Kamis, 04 Februari 2010

EFEK RADIASI SINAR – X PADA RONGGA MULUT

Sinar X adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan gelombang radio, panas, cahaya dan sinar ultraviolet tetapi dengan panjang gelombang yang sangat pendek. Sinar X bersifat heterogen, panjang gelombang bervariasi dan tidak terlihat. Perbedaan antara sinar X dengan sinar elektromagnetik lainnya juga terletak pada panjang gelombangnya, dimana panjang gelombang sinar X sangat pendek yaitu hanya 1/10.000 panjang gelombang cahaya yang keliahatan, karena panjang gelombang yang pendek itu, maka sinar X dapat menembus benda.
Dinegara-negara maju sepertiga hingga separuh keputusan medic yang menentukan bergantung pada diagnosis sinar X, bahkan beberapa penyakit diagnosis awalnya bergantung pada pemeriksaan sinar X, hal ini karena perkembangan radiologi dirasakan sangat cepat, sehingga peranannya sebagai penunjang diagnosis semakin penting. Untuk orang sehat, penyinaran radiasi harus selalu dibuat seminimal mungkin. Pada kasus penyakit atau kecelakaan tertentu, secara medis dapat dibenarkan terapi radiasi ionisasi untuk mendapatkan hasil diagnose yang bermanfaat.
Sinar X, selain memiliki sifat yang menguntungkan juga memiliki beberapa efek yang berdampak buruk pada tubuh maupun lingkungan. Sejak ditemukannya pada tahun 1895 oleh Wilhem Conrad Roentgen, ternyata kemudian dilaporkan adanya kelainan dari jaringan tubuh yang terkena radiasi sinar X. Ketika menembus jaringan tubuh, radiasi sinar ionisasi menimbulkan kerusakan pada tubuh, terutama dengan ionisasi atom-atom pembentuk jaringan. Indikasi radiasi yang merusak dalam tingkat atom akan menimbulkan perubahan molekul, yang menimbulkan kerusakan seluler, serta menimbulkan fungsi sel abnormal atau hilangnya fungsi sel.
Efek radiasi pada manusia merupakan hasil dari rangkaian proses fisik dan kimia yang terjadi segera setelah terpapar (10-15 detik), kemudian diikuti dengan proses biologic dalam tubuh. Proses biologic meliputi rangkaian perubahan pada tingkat molekuler, seluler, jaringan dan tubuh. Konsekuensi yang timbul dapat berupa kematian sel atau perubahan pada sel. Bergantung pada dosis radiasi yang diterima tubuh. Pada paparan akut dosis relative tinggi, efek yang timbul merupakan hasil kematian dari sel yang dapat menyebabkan gangguan fungsi jaringan dan organ tubuh, bahkan kematian.
Efek seperti ini disebut efek deterministic yang umumnya segera dapat teramati secara klinis setelah tubuh terppar radiasi dengan dosis diatas dosis ambang. Selain itu, radiasi dapat tidak mematikan sel tetapi menyebabkan perubahan atau transformasi sel sehingga terbentuk sel baru yang abnormal. Perubahan ini terutama karena rusaknya materi inti sel, kususnya DNA dan kromosom. Perubahan ini berpotensi menyebabkan terbentuknya kanker pada sebagian individu terpapar atau penyakit herediter meningkat dengan bertambahnya dosis, tetapi tidak halnya dengan keparahannya. Efek ini disebut efek stokastik yang terjadi akibat paparan radiasi tanpa ada dosis ambang.
Dengan demikian, radiasi pada dosis serendah apapun, dapat menimbulkan efek kesehatan karena sebuah kejadian ionisasi dapat menimbulkan kerusakan DNA. Dosis kecil 10-100mSv, meningkatkan sekitar 1% laju latar kerusakan DNA yang terjadi secara alamiah. Tidak diragukan lagi bahwa tidak ada dosis atau laju dosis radiasi yang aman dalam hal menimbulkan efek pada manusia. Adanya efek kesehatan radiasi pengion dosis rendah telah mengubah pernytaan “small dose may cause harm” menjadi “small dose definitely will cause harm”. Ketika diketahui adanya efek radiasi ionisasi yang berbahaya, kalangan medis memutuskan bahwa perlu dilakukan reduksi radiasi penyinaran diseluruh dunia dengan cara membuat standard pengukuran dan membatasi penyinaran. Radiografer gigi harusn mengenal jumlah dan unit radiasi standard agar dapat mengukur radiasi penyinaran pasien dan raqdiografer secara konsisten.




