan agar dapat menerima perawatan gigi yang akan dilakukan
5. Tipe pemalu
Tingkah laku yang pemalu memerlukan penanganan yang seerius karena tanpa penanganan yang sepatutnya, potensi menjadi pasien yang baik dapat berubah menjadi pasien yang kooperatif.
Tipe dari prilaku ini merupakan refleksi dari proteksi orang tua yang berlebihan yang mengarahkan anak menjadi sangat tergantung pada orang tua. Sebagai hasil dari tindakan tersebut, pasien yang segan atau malu berada dalam kecemasan yang konstan karena anak tersebut tidak mau menunjukkan sikap yang minta dikasihani. Pasien yang pemalu sangat melibatkan diri dengan rasa takutnya sehingga ia tidak mendengarkan sekitarnya. Dengan demikian, seseorang diperlukan untuk mengulangi instruksi yang diberikan dan berulang-ulang menjelaskan kembali.
6. Tipe kooperatif tegang
Pada saat berhadapan dengan anak ini, harus di pastikan bahwa anak tersebut berada pada saat yang tepat. Mungkin akan terlihat tegang dengan suara yang gemetar dan seringkali memandang di sekeliling ruang praktek.
Pasien ini dan menerima tindakan perlakuan/perawatan, namun juga yang penting diperhatikan adalah tidak melakukan hal-hal yang dapat menambah berat situasi yang dialaminya.
Disamping itu dibutuhkan juga kemampuan untuk mengenali tipe pasien ini, menghargai sikap tingkah lakunya dan menjauhkan atau menghindari kemungkinan-kemungkinan adanya kebisingan atau perubahan pada tekanan suara yang menjadi tinggi.
7. Tipe pasien cengeng
Walaupun pasien ini mengeluh selama perawatan dilakukan, namun ia tetap memperkenankan ha tersebut tetap dilakukan.. pasien mengalami hal yang mencemaskan.
Salah satu metode untuk menangani metode ini adalah mengingatkan agar tetap tenang dan sabar. Dapat juga diberikan keyakinan dan pengertian dengan mengatakan kepada pasien bahwa prosedur perawatan akan segera berakhir dan ia dapat pulang kerumah.
II.2. Faktor-Faktor Yang Memperngaruhi Kooperatif Pasien
Adapun Faktor-fakto yang mempengaruhi koopertif seorang anak yaitu:
a. Keadaan Anak
• Umur anak
Umur anak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkah laku anak. Anak yang berusia diatas 3 tahun tingkah laku negatifnya sudah berkurang dan lebih banyak menunjukkan sikap kooperatif.(6,8)
• Kesadaran anak akan masalah kesehatan gigi
Pada umumnya seorang anak dating ke dkter gigi setelah ada masalah dengan giginya, misalnya sakit gigi, adanya pembengkakan atau lain sebagainya. Sehingga anak akan menunjukkan tingkah laku yang negatif, karena anak tersebut dtang dalam keadaan sakit dan membutuhkan perawatan yang lebuh kompleks. Karena itu penting bagi orang tua untuk membawa anaknya ke dokter gigi lebih awal sebelum adanya masalhadengan gigi anak tersebut. Dan hal ini sekaligus menjadi tahapan pengenalan bagi anak tentang perawatan gigi.
• Pengalaman perawatan sebelumya
Pengalaman pada perawatan sebelumya merupakan pertimbangan lain dalam riyawat penyakit seorang anak.
Adanya rasa sakit atau perasaan tidak menyenangkan yang pernah dialami pada perawatan sebelumnya, merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi dalam perawtan-perawaatn berikutnya. Bila dalam perawtan sebelumnya anak tidak mengalami rasa sakit, maka aanak akan cenderung menjadi kooperatif.(6,8)

b. Orang Tua
Salah satu hal yang paling berpengaruh terhadap prilaku anak dalam menerima perawatan gigi adalah didikan orang tua.(6)
Untuk mengetahui bagaimana orang tua dapat mempengaruhi prilaku anak dalam klinik gigi, maka perlu diketahui beberapa tipe orang tua yang dapat berpengaruh terhadap tingkah laku anak:
• Orang tua yang terlalu memberi hati (6)
Orang tua yang terlalu memberikan hati menunjukkan perhatian yang berlebihan terhadap anaknya. Orang tua semacam ini akan terlihat berhubungan seperti sahabat dengan anaknya. Setiap kebutuhan yang diperlukan anak tersebut pasti akan dipenuhi sehingga hasilnya, anak tersebut tidak mengalami perkembangan dalam reaksinya. Anak akan menunjukkan perlakuan sebagai berikut:
a. Tidak memiliki control diri
b. Bertempramen pemarah
c. Keinginan yang berlebihan
d. Menjadi lengah dan tidak penurut.
Pada kasus ini, berbicara dengan orang tua dan anak sebelum perawatan dilakukan, dibutuhkan sebagai persiapan/berjaga-jaga akan kemungkinan munculnya masalah dalam penanganan.
Anak dengan orang tua seperti ini akan termasuk pada kelompok menentang atau tingkah laku yang tidak terkendali.
• Orang tua yang terlalu melindungi(7)
Orang tua yang terlalu melindungi menunjukkan tingginya tingkat kecemasan. Hal ini dapat berasal dari kurangnya kasih sayang pada masa anak-anak atau mungkin menginginkan anak dalam jangka waktu yang panjang/lama, atau hal ini dapat merupakan hasil peningakatan pengendalian orang tua. Semua hal diatas menimbulkan konsekwensi, anak akan mengalami keterlambatan dalam pematangan social dan aturan-aturan social. Anak menjadi merasa tidak berdaya, malu, cemas dan memiliki perasaan sebagai seorang yang berada dibawah. Karena berlebihan dalam hal ini, orang tua menjadi cemas tentang kesehatan anaknya, maka dokter gigi harus memberikan waktu yang lebih untuk menjelaskan tentang hal-hal yang berhubungan denga perawatan gigi. Berkurangnya kecemasan pada orang tua akan berpengaruh pula dalam mengurangi kecemasan anak.
• Orang tua yang otoriter(6)
Orang tua seperti ini biasanya mempunyai pandangan bahwa apa uang telah ditetapkan atau diputuskan, itulah yang terbaik buat anaknya. Anak denga orang tua seperti ini cenderung patuh, bertingkah laku baik, ramah dan sopan. Pada waktu perawatan anak dapat menjadi kooperatif atau cenderung kooperatif, meskipun demikian dokter gigi seharusnya tidak menambah kecemasan yang mungkin dialami anak tersebut. Pada keadaan ini dokter gigi harus mengingatkan kepada orang tua anak untuk bersikap netral dan tidak menujukkan sikap otoriternya.
• Orang tua yang lalai(6)
Orang tua tipe ini mungkin akan terlihat pada waktu kunjungan pertama anaknya ke dokter gigi. Biasanya akan tampak pada perjanjian kunjungan berikutnya, dimana anak tersebut tidak kembali untuk perawatan selanjutnya. Disini terlihat bahwa orang tua sedikit lalai untuk membawa anaknya kembali ke dokter gigi. Hal lain yaitu berupa motivasi-motivasi dan penyuluhan yang disampaikan oleh dokter gigi tidak dijalankan dengan baik, juga termasuk instruksi-instruksi yang disampaikan olehnya. Hal ini mungkin dikarenakan adanya kesibukan orang tua, yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap kesehatan gigi anaknya.
• Kecemasan pada ibu(6)
Tingkat kecemasan ibu akan sangat berpengaruh pada munculnya kecemasan pada anak. Jika tingkat kecemasan anak tinggi, maka kemungkinan akan muncul tingkah laku yang negatif.
Kecemasan pada ibu pada saat anaknya akan mendapatkan perawatan umumnya muncul pada anak saat anak berumur 36-47 bulan dan kecemasan berkurang bersamaan dengan bertambahnya umur.
Seorang anak dapat membaca bahasa tubuh ibunya pada saat ibu tersebut berada dalam tahap kecemasan.
Ketakutan tersebut hanyalah suatu proteksi dan keamanan, namun tidak dapat memberikan kebutuhan akan kenyamanan, malah akan membuat anak menjadi cemas. Ada beberapa cara untuk mengatasi masalah ini. Salah satu cara yang berhasil mengubah kebiasaan dan dampak dari kecemasan pada ibu yaitu dengan mengirimkan surat sebelum pertemuan yang berisikan penjelasan mengenai hal yang akan ditemui pada saat kunjungan pertama. Cara lain adalah berbicara dengan ibu walapun tanpa diketahui oleh anak yang berada di ruang tunggu, dan bicarakan pada ibu tersebut tentang keadaannya. Dengan berbicara kepada ibu tersebut, tentang kunjungan ke dokter gigi, kecemasannya dapat dikurangi. Jika anak kemudian dapat melihat bahwa kekhawatiran ibunya berkurang, maka kecemasan pada anak tersebut juga akan berkurang dibandingkan sebelum ibunya diberi penjelasan di awal kunjungan.
e. Saudara Kandung
Hubungan saudara dibutuhkan tidak untuk member efek negatif. Saudara yang lebih muda sewaktu-waktu dapat diperkenankan untuk mengamati saudaranya yang lebih muda yang menunjukkan sikap kooperatif pada saat dilakukan perawtan di ruang praktek. Pada kunjungan ini dilakukan prosedur yang sederhana seperti pengambilan foto radiografi dan penanganan oral propilaxis (pencegahan). (6)
Melihat pengalaman kakaknya dalam menerima perawatan gigi, akan membuat si adik menerima perawatan pada saat gilirannya untuk berkunjung ke dokter gigi.(6)
f. Status Sosial Ekonomi
Latar belakang sosial akan mempengaruhi seorang anak dalam menerima perawatan gigi. Setiap subkultur memiliki karakteristik masing-masing yang berisikan nilai dan prinsip. Sebagian orang tua menekankan kedisiplinan yang lebih dibandingkan orang tua yang lainnya. (6)
Latar belakang ekonomi merupakan hal penting lainnya yang juga harus disadari. Seorang ibu yang berasal dari kelas menengah, dalam menerapkan kedisiplinan menggunakan cara yang lebih umum dan sedikit kedisiplinan fisik. Sedangkan orang tua kelas bawah, menggunakan hukuman fisik dalam menerapkan kedisiplinan. Hal ini jelas, bahwa anak dengan latar belakang di atas menunjukkan dapat disiplin dan diatur yang biasanya terbukti pada tingkat kesulitan yang kecil saat perawatan dilakukan. (6)
Dari pengalaman yang ada, anak yang berada pada status ekonomi rendah, biasanya kurang memperhatikan OH (Oral Hygine) dan kurang peduli dengan rencana perawatan, tetapi akan mudah diarahkan, sedangkan anak yang berada pada status ekonomi tinggi akan lebih memperhatikan OH namun manja dan sukar diatur. (6)
g. Lingkungan Klinik Gigi
Lingkungan atau situasi klinik gigi termasuk keadaan ruang tunggu, ruang perawatan, maupun dokter gigi beserta asisten juga dapat mempengaruhi tingkah laku anak dalam klinik gigi. (6)
Ruang tunggu yang terpisah dari ruang perawatan dengan gambar-gambar yang cerah dan lucu akan memberikan pengaruh yang lebih baik karena anak yang berada di ruang tunggu tidak terlalu mendengar suara-suara dari dalam ruang perawatan, seperti suara air jet atauapun tangisan dari anak yang sedang dirawat, sehingga anak-anak yang berada di ruang tunggu tidak menjadi takut dan cemas yang akhirnya akan menimbulkan sikap yang kooperatif.
Sikap dokter gigi dan asistennya juga dapat memberikan pengaruh terhadap sikap anak selama kunjungannya ke dokter gigi. Senyuman dan tatapan ramah dari dokter gigi akan memberikan rasa aman pada diri anak. (6)