II.1 Filosofi Radiasi(1)
Filosofi modern dari perlindungan radiasi adalah berdasar pada anggapan bahwa terdapat hubungan linier antara dosis radiasi dan respon biologi. Hal ini berarti bahwa kemungkinan untuk dapat terkena kerusakan biologi dan jumlah kerusakan berhubungan langsung dengan jumlah radiasi yang terserap dan belum ada batas dosis absorbs tertentu dimana bila radiasi dibuat lebih kecil dari batas tersebut, tidak ada kemungkinan terjadinya kerusakan biologi. Akibatnya, bahkan dosis radiasi yang sekecil apapun juga dapat menimbulkan kerusakan. Filosofi modern juga mengatakan bahwa radiasi ionisasi memiliki manfaat dan kemampuan merusak sehingga dianjurkan jika menggunakannya untuk keperluan pengobatan pasien, manfaat radiasi ionisasi ini harus lebih besar daripada kerugiannya.
II.2 Sifat Radiasi Sinar X(1)
Sebelum memahami penggunaan sinar X perlu dipahami bahwa sinar X memiliki beberapa sifat yang apabila dapat dipahami dapat menjadi batasan kita dalam pemanfaatan sinar X agar dapat meminimalisir efek negative yang dapat timbul. Sifat-sifat itu antara lain : (2)
1. Tak dapat dilihat dengan mata
2. Tidak dapat dibelokan oleh medan magnet
3. Tidak dapat difokuskan oleh lensa apapun
4. Dapat diserap oleh timah hitam (Pb)
5. Dapat dibelokan setelah menembus logam atau benda padat
6. Dapat difaksikan oleh unsur kristal tertentu
7. Mempunyai panjang gelombang sangat pendek
8. Mempunyai frekuensi gelombang yang tinggi
9. Mempunyai daya tembus yang tinggi
10. Dapat menimbulkan efek biologik sebagai akibat energi ionisasi
11. Dapat bereaksi dengan film yang digunakan untuk roentgenodiagnosa
12. Dapat menstimulasi sel-sel muda dari organ tubuh hidup
13. Dapat menyebabkan nekrotik pada jaringan tubuh hidup
14. Dapat memutasikan sel-sel gonad
15. Dapat menimbulkan sindrom susnan syaraf pusat
Karena mempunyai sifat-sifat yang seperti di atas, maka Sinar X dapat digunakan dalam bidang kedokteran, salah satunya adalah kedokteran gigi. Kegunaan sinar X dalam ilmu Kedokteran Gigi dapat terbagi dalam dua bagian, yaitu kegunaan sinar X dalam membuat roentgenogram dengan teknik radiografi intraoral dan kegunaan sinar X dalam membuat roentgenogram dengan teknik radiografi eksternal
II.3 Dosis Radiasi(1)
Sebelum mengetahui dosis serap kira-kira untuk jaringan baik jaringan lunak maupun keras, sebelumnya perlu diketahui satuan dari radiasi sinar X yaitu Roentgen(R). Roentgen(R) adalah satuan radiasi sinar X atau sinar tembus lain yang setara yaitu banyaknya radiasi yang dikeluarkan pada 1 cm3 volume udara dengan tekanan tertentu. Dapat juga dikatakan sebagai suatu pemaparan radiasi yang memberikan muatan 2,58 x 10-4 coulomb / kg udara (1 R = 1000mR)
Tabel dosis serap kira-kira untuk jaringan / Roentgen pemaparan

Jaringan Rad per Roentgen pemaparan
50 KVp 1 MsV
Jaringan lunak 0,95 0,95
Tulang 5 0,9

II.4 Kerusakan Biologis Akibat Terapi Radiasi Sinar X(1)
Penggunaan radiasi pengion dosis tinggi yang digunakan pada terapi radiasi dapat berpengaruh pada sel-sel tubuh yang masih sehat, karena tubuh manusia tidak dapat dilindungi sepenuhnya dari sinar radiasi baik sinar terapi radiasi maupun radiodiagnosis. Sebagian dari energy radiasi akan diserap oleh tubuh manusia, sehingga dapat menimbulkan efek biologis pada sel tubuh yang masih hidup. Secara umum, perubahan jaringan atau sel yang terkena radiasi sinar X sebagai akibat terurainya ion-ion air (akibat ionisasi) dengan terbentuknya molekul air dan peroksida yang merupakan racun dalam jaringan atau sel, serta terbentuknya ion bebas hydrogen yang akan menimbulkan reaksi kimiawi pada jaringan atau sel.