II.3. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Rasa Tidak Nyaman Di Klinik
a. Factor Instrinsik
b. Factor Ekstrinsik
II.4. Peranan Dokter Gigi Dalam Menangani Tingkah Laku Anak Di Klinik

II.5.Penanganan Praperawatan
Ahli psikologi mempergunakan istilah pembentukan tingkah laku untuk menunjukkan proses memodifikasi tingkah laku pasien ke arah ideal. Bagian utama dari pembentukan tingkah laku adalah mendefinisikan suatu seri langkah-langkah pada jalur menuju tingkah laku yang diinginkan, dan kemudian maju langkah demi langkah ke tujuannya. Dalam hubungannya dengan kedokteran gigi, ini dapat dikatakan bahwa tingkah laku ideal ditunjukkan oleh pasien yang menjaga kebersihan mulutnya dengan sangat baik, melatih pengaturan diet, dan santai serta kooperatif selama perawatan operatif. Adalah tidak realistis untuk mengharapkan setiap pasien menunjukkan macam tingkah laku ini pada kunjungan pertama; tetapi menganggap sebagai tingkah laku yang tidak dapat dirubah pada diri mereka yang belum mempunyai tingkah laku ideal juga salah, atau hanya mengharapkan akan menjadi baik di kemudian hari. Tindakan yang benar adalah merencanakan perawatan sedemikian sehingga tingkah laku anak perlahan-lahan meningkat pada tingkat yang diinginkan. Hanya dengan begitulah tujuan yang mendasar dari kedokteran gigi untuk anak dapat dipenuhi, yaitu memodifikasi sikap dan tingkah laku ke arah positif, selain melaksanakan setiap perawatan yang diperlukan. 2
Pada perawatan gigi operatif, pembentukan tingkah laku didasarkan pada prosedur rencana perawatan pendahuluan yang diinginkan, Sehingga anak perlahan-lahan dilatih untuk menerima perawatan dalam keadaan santai dan kooperatif. Langkah-langkah yang dapat merupakan perawatan pendahuluan pada rata-rata anak usia sekolah adalah 2:
1. Pemeriksaan dan profilaksis.
2. Fissure sealant atau penggunaa flour topikal.
3. Restorasi oklusal yang kecil pada gigi susu tanpa anestesi lokal.
4. Anestesi infiltrasi dan restorasi.
5. Blok pada saraf gigi bawah dan restorasi.
Waktu yang diperlukan pada tiap langkah tergantung pada tingkah laku anak. Jadi beberapa anak mungkin memerlukan beberapa kunjungan singkat pada langkah-langkah awal sebelum menjadi lebih lanjut, sedang yang lain dapat sampai pada langkah 5 dalam satu atau dua kunjungan. Tentu saja, pada beberapa anak dapat dilakukan langkah 5 pada kunjungan pertama, tetapi ini tidak bisa dianggap praktek yang baik walaupun anak dapat menerima perawatan, pendekatan demikian itu berlawanan dengan prinsip-prinsip pembentukan tingkah laku dan kemungkinan keberhasilannya kurang. 2
Untuk anak kecil yang sangat takut, dapat direncanakan langkah-langkah berikut (Hill dan O’Mullane, 1976) 2:
1. Anak menyikat gigi-giginya dengan sikat giginya sendiri pada tempat cuci.
2. Ibu, dan kemudian dokter gigi, menggosok gigi-gigi anak dengan sikatnya sendiri pada tempat cuci.
3. Anak duduk pada kursi perawatan gigi, dilakukan pemeriksaan dan pemakaian brush profilaksis dengan handpiece berkecepatan rendah.
4. Lanjutkan sebagaimana anak normal.
Pendekatan bertahap dalam pembentukan tingkah laku ini dapat menunda kemajuan perawatan, tetapi bila kerja sama yang penuh dari anak dapat diperoleh, penundaan ini tentu lebih bermanfaat karena waktu yang dilewatkan tersebut dapat dianggap sebagai investasi yang nyata. 2

a. Informasi kesehatan gigi dengan gambar

Siapa yang tak senang melihat anaknya tersenyum manis dengan gigi yang putih, bersih dan sehat? Dan orang tua mana yang tahan melihat anaknya menangis kesakitan karena giginya berlubang? Perawatan gigi dan mulut pada masa balita dan anak sangat menentukan kesehatan gigi dan mulut mereka pada tingkatan usia selanjutnya. Beberapa penyakit gigi dan mulut bisa mereka alami bila perawatan tidak dilakukan dengan baik. Diantaranya karies (lubang pada permukaan gigi), ginggivitis (peradangan gusi), dan sariawan. Mencegah kerusakan gigi lebih penting daripada terpaksa berobat ke dokter gigi setelah gigi rusak atau berlubang. Tindakan pencegahan merupakan hal yang terbaik, selain tidak merasakan sakit, seseorangpun tidak perlu mengeluarkan uang dalam jumlah banyak untuk mengobati sakit giginya.3

Untuk menjaga kesehatan gigi pada bayi dan anak-anak, ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh orang tua, yaitu3:
- Siapkan makanan kaya kalsium (ikan & susu), fluor (teh, sayuran hijau), fosfor, serta vitamin A (wortel), vitamin C (buah-buahan), vitamin D (susu), dan vitamin E (kecambah). Mineral dan vitamin tersebut diperlukan untuk pertumbuhan gigi mereka.
- Kurangi konsumsi makanan manis dan mudah melekat pada gigi, seperti permen atau coklat. Gula pada makanan manis bisa merusak gigi anak, tetapi jangan lantas melarang sama sekali untuk makan makanan manis, karena dapat menimbulkan dampak psikis. Untuk menjaga kebersihan giginya, biasakan mereka berkumur-kumur setelah makan makanan manis tersebut.
- Ajari anak menggosok gigi secara teratur dan benar, minimal 2 kali sehari, pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur. Lebih baik lagi bila dilakukan setiap usai makan. Untuk bayi usia 6-11 bulan, setelah habis menyusu atau makan dibersihkan giginya dengan kapas atau kain kasa steril yang dibasahi air, diusapkan pelan-pelan ke setiap permukaan gigi. Pada anak usia 1-2 tahun mulai diperkenalkan dengan sikat gigi, untuk tahap pengenalan lebih baik tidak memakai pasta gigi, karena tidak semua anak bisa merasa nyaman dengan rasa pasta gigi, pasta gigi bisa-bisa dirasa aneh oleh anak. Jadi, cukup gunakan sikat gigi dibasahi air hangat matang saja. Kemudian anak dilatih memegang sikat gigi dan belajar menggosokannya secara perlahan ke setiap permukaan giginya. Setelah berjalan beberapa minggu dan anak sudah terbiasa menggosok gigi, boleh diberi sedikit demi sedikit pasta gigi khusus anak.
- Upayakan untuk memperkenalkan anak secara dini mengunjungi dokter gigi sejak usia 1 tahun. Hal ini akan bermanfaat dalam membiasakan dan mengatasi rasa asing atau takut pada dokter gigi. Selain itu, hal ini juga penting agar dokter mengetahui sejak dini mengenai gangguan gigi apa saja yang bisa dialami anak tersebut. Selanjutnya ajaklah anak untuk memeriksakan kesehatan giginya secara rutin 6 bulan sekali. Terutama untuk anak-anak usia 6-11 tahun penting untuk memeriksakan kesehatan gigi dan mulutnya secara rutin, karena gigi mereka mengalami pergantian dari gigi susu ke gigi tetap.
- Apabila anak mengeluh sakit giginya, berilah air garam untuk berkumur-kumur, kemudian segeralah bawa ke dokter gigi, karena kalau dibiarkan terlalu lama, akan menimbulkan penyakit gigi yang berlanjut, yang lebih parah.
Anak adalah pribadi yang unik, ia bukanlah seorang dewasa yang bertubuh kecil. Namun ia adalah sosok pribadi yang berada dalam masa pertumbuhan baik secara fisik, mental dan intelektual. 4
Mereka mengalami berbagai fase dalam perkembangannya,dimana pada usia 2 sampai 5 tahun merupakan fase yang paling aktif, terutama pada perkembangan otak anak, oleh karena itu periode tersebut dikenal sebagai masa keemasan anak atau golden age. 4
Dalam memberikan pendidikan kesehatan fisik pada anak seringkali orang tua dan guru hanya membatasi pada kesehatan tubuh saja. Pendidikan kesehatan gigi (Dental Health Education) seringkali menjadi topik yang kurang mendapat perhatian baik dirumah maupun sekolah. 4
Ada beberapa alasan mengapa seringkali orangtua kurang memperhatikan kebersihan dan kesehatan gigi anak. Alasan yang paling banyak ditemukan adalah masih banyak orangtua yang beranggapan bahwa gigi pada anak adalah gigi susu ,jadi tidak usah dirawat karena nanti juga akan berganti dengan gigi tetap. Padahal sebenarnya justru pada masa gigi susu itulah anak harus mulai dajarkan untuk menjaga kebersihan dan kesehatan giginya. Karena alasan berikut 4:
1. Pada masa gigi susu, sedang terjadi pembentukan gigi tetap didalam tulang. Sehingga jika ada kerusakan gigi susu yang parah dapat mengganggu proses pembentukan gigi tetapnya. Hal ini dapat mengakibatkan gigi tetapnya tumbuh dengan tidak normal.
2. Mulut adalah pintu utama masuknya makanan ke dalam perut. Mulut adalah lokasi pertama yang dilalui makanan dalam proses pencernaan. Jika terjadi gangguan pada mulut maka akan mengganggu kelancaran proses pencernaan.
3. Infeksi yang terjadi pada gigi dan mulut dapat mempengaruhi kesehatan organ di dalam tubuh seperti jantung, paru-paru, ginjal, dll. Karena infeksi dalam mulut dapat menyebar ke dalam organ-organ tersebut yang disebut dengan fokal infeksi.
4. Infeksi gigi dan mulut yang diderita anak akan membuat anak menjadi malas beraktivitas dan akan mengganggu proses belajar mereka.
Melihat alasan-alasan tersebut, maka saat ini beberapa sekolah tertentu gencar memberikan pendidikan kesehatan gigi bagi siswa mereka. Bahkan ada sekolah yang menjadikan pendidikan kesehatan gigi bersama dengan pendidikan kesehatan umum sebagai bagian dari kurikulum sekolah. 4

b. Kontrol Kesehatan Gigi
Bagi para orangtua di rumah pendidikan kesehatan gigi sudah harus dimulai sejak gigi pertama ada dalam mulut anak.Bagaimana caranya?Yaitu dengan selalu membersihkan gigi anak setiap selesai minum susu atau selesai makan. Tidak perlu menggunakan sikat gigi, namun bisa dilakukan dengan menggunakan kain kasa lembut yang dibasahi dengan air hangat. Sepertinya hanya sebuah perlakuan yang biasa saja, namun sesungguhnya hal itu memberikan sebuah pengalaman baru yang luar biasa pada anak. Ketika ibu membersihkan gigi dengan kain lembut yang dibasahi air hangat, anak merasa bahwa kegiatan membersihkan gigi adalah kegiatan yang menyenangkan dan itu akan terekam dalam memori anak.Dampaknya, ketika anak akan diperkenalkan dengan sikat gigi pada usia 1 tahun tidak akan ada lagi keluhan anak tidak mau menyikat gigi karena takut melihat sikat gigi yang akan dimasukkan dalam mulut mereka. 4
Ketika anak berusia dua tahun, jumlah gigi dalam mulut sudah lengkap dua puluh buah. Mulailah anak diajarkan menyikat gigi sendiri dan orangtua tetap mengawasi. Saat mereka sudah bisa berkumur, boleh ditambah dengan pasta gigi. Ajaklah anak untuk biasa mengkonsumsi sayur atau buah dan kontrol makanan manis yang mereka konsumsi. Bukan tidak boleh anak memakan makanan yang manis karena itu makanan kesukaan mereka. Hanya orang tua perlu mengontrol banyaknya atau macam dari makanan manis yang mereka makan. 4
Usia dua tahun merupakan usia yang pas bagi anak untuk belajar mengenal dokter gigi. Ajaklah anak ke klinik gigi untuk memeriksa gigi mereka walaupun belum ada keluhan. Karena bisa saja sudah terjadi lubang kecil pada gigi anak yang tidak dirasakan mereka namun sudah harus dilakukan penanganan oleh dokter gigi. 4
Jadikanlah pendidikan kesehatan gigi sebagai sebuah pengalaman yang menyenangkan bagi anak. Karena dengan demikian kita sebagai orangtua tidak akan berteriak-teriak lagi menyuruh anak menyikat gigi saat mandi pagi dan Insya Allah kita tidak akan mengalami bangun tengah malam karena anak menangis karena giginya sakit. Dan yang lebih penting lagi proses tumbuh kembang anak tidak terganggu akibat anak sakit gigi. 4
Kerusakan gigi pada anak (usia 6-11) dan remaja (12-19) 5 kali lipat lebih banyak dibadingkan kasus asma dan 7 kali lebih banyak dibandingkan kasus demam. 5
Hal ini disebabkan oleh orangtua yang tidak menerapkan perawatan gigi yang baik sejak kecil. Bagaimana perawatan yang tepat? Berikut beberapa langkah sederhana yang bisa menjadi panduan Anda. 5

Mulai perawatan sejak dini.
Berdasarkan anjuran American Academy of Pediatrics dan the American Academy of Pediatric Dentistry, anak Anda sebaiknya sudah diperiksakan ke dokter gigi saat memasuki usia satu tahun. 5
Pencegahan dini ini, menurut laporan Centers for Disease Control and Prevention, akan menghemat pengeluaran uang dalam jangka panjang. Laporan dari lembaga ini menyebutkan, biaya perawatan gigi selama kisaran waktu 5 tahun sebanyak 40% lebih rendah pada anak yang telah melakukan pemeriksaan di usia 1 tahun dibandingkan mereka yang tidak. 5

Ajarkan kebiasaan menggosok gigi dan flossing.
Selain memeriksakan dini, menggosok gigi sejak usia awal juga merupakan hal yang sangat penting. Kapan harus mulai menggosok gigi anak? “Jika bayi Anda sudah mempunyai satu gigi saja, sudah saatnya mulai menggosok gigi,” tutur Largent, seperti dikutip situs webmd. Jika hanya satu, Anda bisa menggunakan kain kasa. 5
Kebiasaan menyikat, terang Largent, sudah bisa dimulai bahkan saat anak belum memiliki gigi. Anda bisa menggosok gusi anak secara lembut dengan menggunakan air dan sikat gigi bayi yang halus, atau membersihkan gusi dengan kain kasa yang dibasahi. 5
Saat menggosok gigi ini, jangan lupa pula untuk membersihkan permukaan lidah. Tempat ini juga merupakan tempat bersarangnya kuman karena tumbukan lemak-lemak susu yang menebal. Percuma jika gigi bersih namun lidah tetap kotor. Kuman yang ada di lidah juga bisamempengaruhi kerusakan gigi. 5
Bagaimana dengan flossing? Menurut Largent, flossing sudah bisa dimulai saat bayi sudah memiliki dua gigi yang saling berdampingan.”Berkonsultasilah dengan dokter mengenai teknik flossing dan jadwal yang tepat. 5
Selain itu, berkonsultasilah dengan dokter mengenai kapan anak bisa mulai menggunakan mouthwash.”Saya menyarankan orangtua menunggu hingga anak sudah bisa memuntahkan kembali mouthwash,” terang Mary Hayes, seorang dokter gigi dari Chicago. 5
Kapan anak seharusnya mulai bisa bertanggung jawab menggosok giginya sendiri? Idealnya, saat anak sudah mulai bisa mandi sendiri dan belajar bertanggung jawab pada kebersihan tubuhnya. Selama proses mandi sendiri, lengkap dengan sikat gigi, Anda sebaiknya tetap mengawasi tingkat kebersihannya. Beritahu mana yang masih kurang bersih \dan mana yang perlu diperhatikan, sebab kebiasaan ini nantinya akan terbawa hingga dewasa. 5

Dalam menggosok gigi, ada 3 faktor yang harus diperhatikan, yaitu3:
1. Pemilihan sikat gigi:
Untuk anak pilih sikat gigi yang kecil baik tangkai maupun kepala sikatnya, sehingga mudah dipegang dan tidak merusak gusi. Bulu sikat jangan terlalu keras / terlalu lembut terlalu jarang. Pilih yang bulu sikatnya lembut tapi cukup kuat untuk melepas kotoran di gigi. Ujung kepala sikat menyempit hingga mudah menjangkau seluruh bagian mulutnya yang relatif mungil Ujung sikat gigi dan ujung bulu sikat sedekat mungkin, bila tidak ujung sikat gigi sudah mentok ke bagian belakang tapi bulu sikat tidak kena gigi, jadi ada bagian gigi yang tidak tersikat. Ini biasanya pada gigi geraham bungsu.
2. Cara/gerakan sikat gigi:
Pangkulah anak di depan sebuah cermin, dengan posisi membelakangi kita. Dengan begitu anak akan melihat sendiri giginya yang semula kuning setelah disikat jadi lebih putih. Sikatlah gigi pada permukaan luar dan permukaan dalam gigi, lakukan gerakan vertikal dan searah dari bagian gusi ke arah permukaan gigi (lihat gambar. 1 dan gambar. 3). Untuk rahang atas gerakan sikat dari atas ke bawah, untuk rahang bawah dari bawah ke atas. Sedangkan untuk bagian permukaan kunyah, baik gigi atas maupun bawah, teknik penyikatannya adalah gigi disikat dengan gerakan horisontal dari gigi-gigi belakang ke arah gigi depan (menarik sikat ke arah luar mulut, lihat gambar. 2 atas). Kalau teknik ini dilakukan dengan benar, hasilnya bisa lebih maksimal sementara kesehatan gusi pun tetap terjaga. Setiap permukaan gigi disikat dengan teliti, tidak usah terlalu keras, tapi mantap. Gusi harus tersikat agar sisa-sisa makanan lunak yang ada di leher gigi hilang dan selain itu juga berfungsi untuk melakukan massage (pijatan) pada gusi, sehingga gusi sehat, kenyal dan tidak mudah berdarah. Jangan lupa, permukaan lidah juga perlu disikat pelan-pelan, karena permukaan lidah itu tidak rata sehingga mudah terselip sisa-sisa makanan (lihat gambar.2 bawah).