Radiasi sinar X dapat mengakibatkan perubahan-perubahan struktur kimia tubuh, sel-sel, jaringan, dan organ. Akan tetapi, efek radiasi tidak akan dapat dilihat selama beberapa waktu setelah terapi sinar X, rentang waktu ini disebut sebagai “periode laten”. Contoh sehari-hari darin periode laten adalah kulit yang semakin gelap dari hari ke hari setelah terpapar sinar matahari.
II.5 Efek Radiasi Sinar X pada Rongga Mulut(1,2)
Begitu pentingnya manfaat radiografi sehingga bidang kedokteran gigipun menggunakannya baik sebagai penegak diagnose maupun terapi radiasi.Dalam pemeriksaan dan perawatan gigi, meskipun riwayat kesehatan gigi dan temuan klinis sangat penting bagi dokter, pemeriksaan radiografis juga teramat penting untuk diagnosis. Radiografis juga digunakan untuk menentukan anatomi gigi dan pulpa sebelum membuat akses endodonti, untuk menetapkan panjang saluran, memastikan penempatan konguta perca, dan untuk mengevaluasi keberhasilan perawatan. Selain itu, dokter mendapatkan informasi penting menyangkut kesulitan kasus dan prognosis jangka panjang hasil pemeriksaan radiografis sebelum memulai perawatan.
Radiografi awal bertujuan untuk membantu menegakkan diagnosis dan menunjukkan keadaan anatomi gigi, kamar pulpa, dan saluranh akar sebelum dilakukan akses ke gigi. Umumnya satu radiografi periapikal saja dapat memberi informasi yang diperlukan. Sama halnya dengan radiografi, dikenal juga radioterapi yang berfungsi sebagai pengobatan. Radioterapi merupakan radiasi, seperti sinar X untuk membunuh sel-sel limfoma non –Hodgkin atau memperlambat pertumbuhan perkembangannya. Agar radiasi benar ditujukan pada limfoma dan efek samping diperkecil, perencanaan pengobatan sangat penting pada radioterapi.
Perencanaan pengobatan dan meminimalkan efek samping adalah bagian penting dalam radioterapi. Daerah yang akan diobati akan dipetakan dengan seksama dan mesin pengobatan akan diatur sehingga sel-sel limfoma yang terpapar dosis penuh radioterapi. Rongga mulut di radiasi selama perawatan radiosensitiftumor maligna, biasanya squamosa sel karsinoma. Perawatan spesiifik merupakan pilihan untuk lesi tersebut berdasarkan banyaknya tumor, radiosensifitas, histology, ukuran, lokasi, invasi pada jaringan terdekat, dan durasi gejalanya. Terapi radiasi untuk tumor maligna pada rongga mulut biasanya diindikasikan ketika lesi tersebut radiosesitif, mengalami perluasan, letaknya sangat dalam sehingga tidak dapat dilakukan pembedahan.
Radiasi digunakan untuk membunuh sel-sel kanker tetapi perawatan ini juga dapat merusak sel yang normal sehingga menyebabkan masalah pada gigi dan jaringan lunak, glandula saliva dan rahang. Pemisahan dari total radiasi menjadi dosis-dosis yang kecil dapat membuat kerusakan tumor yang lebih ringan daripada pemberian dosis yang besar sekaligus. Peecahan dosis juga dapat dipercaya mempunyai sifat penyembuhan yang cukup baik. Pemecahan dosis juga juga dapat meningkatkan tekanan oksigen pada tmor yang diradiasi. Sebagai hasilnya tumor dapat dimatikan dengan cepat dan massa tumor mengecil, untuk mematikan tumor yang tersisa jarak radiasi harus dikurangi dan difusi oksigen melewati tumor harus dilakukan.