3. Frekuensi sikat gigi:
Minimal 2 kali sehari, pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur. Idealnya sikat gigi setiap habis makan, tapi yang paling penting malam hari sebelum tidur. Sebaiknya sikat gigi dengan pasta gigi yang mengandung fluor yang dapat menguatkan email. Untuk anak-anak berikan pasta gigi dengan rasa buah, sehingga anak gemar menggosok gigi.
Pada anak usia balita memerlukan peranan orang tua untuk membantu proses pembelajaran menggosok gigi secara rutin dan benar, karena dengan bimbingan dan penanaman kebiasaan menggosok gigi, akan bermanfaat untuk menjaga kesehatan giginya yang putih bak mutiara. Dibutuhkan kesabaran orang tua dalam proses pembelajaran ini, kadang mula-mula anak menutup rapat mulutnya setiap kali giginya mau dibersihkan. Penolakan ini wajar karena anak mengira dirinya akan disakiti. Langkah inovatif diperlukan ketika menggosok gigi si anak. Ajak si kecil melihat kakak, ayah, atau ibunya menggosok gigi. Dengan begitu anak akan melihat langsung contoh/model bagaimana cara menggosok gigi. Selain itu sikat gigi juga bisa dilakukan sambil bermain, tak perlu selalu di kamar mandi. Misalnya sambil bercermin, atau sambil menari-nari dan bernyanyi gembira. Buat acara menggosok gigi menjadi menyenangkan sehingga mereka menikmatinya dan tidak malas melakukannya. Jadikan acara sikat gigi sebagai salah satu kebutuhan yang harus dilakukan minimal dua kali sehari. Selagi membangun kebiasaan ini, sampaikan pengertian kepada anak mengenai manfaat menyikat gigi, paling konkret adalah gigi jadi bersih, putih dan sehat. 3

Hindari kerusakan gigi akibat botol susu.
Jangan pernah biarkan bayi Anda tertidur dengan botol susu, formula atau jus yang masih menempel di bibir. Hal ini, menurut Largent, bisa merusak gigi anak. Cairan bergula dari botol akan menempel di gigi, menyediakan makanan bagi bakteri sehingga tetap bisa bertahan di mulut. Bakteri ini akan menghasilkan asam yang bisa memicu kerusakan gigi. Jika dibiarkan tanpa perawatan, penyakit gigi juga bisa mengganggu proses pertumbuhan dan pembelajaran anak, serta bisa mengganggu kemampuan bicara. 5
Berdasarkan panduan American Academy of Pediatrics, jika anak hanya mau tidur dengan botol di mulut, pastikan botol tersebut hanya berisi air putih. 5

Kontrol kebiasaan minum jus.
Bukan hanya botol susu yang mengganggu kesehatan gigi anak tetapi juga jus dalam gelas yang biasa digunakan orangtua saat anak mulai mengalami peralihan dari botol ke gelas. Anak-anak, terang Largent, seringkali dibiarkan minum jus dan minuman bergula lainnya sepanjang hari. Hal ini bisa merusak bagian belakang gigi depan.”Khususnya jika minuman tersebut bergula.” 5
Menurut American Academy of Pediatrics, konsumsi jus berkaitan dengan obesitas pada anak dan penyebab kerusakan gigi. Sebagai langkah pencegahan, organisasi ini menganjurkan orangtua agar membatasi asupan jus buah tidak lebih dari 4 ons sehari. Minuman dan makanan bergula sebaiknya dibatasi hanya pada saat makan saja. 5

c. Melihat perawatan gigi di klinik

The American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD) dan American Dental Association (ADA) merekomendasikan bahwa seorang anak sebaiknya melakukan kunjungan pertamanya ke dokter gigi tidak lebih dari usia 12 bulan ataupun ketika gigi pertama anak sudah erupsi yaitu sekitar usia 6 bulan, walaupun mungkin tidak ada kelainan atau penyakit sama sekali di dalam rongga mulut anak.6
Tujuan dari rekomendasi ini adalah untuk mendeteksi dan mengendalikan berbagai kondisi patologi yang ada dalam rongga mulut, terutama penyakit gigi yaitu karies atau lubang gigi. Selain itu, rekomendasi ini juga merupakan usaha pemberian pendidikan preventif (pencegahan) dan dasar perawatan gigi anak untuk mendapatkan kesehatan mulut yang optimal. 6
Kunjungan dini ini juga akan memperkenalkan anak dengan lingkungan dokter gigi sehingga akan membantu anak untuk beradaptasi, dan lebih mudah bekerja sama dengan perawatan gigi nantinya. 6
Ada beberapa hal yang dilakukan dokter gigi pada kunjungan pertama anak untuk melakukan pemeriksaan gigi6:
1. Review riwayat penyakit anak.
2. Memberikan respon terhadap pertanyaan dari orang tua atau pengasuh anak.
3. Diskusi mengenai:
• Cara merawat kesehatan rongga mulut anak.
• Penggunaan fluoride yang tepat untuk anak.
• Pengenalan bad oral habit, seperti menghisap jari.
• Apa saja yang diharapkan terjadi di dalam rongga mulut anak selama anak mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan ke depannya.
• Hubungan antara diet dengan kesehatan rongga mulut.
4. Demonstrasikan cara membersihkan rongga mulut anak dan beri kesempatan pada orang tua atau pengasuh untuk mempraktekannya.
5. Memberikan aplikasi topikal fluor apabila anak memiliki resiko tinggi mengalami karies.
6. Memberikan anjuran kapan kunjungan berikutnya.

Biasanya pemeriksaan gigi pada bayi dan balita tidak dilakukan di kursi gigi, melainkan dilakukan di atas pangkuan orang tua dan dokter gigi (lihat gambar). Bagi Anda yang memiliki anak yang sudah agak besar dan sudah bisa berkomunikasi dengan orang lain, berikut ini adalah beberapa tips agar kunjungan ke dokter gigi berhasil6:
1. Jangan ajak anak Anda ketika melakukan perawatan skeling untuk membersihkan karang gigi. Sebagian anak takut apabila melihat darah.
2. Jangan katakan perawatan gigi tidak sakit. Katakan saja kepada anak, bahwa gigi Anda terasa lebih enak dan nyaman setelah dilakukan perawatan.
3. Apabila anak Anda menanyakan Anda bagaimana cara gigi ditambal, katakan bahwa Anda tidak mengerti. Hanya dokter gigi Anda yang tahu caranya. Biasanya dokter gigi akan menceritakan proses penambalan gigi kepada anak dengan bahasa yang menarik sehingga anak tidak merasa takut.
4. Apabila Anda diizinkan menemani anak Anda untuk melakukan perawatan gigi, bersikaplah pasif. Biarkan dokter gigi Anda menciptakan hubungan yang baik dan memperoleh rasa percaya dari anak.
5. Jangan pernah jadikan kunjungan ke dokter gigi sebagai suatu hukuman atau suatu hal yang menakutkan. Misalnya apabila anak suka makan permen, jangan pernah takuti bahwa giginya akan disuntik oleh dokter gigi.
Kunjungan pertama ke dokter gigi dapat Anda lakukan di Balai Pengobatan Gigi di Puskesmas ataupun apabila Anda memiliki anggaran dana lebih dapat dilakukan di klinik dokter gigi spesialis kesehatan gigi anak (Sp. KGA). 6





DAFTAR PUSTAKA

1. Siska Damayanti Heryaman. Pentingnya Kesehatan Gigi dan Mulut Anak. Available at : http://shop.pdgi-online.com/ Accessed on 01 oktober 2009
2. Andlaw RJ, Rock WP. Perawatan Gigi Anak. Penerbit;Widya Medika. P 15-19.

3. Ririn Fitriana, drg. Perawatan Kesehatan Gigi Anak. Available at: http://kharisma.de/d/?q=node/288 Accessed on 01 oktober 2009

4. Tanti Ardiyanti. Melatih anak menjaga kebersihan dan kesehatan gigi sejak usia dini. Available at: http://www.pdgi-online.com/ap/card/ Accessed on 01 oktober 2009

5. Manfaat Kesehatan Gigi Buat Anak. Available at: http://berita21.com/2009/09/15/manfaat-kesehatan-gigi-buat-anak/ Accessed on 01 oktober 2009

6. Kunjungan Pertama Ke Dokter Gigi (First Dental Visit). Available at: http://gigisehatbadansehat.blogspot.com/2009/09/kunjungan-pertama-ke-dokter-gigi-first.html. Accessed on 01 oktober 2009