II.6 Efek Radiasi pada Membran Mukosa Mulut(2,3)
Radiasi pada daerah kepala dan leher khususnya nasofaring akan mengikutsertakan sebagian besar mukosa mulut. Akibatnya dalam keadaan akut akan terjadi efek samping pada mukosa mulut berupa mukositis yang dirasa pasien sebagai nyeri pada saat menelan, mulut kering dan hilangnya cita rasa (taste). Keadaan ini seringkali diperparah oleh timbulnya infeksi jamur pada mukosa lidah serta palatum. Setelah radiasi selesai maka efek samping akut di atas akan menghilang dengan pengobatan simptomatik.
Membrane mukosa mulut terdiri dari sel basla yang komposisinya terdiri dari sel yang radiosensitive dan sel intermitotik yang berdifferensiasi. Pada minggu kedua terapi sebelum terapi berakhir, beberapa sel tersebut mati, membrane mukosa mulai kemerahan dan mengalami inflamasi (mukositis). Jika terapi dilanjutkan, membrane mukosa yang terkena radiasi mulai mengalami kerusakan, dengan membentuk lapisan ,membran yang putih kekuning-kuningan (lapisan epitel terdesquamasi).
Pada akhir terapi mukositis biasanya bertambah parah, sangat tidak nyaman, sulit utuk makan. Kebersihan mulut yang baik akan mengurangi infeksi. Topical anastesi mungkin diperlukan sebelum makan. Infeksi sekunder oleh Candida albicans merupakan komplikasi yang umum dan harus dilakukan perawatan. Efek radiasi menyebabkan perubahan di dalam rongga mulut salah satunya mucositis. Mucositis digambarkan sebagai suatu proses kompleks biologi yang dimana terjadi dalam empat tahap serial: pembengkakan vaskuler, epithelial, ulcerative-bacteriologic, dan penyembuhan.
Penanganan mukositis akut kadang membutuhkan waktu satu minggi setelah penghentian terapi. Anastesi topical/local mungkin bermanfaat, tetapi bila terdapat nyeri biasanya memerlukan pengobatan analgesic sistemik. Selama infeksi masih ada, diagnose yang tepat dan agen antimikroba harus diperhatikan baik untuk organisme jamur maupun bakteri. Infeksi virus jarang berkomplikasi dari penyebab mukositis. Pengobatan sistemik prednisone dalam jangka pendek (40-80 mg/hari idak lebih dari satu minggu) telaj membantu menurunkan inflamasi dan rasa tidak nyaman.

Gambar 1. Mukositis pada jaringan lunak lidah
Sumber : www. Martariwansyah.blogspot.com

II.7 Efek Radiasi pada Glandula Salivarius(2,3)
Terapi radiasi pada daerah leher dan kepala untuk perawatan kanker telah terbukiti dapat mengakibatka rusaknya struktur kelenjar saliva dengan berbagai drajat kerusakan pada kelenjar saliva yang terkena radioterapi. Hal ini ditunjukkan denan berkurangnya volume saliva. Jimlah dan keparahan kerusakan jaringan kelenjar saliva tergantung dosis dan lamanya penyinaran.
Dosis Gejala
< 10 Gray 10 – 15 Gray 15 – 40 Gray >40 Gray Reduksi tidak tetap sekresi saliva
Hipoplasia yang jelas dapat ditunjukkan
Reduksi masih terus berlangsung, reversible
Perngrusakan irreversible jaringan kelenjar (Hipoplasia Irreversibel)

Glandula saliva mayor harus dihindari terkena radiasi dengan pancaran sinar 20 sampai 30 Gy selama radioterapi untuk kanker mulut atau oropharink. Komponen parenkim labih radiosensitive (glandula parotid lebih jika dibandingkan glandula submandibular atau sublingual). Gejala kehilangan sekresi saliva selama beberpa minggu pertama radioterapi biasanya dapat terlihat. Pengurangan aliran saliva tergantung dosis yang diberikan, biasanaya 0- 60 Gy. Mulut akan menjadi kering (Xerostomia) dan sakit, serta pembengkakan dan nyeri karena berkurangnya saliva sehingga menyebabkan hilangnya fungis lubrikasi.