II.6. Situasi Lingkungan Klinik
II.1. DESAIN RUANGAN PERAWATAN PASIEN UMUM
Mesin bor, tang pencabut gigi, alat suntik, jerit kesakitan, pendarahan, dan sebagainya bagi sebagian besar anak sudah telanjur menjadi unsur yang menempel erat pada sosok menyeramkan seorang dokter gigi, sebelum mereka benar-benar pernah menjumpainya.
Bagi kebanyakan orang, sikat gigi dan minum obat sakit gigi apabila sakitnya mulai terasa itus udah cukup untuk merawat kesehatan gigi. Tapi anggapan seperti itu kurang tepat untuk diterapkan. Hal ini disebabkan karena penyebab penyakit gigi itu bukan hanya satu macam. Tapi ada bermacam macam penyebab sakitnya gigi. Terutama bagi anak-anak yang amat sulit dipisahkan dengan permen dan coklat, padahal gigi di usia dini sangat menentukan keadaan gigi kelak jika nanti sudah dewasa. Oleh karena itu, sangat diperlukan adanya perawatan lebih dan kontrol kesehatan gigi sejak dini. Misalnya ke Puskesmas, Rumah sakit, dan Klinik gigi.
Namun alangkah sangat disayangkan, karena sebuah klinik gigi telah dianggap adalah tempat yang menakutkan oleh sebagian besar anak. Hal ini menjadi kendala utama bagi seorang anak untuk mengontrolkan dan memeriksakan kesehatan giginya secara rutin ke seebuah klinik kesehatan gigi.
Pemahaman bahwa klinik gigi itu adalah tempat yang menakutkan bagi sebagian besar anak adalah pekerjaan rumah bagi para pemilik klinik kesehatan gigi. Seorang pemilik klinik, harus memiliki inovasi tentang bagaimana membuat pengunjung klinik merasa nyaman atau bahkan merasa ketagihan untuk memeriksakan kesehatan gigi ke klinik secara rutin dan teratur sesuai yang dianjurkan. Sehingga secara tidak langsung kesan buruk seorang anak tentang sebuah klinik gigi itu lebur dan malah berbalik menjadi tempat yang menyenangkan untuk dikunjungi. Hal tersebut juga membawa pengaruh besar pada masyarakat sekitar klinik agar menyadari pentingnya mengontrol kesehatan gigi secara rutin.
Untuk mewujudkan hal tersebut, maka pemilik klinik gigi harus memperhatikan dan mengembangkan beberapa hal.
1. PENATAAN RUANGAN
Dalam penataan ruangan akan sangat tergantung dari rancangan bangunan tempat klinik berada. Hal ini sangat berpengaruh besar bagi kenyamanan pengunjung. Utamanya anak-anak dan remaja.
Tata ruang harus dapat memastikan adanya sirkulasi udara yang baik
Sistem pembuangan limbah yang terjamin keamanannya
Tata letak perlengkapan dan peralatan yang memungkinkan pergerakkan yang leluasa
Penggunaan dental unit, perlengkapan kantor seperti kursi dan meja yang ergonomis
Pengaturan area yang jelas antara area resepsionis, administrasi, ruang tunggu, ruang sterilisasi, ruang alat dan bahan serta ruang perawatan dan lain-lain. Hal ini harus dikembangkan guna menjamin kenyamanan dan keselamatan serta privacy dalam bekerja.
Setiap ruangan klinik hendaknya didesain sebagai ruangan yang dapat memberikan kenyamanan kerja, baik bagi operator maupun bagi pasien khususnya pasien anak, hal ini menyangkut tata warna, dekorasi dinding dan seterusnya tapi tetap disesuaikan dengan target pasien
2. SISTEM PENGELOLAAN PASIEN
Dalam mengelola pasien, perawat gigi harus mampu menempatkan diri sebagai dental asisten dan resepsionis yang mumpuni, seorang perawat gigi harus menguasai teknik-teknik berikut :
Berkomunikasi yang efektif pada waktu menerima dan menangani pasien.Utamanya pasien anak. Dalam hal ini kreatifitas sangat dipelukan.
Mencatat data pasien secara baik.
Mengatur sistem perjanjian dan penjadwalan pasien.
Memelihara hubungan baik dengan pasien / klien .
Memberikan kesan yang nyaman bagi pasien.
3. SISTEM KEUANGAN / PEMBIAYAAN
Perawat gigi mutlak harus menguasai keterampilan sebagai seorang kasir, bendahara, akuntan dan petugas asuransi. Teknik-teknik yang harus dikembangkan adalah :
Tariffing (penentuan tarif yang diperhitungkan secara cermat). Dapat mengkondisikan diri sebagai pesien.
Sistem asuransi dan klaim
Sistem pencatatan pemasukan dan pengeluaran keuangan yang akurat
4. SISTEM INFORMASI
Dewasa ini, sistem informasi sangat identik dengan sistem informasi berbasis komputer, ada banyak keuntungan dari tata cara pengelolaan data, informasi serta dokumen yang didukung oleh perlengkapan keras dan lunak komputer. Sistem informasi komputer di klinik gigi dapat berupa :
Software registrasi pasien
Software keuangan
Software pengelolaan alat, bahan dan barang
Software perjanjian pasien
Kesemua software itu bisa dibangun dalam sebuah sistem yang terintegrasi yang sangat membantu perawat gigi dalam bekerja secara cepat, akurat dan hemat.
5. SISTEM TATA HUBUNGAN KERJA DALAM ORGANISASI
Ada banyak yang dapat dilakukan oleh seorang perawat gigi dalam mengembangkan tata hubungan organisasi guna membangun klinik gigi yang efektif dan efisien, diantaranya adalah :
Selalu menjaga hubungan baik antar petugas (sejawat perawat gigi, dokter gigi, tenaga administrasi dan lain lain)
Selalu bersikap profesional dan menjaga etika di lingkungan kerja
Membangun sistem penjadwalan pekerjaan yang adil (fair)
Senantiasa mentaati peraturan yang berlaku
Memelihara kebersamaan dan saling tolong menolong antara sesama petugas baik lintas program maupun lintas sektor.
II.2. DESAIN RUANGAN KLINIK UNTUK PASIEN ANAK
Terkhusus untuk bentuk klinik bagi pasien anak harus didesain khusus agar bisa terlihat menarik dan membuat pasien anak merasa nyaman setiap mengunjungi klinik untuk mengontrol kesehatan giginya. Setiap penataan dalam setiap sudut ruangan mulai dari halaman sampai ruang periksa dokter.
1. RUANG TUNGGU
Ruang tunggu adalah kesan pertama yang akan dilihat dan akan menjadi icon sebuah klinik kesehatan gigi. Seorang pasien akan melihat puncak kecemasannya di ruang tunggu. Oleh karena itu, ruang tunggu harus betul-betul tertata rapi dan terlihat menarik. Terutama bagi pasien anak.
Gambar-gambar yang menarik dan tertata rapi serta kombinasi warna yang menarik akan membuat pasien, khususnya pasien anak merasa betah dan nyaman di ruang tunggu sebuah klinik. Gambar-gambar dan pamplet yang bisa berkesan menakuti, harus disingkirkan serta penataan alat-alat pemeriksaan gigi yang bias membuat seorang pasien menempati titik cemas harus tertata dengan baik dan menarik.

Ruang Tunggu (www.coralgablewomansclub.com)
Sebuah ruang tunggu harus terasa seperti rumah sendiri bagi seorang pasien anak. Itu akan membuat mereka terkesan bahwa mendatangi dan memeriksakan kesehatan giginya adalah hal yang biasa. Ruang tunggu juga bias diberi nuansa music yang bisa membuat seorang pasien anak merasa nyaman dan rileks. Oleh karena itu, sebuah ruang tunggu, sangat mempengaruhi keadaan psikologi mereka.
2. RUANG PERAWATAN
Ruang perawatan adalah ruangan inti yang harus didesain sedemikian rupa sehingga berkesan menarik dan tidak berkesan menakutkan bagi anak. Setiap sudut ruangan perawatan harus tertata dengan rapi. Desain ruangan perawatan untuk pemeriksaan pasien anak bisa ditata dengan desain tertentu. Misalnya seperti desain taman bermain anak, ruang luar angkasa, atau dipenuhi dengan gambar-gambar super hero yang mereka idolakan. Ini dimaksudkan agar mereka bisa merasa nyaman dan betah serta tidak di bebani dengan rasa takut.
Desain ruangan, letak peralatan, letak kursi, dan bisa juga dihiasi boneka atau hal-hal yang bisa menarik perhatian anak-anak. Contoh gambar ruangan yang efisien adalah seperti ini :

Salah satu yang bisa menarik perhatian anak adalah majalah anak-anak, atau bahkan baju praktek dokter yang bisa di desain khusus dengan model lucu untuk meghilangkan kesan menakutkan dari seorang anak terhadap seorang dokter gigi. Hal ini sangat mempengaruhi minat anak untuk berkunjung ke sebuah klinik gigi.

Gambar diatas adalah sebuah desain klinik gigi yang terlihat teratur, rapid an memberikan kesan yang menyenangkan mulai dari ruang tunggu sampai ruang perawatannya.


DAFTAR PUSTAKA
Febri. 2009. Mengembangkan Klinik Gigi Yang Efektif, http://pebrial.blogspot.com/2009/03/mengembangkan-klinik-gigi-yang-efektif.html, Diakses tanggal 3 Oktober 2009
Dahlan, Zaeni. 2008. Mengembangkan Klinik Gigi Yang Efektif Dan Efisien, http://zaenidahlan.wordpress.com/2008/07/20/mengembangkan-klinik-gigi-yang-efektif-dan-efisien-penutup/, Diakses tanggal 3 Oktober 2009
Suzy, Arlette PP DKK. 2008. Desain Ruang praktek Bagi pasien Anak, Fakultas, Kedokteran Gigi-Universitas Padjadjaran.



II.7. Komunikasi Dokter Gigi Dengan Pasien dan Orang Tua Pasien
II.8. Penanganan Kecemasan Dan Rasa Takut Anak
1. Pembentukan tingkah laku
Ahli psikologi menggunakan istilah pembentukan tingkah laku untuk menunjukkan proses memodifikasi tingkah laku pasien kea rah ideal. Bagian utama dari pembentukan tingkah laku adalah mendefinisikan suatu seri langkah-langkah pada jalur menuju tingkah laku yang diinginkan dan kemujian maju langkah demi langkah ke tujuannya. Dalam hubungannya dengan kedokteran gigi, ini dapat dikatakan bahwa tingkah laku ideal ditunjukkan oleh pasien yang menjaga kebersihan mulutnya dengan sangat baik, melatih pengaruh diet dan santai serta kooperatif selama perawatan operatif.5
Tindakan yang benar adalah merencakan perawatan sedemikian sehingga tingkah laku anak perlahan-lahan meningkat pada tingkat yang diinginkan. Hanya dengan begitulah tujuan yang mendasar dari kedokteran gigi untuk anak dapat dipenuhi, yaitu memodifikasi sikap dan tingkah laku kearah positif, selain melaksanakan setiap perawatan yang diperlukan.5
Pada perawatan gigi operatif, penbentukan tingkah laku didasarkan pada prosedur rencana perawatan pendahuluan yang diinginkan, sehingga anak perlahan-lahan dilatih untuk menerima perawatan dalam keadaan santai dan kooperatif. Langkah-langkah yang dapat merupakan perawatan pendahuluan pada rata-rata anak sekolah adalah5:
a. Pemerikasaan dan profilaksis.
b. Fisuure sealant atau penggunaan flour topikal.
c. Restorasi oklusal yang kecil pada gigi susu tanpa anestesi local.
d. Anestesi infiltrasi dan restorasi.
e. Blok pada saraf gigi bawah dan restorasi.

Waktu yang diperlukan pada tiap langkah tergantung pada tingkah laku anak. Jadi beberapa anak mungkin memerlukan beberapa kunjungan singkat pada langkah-langkah awal sebelum menjadi lebih lanjut. Sedang yang lain dapat sampai pada langkah terakhir dalam satu atau dua kunjungan. Tentu saja pada beberapa anak dapat dilakukan langkah terakhir pada kunjungan pertama, tetapi ini tidak bisa dianggap praktek yang baik, walaupun anak dapat menerima perawatan, pendekatan demikian itu berlawanan dengan prinsip-prinsip pembentukan tingkah laku dan kemungkinan berhasilnya kurang.5
Untuk anal kecil yang sangat takut, daoat direncanakan langkah-langkah berikut (Hill dan O’Mullane, 1976)5:
 Anak menyikat giginya dengan sikat giginya pada tempat cuci.
 Ibu dan kemudian dokter gigi, menggosok gigi anak dengan sikatnya sendiri pada tempat cuci.
 Anak duduk pada kursi perawatan gigi, dilakukan pemeriksaan dan pemakaian brush prokfilaksis dengan handpiece berkecepatan rendah.
 Lanjutkan sebagaimana anak normal.
Pendekatan bertahap dalam pembentukan tingkah laku ini dapat menunda kemajuan perawatan, tetapi bila kerja sama yang penuh dari anak dapat diperoleh, penundaan itu tentu lebih bermanfaat karena waktu yang dilewatkan tersebut dianggap sebagai investasi yang nyata.5
2. Tell-show do
Suatu metode yang popular sebagai salah satu cara memperkenalkan peralatan kedokteran gigi beserta prosedurnya kepada anak-anak. Fase tell mencakup penjelasan terhadap prosedur beserta alasan penggunaannya, dengan cara yang sesuai dengan usia anak. Fase show digunakan untuk mendemonstrasikan suatu prosedur sampai saat instrument digunakan. Fase do, dapat dimulai. Sepanjang prosedur ini dokter gigi berusaha membuat anak relaks, dan member pujian atas tingkah laku anak yag tepat dan kooperatif.1
Yang terutama pada TSD adalah menceritakan mengenai perawatan yang akan dilakukan memperlihatkan padanya beberapa bagian perawatan, bagaimana itu akan dikerjakan dan kemudian mengerjakannya. Teknik ini digunakan secara rutin dalam memperkenalkan anak pada perawatan profilaksis yang selalu dipilih sebagai prosedur operatif pertama. Jadi pada anak diceritakan bahwa gigi-giginya disikat, ditunjukkan sikat khusus tersebut dan bagaumana sikat berputar dalam handpiece, kemudian gigi-giginya disikat. Pada tahap TSD perlu ditambahakan pujian karena tingkaj laku yang baik selama perawatan awal ini harus segera diberi penguatan dan juga selama selanjutnya.5
Transisi dari sikat ke bur mudah dilakukan. Bur dapat diperkenalkan sebagai pembersi khusus yang membersihkan sudut-sudut kecil yang tidak bisa dijangkau sikat. Beberapa kompromi perlu dilakukan dalam menerapkan metode ini sampai pada penggunaan analgesia local. Kebanyakan dokter gigi menganggap bahwa jarum tidak perlu diperlihatkan karena kebanyaka anak (orang dewasa juga) takut terhadap jarum. Oleh sebab itu anak perlu diberitahu bahwa gigi-giginya akan dibuat tidur, perlihatkan bahan analgesic permukaan pada kapas dan setelah itu injeksi tanpa demonstrasi lebih lanjut.5
Untuk perawatan apapun yang dilakukan penting untuk mengikuti tahap-tahap TSD. Penjelasan tidak perlu panjang lebar, karena hal ini akan cenderung membingungkan anak dan mungkin membangkitkan kecemasan, penjelasan harus sederhana dan sambil lalu. Demikian pula demonstrasi harus diberikan dengan singkat dan sebenarnya sehingga perawatan yang sesungguhnya dapat dilakukan tanpa di tunda lagi.5