Selama radiasi, sekresi kelenjar biasanya berkurang, tebal, lengket, dan sangat mengganggu pasien. Beberapa pasien tidak dapat memproduksi lebih dari 1 ml (15 tetes) cadangan saliva dalam waktu 10 menit. Durasi ini menurunkan fungsi air liur yang bermacam-macam antara satu pasien dengan pasien yan lain. Beberapa regenerasi dapat terjadi selama beberapa bulan setalah pengobatan, serta tanda dan gejala xerostomia (mulut kering dengan perasaan tidak nyaman, sukar berbicara dan menelan) dapat diubah. Bagaimanapun, proses menegmbalikan saliva sampai cukup untuk kenyamanan dan fungsi mulut mebutuhkan waktu sampai 12 bulan.
Selain itu, sias saliva yang tidak mencukupi merupakan sebagian besar keluhan utama setelah pengobatan. Bila kelenjar parotis terkena sinar radiasi pada saat pengobatan, pengurangan saliva adalah dampak utama, dan prognosis untuk pengobatan selanjutnya sangat buruk. Kenyataannya, semakin tinggi dosis radiasi, semakin buruk prognosis xerostomia.
Minum air dan berkumur teratur penting untuk mengontrol sebagian efek radiasi penyebab xeroxtomia. Bagi yang kekurangan gula, mengunyah permen karet dan permen asam dapat menolong. Pada beberapa pasien, pilocarpine, hydrochloride merupakan jalan keluar dalam merangsang produksi saliva. Efek sampingnya adalah berkeringat dan rasa tidak nyama pada perut. Solusi saliva buatan dan saliva yang digantikan dengan pelumas terbatas dalam membantu sebagian besar pasien dengan mulut kering.
Gambar 2. Xerostomia atau dry mouth
Sumber: www. Ocw.tufts.edu.data/51.html

II.8 Efek Radiasi pada Gigi(2,3)
Gigi yang telah erupsi cenderung mengalami kerukan akibat radiasi daerah rongga mulut, meskipun kerusakannya baru tampak setelah beberapa tahun setelah radiasi. Manifestasi kerusakan berupa destruksi substansi gigi yang disebut karies radiasi dan dimulai pada servikal gigi. Lesi berupa demineralisasi yang lebih daripada karies pada umumnya, dengan pola melintas gigi dan menyebabkan kerusakan mahkota gigi pada daerah servikal. Kerusakan jaringan keras gigi (email, dentin, sementum) mengakibatkan karies gigi. Secara radiografi daerah karies bersifat radiolusen bila dibandingkan dengan email atau dentin. Hal ini penting bagi pendiagnosa untuk melihat radiografi dalam situasi pengamatan yang tepat dengan pandangan yang jelas agar dapat membedakan antara restorasi dan anatomi gigi yang normal. Pada gigi terjadi dua efek radiasi yaitu efek radiasi secara langsung dan tidak langsung.
a. Efek Radiasi Langsung
Efek radiasi ini terjadi paling dini dari benih gigi, berupa gangguan kalsifikasi benih gigi, gangguan perkembangan benih gigi dan gangguan erupsi gigi.

b. Efek Radiasi tidak Langsung
Efek radiasi tidak langsung terjadi setelah pembentukan gigi dan erupsi gigi normal berada dalam rongga mulut, kemudian terkena radiasi ionosasi, maka akan terlihat kelainan gigi tersebut misalnya adanya karies radiasi. Biasanya karies radiasi pada beberapa gigi bahkan seluruh region yang terkena pancaran sinar radiasi, keadaan ini disebut rampan karies radiasi.
Radiasi karies merupakan bentuk rampan dari kerusakan gigi yang dapat terjadi pada tiap individu yang mendapatkan radioterapi termasuk penyinaran dari glandula saliva. Lesi karies dihasilkan dari perubahan glandula salivarius. Penurunan arus, peningkatan pH, penurunan kapasitas buffer karena adanya perubahan elektrolit dan peningkatan viskositas. Saliva normal dapat menurun dan akumulasi debris yang cepat karena tidak adanya tindakan pembersihan. Karies sekunder yang disebabkan radiasi memiliki bentuk jelas yang merata pada cement enamel junction (CEJ) dari permukaan bukolabial, merupakan lokasi yang biasanya tahan terhadap karies.