3. Dukungan Emosional
Meski kecemasan yang disertai dengan ketidakpastian dapat dikurangi dengan pemberian informasi, dokter gigi juga memberikan dukungan emosional ketika menjelaskan prosedur dan perawatan. Pesan yang terkandung disini adalah bahwa dokter gigi menyadari kecemasan akibat situasi yang ada dan berusaha menguranginya. Ini memberikan rasa aman dan percaya1.
4. Relaksasi
Ide yang mendasari penggunaan terapi ini adalah bahwa kecemasan berhubungan dengan tanda-tanda fisiologis tertentu -denyut jantung yang cepat,otot tegang dan berkeringat. Bila seorang pasien dapat diajarkan untuk mengendalikan timbulnya tanda-tanda tersebut, komponen penting dari kecemasan dapat dikurangi1.

5. Penguatan
Penguatan dapat diartikan sebagai pengukuhan pola tingkah laku, yang akan meningkatkan kemungkinan tingkah laku tersebut terjadi lagi dikemudian hari. Ahli psikologi yang menganut teori social perkembangan anak percaya bahwa tingkah laku anak merupakan pencerminan respon terhadap penghargaan dan hukuman dari lingkungannya, bentuk hadiah yang penting (merupakan factor motivasi yang sangat penting untuk perubahan tingkah laku) adalah kasih sayang dan pengakuan yang diperoleh dari orangtuanya dan kemudian dari sebayanya. Oleh karena itu, tingkah laku yang baik pada perawtan gigi, apakah itu menggosok giginya dengan baik atau bersikap kooperatif pada perawatan operatif, harus diberikan penghargaan oleh dokter gigi. Pengakuan ini diharapkan memperkuat tingkah laku yang baik dan meningkatkan kemungkinan akan diulangi lagi pada perawatan berikutnya, karena itu akan menjadi pola tingkah laku yang normal bagi anak pada situasi yang demikian.5
Penghargaan dokter gigi harus diperlihatkan sesering mungkin selama perawatan, apabila anak bereaksi positif pada perawatan. Biasanya pengakuan ini diberikan melalui kata-kata tetapi senyuman dan anggukan juga tepat. Kata-katanya sendiri tidak penting dan masing-masing dokter gigi mempunyai ungkapan kesukaannya sendiri misalnya dari yang sederhana ‘baik’, ‘baik sekali’, ‘hebat’ sampai ‘kamu adalah salah satu pasien saya yang terbaik’. Hal yang penting adalah bahwa tingkah laku anak yang baik harus diberi pengutan sesering mungkin.5
Penghargaan harus berhubungan erat dengan tindakan. Misalnya jika anak diminta membuka mulutnya lebar-lebar dan melakukannya dengan baik ia harus segera menerima pengakuan. Pengakuan yang hanya akan diberikan pada waktu akhir kunjungan, misalnya ‘kamu adalah anak yang baik’ tidak efektif lagi. Yang lebih buruk lagi adalah mengabaikan kerjasama anak yang baik selama perawatan, ini tidak saja menyianyiakan kesempatan yang baik untuk mengukuhkan tingkah laku tetapi dapat diartikan sebagai hukuma, mengulangi kemungkinan diulanginya tingkah laku tersebut.5
Bentuk penghargaan lain adalah hadiah dan ini dapat diberikan pada akhir perawatan sebagai penghargaan atas tingkah laku yang baik. Hadiah tidak boleh digunakan untuk menyogok anak. Banyak jenis hadiah yang sesuai misalnya buku-buku dan gambar-gambar.5
Perlu juga dihindari penguatan pada tingkah laku yang buruk. Jika seorang anak tidak mau bekerja sama sehingga rencana perawatan tidak bisa diselesaikan, hentikan perawatan dan kembalikan anak ke orangtua, karena bujukan malah akan mempengaruhi tingkah laku buruk tersebut. Lebih baik berssikap tidak mengacukan tingkah laku tersebut dan bertindak seolah-olah perawatan telah selesai (misalnya menaruh kapas sementara). Ada macam-macam hukuman yang dapat dipakai dokter gigi untuk tingkah laku buruk, yaitu misalnya tidak member pengakuan atau penghargaan. Dokter gigi tidak boleh mencemooh tingkah lakunya yang buruk atau memperlihatkan kemarahan, dokter gigi hanya dapat memperlihatkan kekecewaannya.5
Orang tua dalam ruang praktik, pada prosedur penelitian yang lebih canggih, dimana kecemasan orang tua juga dipertimbangkan, terlihat bahwa keberadaaan orang tua daoat membantu anak apabila ia tenang, tapi tidaklah membantu bila ia sendiri cemas1.

6. Kontrol Suara
Teknik ini dilakukan dengan cara dokter gigi melakukan perintah tiba-tiba dengan suara yang agak keras dan tegas untuk menarik perhatian anak, dan menghentikan anak dari kegiatannya atau untuk meminta anak untuk berhenti menangis6.

7. Komunikasi Non-Verbal
Komunikasi adalah proses dua jalan yaitu anda akan member pasien informasi sebanyak mereka member anda. Komuikasi ini sering dari lubuk hati dan kebih jauh akan lebih akurat disbanding pesan verbal yang kita beri dan terima. Bila tidak berhati-hati mungkin tidak akan member maksud yang diinginkan. Beberapa contoh spesifik komunikasi non-verbal adalah sebagai berikut7:
- Wajah
Saat menggunakan masker yang menyembunyikan muka senyum dapat terdengar ketika berbicara. Senyum adalah alat yang kuat dan menunjukan motivasi. Wajah dapat menambah atau mengurang makssud dari pesan verbal.
- Mata
Kontak mata membuat kepercayaan pada permulaan janji.
- Sikap dan sikap badan
Menyilangkan tangan saat berbicara mungkin menyataka secara tidak langsung penolakan, terkhusus bila mengetukan kaki.
- Kontak tubuh
Berjabat tangan mungkin meningkatkan kepercayaan beberapa orangtua. Menyentuh bahu pada waktu kehadiran orang tua dan pearwat gigi yang dikombinasikan dengan nada simpati mungkin akan membantu mengurangi kecemasan.
MITHA
II.1 Systemic Desensitization (Desensitasi)
Desensitasi adalah salah satu teknik yang paling sering digunakan oleh ahli psikologi untuk melawan rasa takut, merupakan teknik gabungan antara gradual exposure dan tell-show-do yang berfokus untuk melawan rasa takut yang spesifik (specific phobia). Teknik ini meliputi tiga tahapan : pertama, melatih pasien untuk relaks; kedua, membangun hirarki stimulus; ketiga, memperkenalkan tiap stimulus dalam hirarki untuk membuat pasien rileks, dimulai dengan stimulus yang paling sedikit menyebabkan rasa takut dan maju pada tahap selanjutnya hanya bila pasien tidak takut lagi dengan stimulus tersebut. Perlu diketahui bahwa pasien harus dibantu untuk relaks sebelum rasa takutnya teratasi; dengan mengulang-ulang stimulus beberapa kali akan meningkatkan rasa takut bukan menguranginya.2,3,4,5
Teknik – teknik yang telah digunakan untuk mengatasi banyak macam rasa takut, misalnya takut pada tempat yang tinggi, tempat yang penuh sesak, tempat terpencil maupun rasa takut pada perawatan gigi.5
Untuk menerapkan teknik – teknik tersebut diperlukan suatu seri kunjungan pendahuluan untuk mengajar pasien agar dapat relaks. Walaupun beberapa dokter gigi (khususnya mereka yang memahami hypnosis) memang disiapkan untuk melakukan hal ini, ada di antaranya yang merujuk pasien pada ahli psikologi, konsep dasar teknik tersebut dapat diterapkan dalam kedokteran gigi tanpa kunjungan pendahuluan. Penting untuk mengetahui bahwa rasa takut anak, dapat berupa rasa takut terhadap dokter gigi, dokter, rumah sakit atau klinik, atau rasa takut yang lebih spesifik terhadap “jarum”, “bur” atau hal lain pada perawatan gigi. Bila hal ini diketahui, suatu hirarki stimuli penyebab rasa sakit dapat disusun dan dilaksanakan. Misalnya, jika anak takut terhadap lingkungan perawatab gigi secara umum, desensitasi dapat meliputi pengenalan anak terhadap stimuli berikut :
1. Ruang penerimaan dan ruang tunggu
2. Dokter gigi dan perawat
3. Bedah gigi
4. Kursi perawatan gigi
5. Pemeriksaan mulut
6. Profilaksis.5
Di lain pihak jika anak takut takut terhadap pemburan, stimuli berikut dapat dilakukan :
1. Menggosok gigi – gigi anak dengan ikat profilaksis menggunakan tangaan.
2. Menggosok dengan sikat profilaksiss menggunakan handpiece kecepatan rendah.
3. Menggunakan finishing bur atau stone dengan handpiece kecepatan rendah, diputar dalam mulut tetapi tidak menyentuh gigi.
4. Menggunakan finishing bur atau stone secara perlahan – lahan pada tambalan atau permukaan gigi.
5. Memperkenalkan handpiece kecepatan tinggi seperti pada no.3 dab 4. di atas.5
Desensitasi rasa takut terhadap jarum lebih sulit; jika rasa takut ini tetap terjadi walaupun telah dilakukan modifikasi tingkah laku selama kinjungan pendahuluan, beberapa cara sedas dapat dipertimbangkan.5
Pada setiap tahap, rasa takut anak dapat ditenangkan oleh tindakan dokter gigi dan stafnya yang baik, bersahabat dan memberi keyakinan, tingkah laku positif yang diperlihakan anak akan sangat diperkuat. Sewaktu anak sudah terlihat relaks dan senang, dapat dilakukan tahap perawatan berikutnya. Beberapa bentuk rasa takut anak akan cepat teratasi dengan cara ini, selain itu cara ini memungkinkan dilakukan perawatan tahap berikut dengan cepat. Akan tetapi di lain pihak ia akan menjadi lebih melawan, dan hal ini tentu saja dapat melemahkan semangat dokter gigi dalam mempergunakan metode ini.5