Permukaan bukal dan lingual sering Nampak warna putih atau opak karena terjadi demineralisasi dari email. Daerah ini terjadi demineralisasi bila saliva menjadi asam dan kehilangan suplai mineral yang secara normal mengisi ion negative berubah, permukaan lembut, kehailangan translusensi dan sering fraktur, menyebabkan erosi, membuat dentin menjadi terbuka.
Kebersihan mulut utamanya harus dijaga, dan sangat dianjurkan sehari-hari menggunakan gel yang berfluoride. Secara klinis, terdapat 3 tipe karies radiasi. Biasanya kebanyakan meluas pada lesi superficial menyerang permukaan bukal, oklusal, insisal dan palatal. Tipe lain meliputi cementum dan dentin pada daerah cervical . lesi ini dapat meningkat mengelilingi servikal dan menyebabkan kehilangan mahkota. Tipe akhir terlihat sebagai pigmentasi yang gelap dari keseluruhan mahkota.
Gambar 3. Karies radiograph
Sumber: drstoute.com/procedures/pat_pics.html
II.9 Efek Radiasi pada Tulang(2,3,4)
Perawatan kanker pada daerah mulut sering dialkukan penyinaran termasuk pada mandibula. Kerusakan primer pada tulang disebabkan oleh penyinaran yan mengakibatkan rusaknya pembuluh darah periosteum dan tulang kortikal, yang dalam keadaan normalnya sudah tipis. Radiasi juga dapat merusak osteoblas dan osteoklas. Jaringan sumsusm tulang menjadi hipovaskular, hipoxik, dan hiposelular. Sebagai tambahan, endosteum menjadi terjadi atrofi pada endosteum menunjukkan berkurangnya aktifitas osteoblas dan osteoklas, dan beberapa lacuna pada tulang yang kompak tampak kosong, hal tersebut merupakan indikasi terjadinya nekrosis. Derajat mineralisasi menjadi berkurang, memicu terjadinya kerapuhan, aytau perubahandari tulang yang normal. Jika keadaan ini bertambah parah tulang akan mangalami kematian, kondisi seperti ini disebut osteoradionecrosis. Osteoradionekrosis merupakan komplikasi klinik yang sangat serius yang muncul pada tulang setelah terapi radiasi.
Osteoradionekrosis adalah istilah yang biasa digunakan untuk komplikasi serius seelah radioterapi dan karsinoma kepala dan leher. Lesi juga disebut sebagai osteonekrosis radiasi, osteitis radiasi, nekrosis radiasi, dan osteodisplasia radiasi. Fosteoradionekrosis terjadi hampir hanya pada mandibula karena mandibula mempunyai suplai vascular yang terbatas bila dibandingkan dengan maksila dan biasana berada lebih pada garis radiasi. Meyers menentukan rasio 26 mandibuka terhadap satu maksila.
Gejala utamanya adalah sakiy yang berdenyut-denyut dan konstan. Selain itu, juga dapat terjadi trismus. Secaa klinis, osteoradionekrosis ini ditandai dengan tulang terbuka yang telanjang. Pernanahan biasanya ada dan perdaran dari daerah ulserasi seringkali terjadi. Juga terdapat nekrosis dan pembentukan nanah yang tertunda serta kelainan bentuk permanen. Fraktur patoogis dari mandibula dapat terjadi melalui daerah osteoradionekrosis. Pada penelitian Bedwinek dilakukan perbandingan dua periode.
Pada periode pertama, 1966-1969 dilakukan pencabutan dengan dasar elektif dari semua gigi-gigi yang tidak berada pada kondisi yang baik. Pada periode kedua, 1969-1971, ada kebijaksanaan baru yaitu mempertahankan semua gigi kecuali gigi yang tidak dapat dipertahankan lagi. Kebijaksanaan untuk mempertahankan gigi yang meliputi pembuatan restorasi gigi, meenjaga kebersihan mulut yang baik dan kumur-kumut dengan fluoride setiap hari. Pada periode pertama, insiden osteoradionekrosis aalah 20% sedang pada periode kedua hanya 8%.