II.2 Modelling (Percontohan)
Modeling adalah teknik lain yang digunakan oleh ahli psikologi dalam menghilangkan rasa takut; misalnya, anak takut terhadap anjing dibantu menghilangkan rasa takutnya dengan melihatkan anak lain bermain gembira dengan anjing, anak yang gembira tadi merupakan model yang kemudian akan ditiru oleh anak yang takut. Teknik ini didasarkan pada prinsip psikologi bahwa manusia belajar tentang lingkungan mereka dengan mengamati tingkah laku satu sama lain, dapat menggunakan aktor, dapat secara langsung ataupun melalui video.2,3,5,6
Teknik yang sederhana ini dapat diterapkan pada berbagai situasi perawatan gigi, tetapi penggunaannya yang paling sering mungkin adalah pada anak yang cemas terhadap pemeriksaan mulut pada kursi perawatan gigi.5
Orang tua, atau lebih baik anak lain diminta untuk bertindak sebagai model untuk dilakukan pemeriksaan dan profilaksis; diharapkan tingkah laku yang kooperatif dan relaks dari model, dikemudian hari akan ditiru oleh anak yang cemas tadi. Tidak selamanya model dalam bentuk langsung, tetapi model dapat juga berupa film atau video yang menunjukkan pemeriksaan kesehatan mulut. Tell-Show-Do dan penguatan harus digunakan untuk melengkapi prosedur modelling, bersama dengan desensitasi, ini adalah pendekatan yang efektif terhadap masalah memperkenalkan perawatan sederhana pada anak yang takut. Teknik ini sangat membantu apabila ada model yang sesuai.2,3,5,6

II.3 Hand Over Mouth
Tekmik hand-over-mouth adalah suatu teknik yang diakui untuk menghentikan dan mengelola tingkah laku yang tidak dapat dikelola dengan teknik penatalaksanaan tingkah laku lainnya. Teknik hand-over-mouth biasanya dianggap sebagai cara yang ekstrem dalam menangani anak yang tidak kooperatif. Hal ini jarang digunakan di Inggris, tetapi dilakukan di Amerika Serikat. Teknik ini bertujuan untuk mengembalikan anak yang histeris menjadi lebih dapat mengontrol dirinya sehingga komunikasi antar dokter gigi dan anak menjadi lebih efektif. Teknik seperti ini telah digunakan lebih dari 35 tahun. Teknik ini diindikasikan untuk anak yang sehat dan dapat bekerja sama tetapi tidak dapat mengontrol emosionalnya. Teknik ini kontraindikasi untuk anak yang belum mengerti komunikasi secara verbal, tidak mau bekerja sama dan mempunyai ketidakmampuan (disability) dan untuk anak yang mempunyai gangguan/obstruksi saluran pernapasan.1,5
Teknik ini dilakukan dengan cara menahan kursi anak yang melawan dengan pelan tetapi kuat pada kursi perawatan gigi, dengan meletakkan tangan (atau handuk) di atas mulutnya untuk menahan perlawanannya dan berbicara dengan perlahan tetapi jelas ke dalam telinganya, dengan mengatakan bahwa tangan akan diangkat segera setelah ia berhenti menangis. Bila anak menanggapi dengan baik, tangan segera diangkat dan ia diberikan pujian, jika melawan, ulangi lagi prosedur ini.1,5
Teknik tersebut tidak popular pada dokter gigi yang menyukai anak-anak, dan mempunyai tujuan mendapat sikap positif dari anak, selain melakukan perawatan. Ini hanya dibenarkan sewaktu menangani anak yang manja yang telah belajar memanipulasi orang tua yang terlalu memanjakan dengan perangai yang menjengkelkan atau dengan anak yang suka menantang yang mendapati bahwa diam tetapi tetap melawan selalu berhasil.5,6
Anak seperti itu tidak takut, mereka hanya tidak ingin bekerjasama dan mengetahui bagaimana cara menghindari. Tingkah lakunya biasanya segera terlihat pada kunjungan pertama dan dipertegas oleh cara penolakannya terhadap pemeriksaan. Jika anak seperti itu diambil dan diletakkan di kursi atatu pada pangkuan orang tua, mungkin terjadi perlawanan keras. Dokter gigi harus mengabaikan perlawanan keras ini sewaktu meemriksa anak. Kadang – kadang sikap menunjukkan kekuasaan dari dokter gigi dapat menciptakan kerja sama dikemudian hari. Aan tetapi, jika anak berkelakuan yang sama pada kunjungan berikutnya, harus diambil tindakan lebih lanjut. Dalam hal inilah teknik hand-over-mouth dapat dibenarkan sampai anak belajar bahwa dokter gigi tidak terpengaruh atau jera oleh tingkah laku dan perlawanan, dan sikapnya yang jelek tersebut tidak mungkin dilakukan selama perawatan berlangsung. Namun, jika kelakuan anak tersebut didukung oleh orang tua, kelakuan tersebut akan lebih diperkuat.5
Dalam penggunaan teknik hand-over-mouth perlu dipertimbangkan tentang :
1. Teknik alternatif penatalaksanaan tingkah laku lainnya
2. Kebutuhan pasien
3. Pengaruh terhadap kualitas perawatan gigi
4. Perkembangan emosional pasien
5. Psikis pasien.1


Teknik ini sebaiknya jangan dipergunakan pada anak yang takut, bagi anak seperti ini desensitasi atau metode – metode lainnya lebih tepat. Karena itu, pemeriksaan yang benar terhadap alasan mengapa anak bertingkah laku tidak kooperatif penting sebelum mempergunakan teknik hand-over-mouth.1,5
Daftar Pustaka

1. Clinical Affairs Committee – Behaviour Management Subcommittee. Guideline on behavior management. American Academy of Pediatric dentistry [Internet]. 2000; [cited 2009 Sept 15]. Available from: http://www.aadp.org
2. Non – pharmacological behavior management [Internet]. [cited 2009 Sept 15]. Available from: www.rcseng.ac.uk
3. Chadwick Barbara L,Hosey Marie Therese eds. Behavioural Management Techniques. How to Manage Children in Dental Practice. London: Quintessence Publishing Co. Ltd. p.37-46
4. Klingberg G, Freeman R, Berge M ten, Veerkamp J. EAPD Guidelines on behavior Management in Paediatric Dentistry. [Internet]. [cited 20009 Sept 15]. Available from: www.pedodonti.dk
5. Rock WP, Andlaw RJ eds. Teknik Pelaksanaan Tingkah Laku. Perawatan Gigi Anak (A Manual of Paedodontics) edisi 2. Jakarta: Widya Medika. p.15-27
6. Mathewson Richard J, Primosch Robert E eds. Chapter 9 Behavior Management. Fundamentals of Pediatric Dentistry third edition. London: Quintessence Publishing Co. Ltd. p.137-144
7. Wright Gerald Z. Nonpharmacological Management of Children’s Behaviors. In McDonald Ralph E, Avery David R, Dean Heffrey A eds. Dentistry for the Child and Adolescent eight edition. Philadelphia: Elsevier Saunders. p.33-49
8. Klingberg Gunilla, Raadal Magne. Chapter 4 Behavior management problems in children and adolescent. In Koch Goran, Poulsen Sven eds. Pediatric Dentistry A Clinical Approach. Munich: Munksgaard. p. 53-70


1. Hipnosis
Hipnosis diartikan sebagai “suatu keadaan tertentu dari pikiran yang biasanya dilakukan oleh satu orang pada orang lain…” suatu keadaan pikiran di mana anjuran-anjuran tidak hanya akan lebih mudah diterima daripada dalam keadaan terjaga tetapi juga akan bekerja lebih baik daripada yang mungkin terjadi pada keadaan normal.1
Hinopsis telah lama menjadi pusat perdebatan dan disalah mengertikan, diselubungi oleh bau mistik yang telah diperkenalkan oleh para penghibur masyarakat. Akan tetapi, telah terjadi banyak kemajuan selama 20-30 tahun belakangan dalam penyelidikan ilmiah terhadap hypnosis, yang makin sekarang dapat tempat dalam praktek kedokteran dan kedokteran gigi.1
Diperkirakan bahwa 90% individu dapat dibawa ke dalam alam hipnotik ringan, yang ditandai oleh relaksasi dan berkurangnya kecemasan 70% hipnotik pada individu ini dapat diperdalam menjadi tingkat sedang, di mana dapat terjadi analgesia dan 20% dari individu ini dapat mencapai tingkat yang dalam, di mana dapat terjadi analgesia yang besar. Hipnosis hanya dapat dilakukan pada individu-individu yang dapat bekerja sama. Walaupun diperkirakan tidak cocok untuk anak, kenyataannya adalah sebaliknya. Paradoks yang terbukti ini dapat dijelaskan oleh kenyataan adalah bahwa anak-anak umumnya lebih mudah menurut terhadap bujukan dan anjuran daripada orang dewasa dan lebih biasa menerima instruksi-instruksi tanpa bertanya. Bagaimanapun juga perlu diperoleh rasa percaya dan perhatian dari mereka dan ini mungkin tidak sesuai pada anak-anak yang sangat kecil, anak-anak yang ketakutan atau pemalu.1
Hipnosis paling sering digunakan dalam kedokteran gigi sebagai suatu metode untuk membantu pasien yang cemas supaya rilaks. Tingkat yang ringan biasanya cukup untuk mencapai tujuan ini; pasien yang relaks akan dapat menerima prosedur perawatan yang sebelumnya tidak dapat diterima. Beberapa pasien dapat dibawa pada tingkat yang lebih dalam di mana dapat dihasilkan analgesia yang cukup untuk gigi-gigi atau jaringan mulut tanpa perlu injeksi analgesic local. Indikasi lain untuk hypnosis meliputi membantu pasien yang mual sewaktu sebuah benda masuk ke dalam mulutnya; mendorong anak untuk memakai peralatan orthodonti; dan memperkenalkan anak pada sedasi inhlasi atau anastesia umum.1
Sebelum melakukan hypnosis, dokter gigi harus mempersiapkan pasien dengan menjelaskan apa yang akan dilakukan. Orang dewasa memerlukan persiapan yang cermat untuk memperbaiki salah pengertian dan menghilangkan kecurigaan serta rasa takut terhadap hypnosis, pada anak-anak hanya memerlukan persiapan minimal. Kata-kata ‘hipnosis” tidak perlu digunakan pada anak-anak. Anak-anak kecil dapat diberitahu bahwa mereka akan merasa seperti tidur, dengan mata tertutup walaupun ada sedikit perbedaan, mereka masih dapat mendengar segala sesuatu yang dikatakan oleh dokter gigi dan mampu berbicara. Anak yang lebih besar hanya perlu diberitahu bahwa tujuannya adalah membantu mereka terhadap perawatan gigi dapat diatasi. Orangtua dapat diberitahu bahwa bentuk relaksasi yang dalam ini disebut hypnosis, tetapi informasi ini tidak perlu disampaikan. Jelas bahwa baik anak maupun orangtua harus percaya pada dokter gigi.1
1. Physical restrain
Merupakan suatu penahan gerakan mulut dan fisik anak selama perawatan gigi. Hal ini dapat dilakukan dengan tangan, ikat pinggang, pita, tali, dan beberapa bentuk alat yang berfungsi sebagai sebagai stabilisasi pasien (parental restraint, seet and ties, papoose board)2

2. Pengalihan Perhatian
Banyak cara untuk menghilangkan atau menurunkan nyeri, baik secara farmakologis, misal obat-obatan analgesik ataupun menghilangkan cara dengan intervensi keperawatan yang bersifat non farmakologis dan independent. Manajemen nyeri non farmakologis lebih aman digunakan karena tidak menimbulkan efek samping yang seperti obat-obatan karena terapi non farmakologis menggunakan proses fisiologis. Oleh karena itu, untuk mengatasi nyeri tingkat ringan atau sedang lebih baik menggunakan manajemen nyeri non farmakologis. 3
Salah satu intervensi keperawatan untuk menurunkan nyeri adalah pengalihan perhatian. Dimana tehnik ini dengan memfokuskan diri kepada lingkungan. Lingkungan yang sangat tenang dan sedikit membangkitkan input sensori. Perhatian harus cukup kuat untuk melibatkan seluruh perhatian yang tidak menjemukan. Nyeri yang diderita sangat luas memerlukan berbagai penarik perhatian yang berarti. Metode menarik perhatian yang digunakan yaitu tehnik nafas dalam dan terapi musik,
musik dapat membuat para pasien menjadi rileks, sehingga hanya memerlukan obat-obatan yang lebih sedikit.3


BAB III
PEMBAHASAN

Rasa taku dan rasa cemas dari anak sering menyeababkan anak tersebut menjadi pasien yang tidak kooperatif pada saat dilakukan perawatan gigi. Penanganan rasa takut dan kecemasan dapat dilakukan dengan pendekatan secara non-farmakologi maupun secara farmakologi. Banyak teknik-teknik penanganan anak rasa takut dan kecemasan anak yang dilakukan di klinik secara non-farmakologi. Teknik-teknik yang sering digunakan adalah, pembentukan tingkah laku, tell-show-do, modeling, desensitas dan masih banyak lainnya.
Sebelum perawatan dilakukan sebaiknya orang tua dan anak diperkenalkan dengan lingkungan ruang perawatan. Dokter gigi perlu untuk berkonsultasi dengan orang tua mengenai teknik untuk melatih anak di rumah sebelum dilakukan perawatan. Oleh karena itu, alat bantu visual seperti gambar, dan alat elektronik lainnya dapat dipergunakan dalam konsultasi tersebut.
Komunikasi penting dilakukan dengan anak pada saat dimulai dan selama dilakukan perawatan. Dokter gigi dapat mendapatkan rasa percaya dari anak apabila bisa menjalin komunikasi yang baik dengan anak. Apabila dokter gigi telah mendapatkan rasa percaya dari anak tentu saja untuk penggunaan teknik maupun penangana selanjuatnya akan mudah dijalani.
Rasa takut dan kecemasan dari anak juga dapat dikurangi dengan memberikan musik selama proses perawatan. Karena seperti yang kita ketahui musik yang disukai anak-anak bisa memberikan ketenangan pada anak. Tentu saja pilihan jenis music sangat penting karena dapat mempengaruhi perasaan anak tersebut. Musik yang sebaiknya dipilih adalah yang menenangkan.
Perwatan pada anak sebaiknya dilakukan pada pagi hari pada saat pasien dan dokter gigi belum merasa letih. Orang tua dapat disertakan dalam perawatan tersebut untuk lebih membantu menangani kecemasan dan rasa takut anak, namun dengan syarat orang tua bersikap tenang


3.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
 Tingkah laku seorang anak dikategorikan menjadi 4 kategori sesuai criteria berikut:
 Sangat Negative
 Sedikit Negative
 Sedikit Positive
 Sangat Positive
 Dari beberapa tipe diatas, dalam memahami tingkat cooperative pasien, Wright membaginya dalam tiga kategori:
 Kooperative
 Kurang Kooperative
 Berpotensi Kooperative:
 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kooperatif pasien anak, yaitu keadaan anak, orang tua, saudara kandung, status sosial ekonomi, lingkungan klinik gigi.
 Penanganan non farmakologis yang dapat dilakukan secara hypnosis merupakan cara untuk membantu pasien menhilangkan rasa cemasnya. Teknik ini dapat dilakukan apabila pasien merasakan kecemasan yang berlebihan, teknik dilakukan dimulai dengan komunikasi yang baik antara pasien dan operator.
 Penanganan non farmakologis secara physical restrain, yang memiliki aspek mulai dari manajemen rahang dan cara untuk menjaga mulut anak tetap terbuka (merupakan alat bantu pada pasien yang sulit membuka mulut)
 Penanganan non farmakologis secara pengalihan perhatian dimana teknik ini sangat bergantung pada peran lingkungan agar pasien dapat merasa nyaman dan tenang
 Tujuan dari penatalaksanaan tingkah laku adalah menumbuhkan suatu tingkah laku jangka panjang yang positif terhadap pemerikasaan kesehatan gigi pada anak.
 Penatalaksanaan tingkah laku adalah suatu proses yang dinamis yang melibatkan tim dokter gigi, anak dan orang tua anak, dimana semuanya harus terlibat aktif di dalamnya.
 Desensitasi adalah salah satu teknik penatalaksanaan tingkah laku non farmakologis yang bertujuan untuk mengurangi rasa takut spesifik (specific phobia)pasien dengan cara memberikan stimulus – stimulus dimulai dengan stimulus yang paling sedikit menyebabkan rasa takut dan maju pada tahap selanjutnya hanya bila pasien tidak takut lagi dengan stimulus tersebut
 Modeling (percontohan) merupakan teknik penatalaksanaan tingkah laku non-famakologis yang didasarkan pada prinsip psikologi bahwa manusia belajar tentang lingkungan mereka dengan mengamati tingkah laku satu sama lain, dapat menggunakan aktor, dapat secara langsung ataupun melalui video. Akan lebih baik bila yang menjadi model adalah anak yang seusia dengan pasien.
 Hand-Over-Mouth adalah teknik penatalaksanaan tingkah laku non-farmakologis yang sudah jarang dipakai dan merupakan teknik terakhir yang digunakan apabila teknik penatalaksanaan tingkah laku non-farmakologis lainnya tidak berhasil. Teknik ini diindikasikan untuk anak yang sehat dan dapat bekerja sama tetapi tidak dapat mengontrol emosionalnya.
 Mencegah kerusakan gigi lebih penting daripada terpaksa berobat ke dokter gigi setelah gigi rusak atau berlubang. Tindakan pencegahan merupakan hal yang terbaik, selain tidak merasakan sakit, seseorangpun tidak perlu mengeluarkan uang dalam jumlah banyak untuk mengobati sakit giginya.
 Ada 3 macam teknik penanganan tingkah laku anak, diantaranya teknik Desensitisasi, teknik Modeling, dan teknik Hand-Over-Mouth.
 Untuk mengontrol kesehatan gigi anak salah satu caranya adalah mengajarkan cara menggosok gigi, 3 faktor yang harus diperhatikan diantaranya; Pemilihan sikat gigi, cara/gerakan sikat gigi, dan Frekuensi sikat gigi.
Sumber >>>>
1. GG Kent; A.S Binkhorn; Pengelolaan Tingkah Laku Pasien Pada Praktik Dokter Gigi. Penerbit Buku Kedokteran EGC; Jakarta; 2005. p.72-73.
2. Soengeng Wahluyo. Pengelolaan Penderita Anak Dan Orang Tua Dalam Praktek Dokter Gigi. Available at : http://www.FKG_airlangga univ...org/wiki/gigi. Acessed Oktober, 5, 2009.
3. Ralph E. McDonald, David R Avery, Jeffery A. Dean; Dentistry For The Child And Adolescent;8th edition; Mosby; Indiana; 2004; p.-
4. Panis Surfer.Kenali Tipe Kepribadian Anak Anda. Available at : http://id.shvoong.com/social-sciences/1914724-kenali-tipe-kepribadian-anak-anda/ . Acessed Oktober, 5, 2009.
5. Imha Fadhil. Tingkah Laku Anak Dalam Perawatan Gigi Dan Mulut. Available at www.meimhablogspotcom. Acessed Oktober, 8, 2009.
6. White, George E. Clinical Oral Pediatrics. Tokyo: Guintessence Publishing Co. Incv; 1981.
7. Soetjningsih. Tumbuh Kembang Anak. Editor IG. N. Gde Ranuh. Lab. Ilmu Kesehatan Anak UNAIR: EGC; 1995.
8. Andlaw RJ dan Rock WP. Perawatan Gigi Anak (a Manual of Pedodontics). Alih bahasa Agus Djaya. Ed.2. Jakarta: Widya Medika; 1992.