Peneliti yang sama huga menemukan bahwa dari 54 kaus osteoradionekrosis, 65% berhubungan dengan pencabutan gigi atau iritasi gigitiruan. Sisanya, 35% dianggap timbul secara spontan. Pada penelitian Breumer dkk (1972) ditemukan bahwa pasien yang masih bergigi mempunyai resiko terserang osteoradionekrosis empat kali lebih besar daripada pasien tidak bergigi. Namun, bahkan pada pasien bergigi, terlihat kemungkinan tidak terserang nekrosis lebih drai 94%.
Pasien dengan tumor primer di atas atau di dekat tulang juga mempunyai resiko tinggi untuk terserang osteoradionerosis spontan daripada pasien dengan tumor yang tidak terletak di dekat tulang. Kemungkinan terjadinya osteoradionekrosis spontan berhubungan dengan dosis yang diterima mandibula dan tampaknya da ambang dosis sebesar 6000 rad, di bawah dosis ini, osteoradionekrosis jarang terjadi.
Secara histologist, osteoradionekrosis ditandai dengan kerusakan osteosit dan tidak adanya osteoblast. Radiasi juga menimbulkan penebalan dinding-dinding arteri dan arteriole yang mendorong terjandinya endarteritis obliterasi. Pernanahan dari tulang yang terserang isteoradionekrosis terbentuk lebih lambat daripada nekrosis karena infeksi dan trauma saja.
Selain perkembangan cara perawatan seperti penggunaan megavoltase, yang mempunyai koefisen absorpsi tulang yang lebih rendah daripada ortovoltase yang menimbulkan kerusakan selular tulang daripada ortovoltase yang menimbulkan ketusakan seluler tulang yang lebih ringan, masih terus dilakukan usaha untuk dapat mempertahankan semua gigi-gigi.


Gambar 4. Osteoradionekrose
Sumber : navyhyperbaric.mil.n2.com
II.10 Efek Radiasi pada Pulpa(5)
Apoptosis adalah mekanisme biologis yang merupakan jenis kematian sel yang terprogram, yang dapat terjadi pada kondisi fisiologis maupun patologis. Apoptosis digunakan oleh organism multi sel untuk membuang sel yang sudah tidak diperlukan oleh tubuh. Apoptosis umumnya berlangsung seumur hidup dan bersifat menguntungkan bagi tubuh. Apoptosis dapat terjadi selama selama perkembangan, sebagai mekanisme homeostatis untuk menjaga atau memelihara populasi sel dalam jaringan, sebagai mekanisme pertahanan jika sel rusak oleh suatu penyakit atau bahan racun pada proses penuaan.
Apoptosis pada jaringan fibroral pulpa dapat terjadi akibat dosis radiasi yang diterima selama terapi radiasi adalah ± 200 rad sehingga apoptosis pada sel fibrolas pulpa meningkat pulpa sehingga selain sel sel fibrolas, sel-sel lain juga turut mati akibat efek radiasi. Dikarenakan sel fibrolas merupakan sel terbanyak yang ada di pulpa dengan fungsi sebagai menjaga integritas dan vitalitas pulpa berupa membentuk dan mempertahankan matriks jaringan pulpa dengan membentuk ground substance dan serat kolagen sehingga apoptosis pada sel fibrolas pulpa menjadi proses awal terjadinya karies radiasi.
II.11 Perlindungan terhadap Efek Radiasi(1,6)
I. Perlindungan Radiasi bagi Pasien
Pasien merupakan yang paling rentan terkena radiasi sinar X dikarenakan pasien berkontak langsung dengan sinar X itu sendiri. Untuk menjaga perlindungan bagi pasien itu sendiri, maka operator atau dokter gigi melakukan pembatasan penyinaran dengan cara :
a. Komunikasi Efektif
Komunikasi menimbulkan rasa dekat, mengurangi kecemasan dan menimbulkan kooperatif. Sedangkan komunikasi yang buruk/ tidak jelas dapat menyebabkan pasien kurang mau bekerja sama. Hal ini dapat menyebabkan penyinaran yang berulang kali contohnya, selama pemeriksaan radiografy intervensional dimana pasien merasa ada sensasi tertentu sehingga terkejut dan memberi tanda bahwa ada sesuatu yang salah pada operator atau dokter gigi. Hal ini menyebabkan perlunya penyinaran ulang
b. Immobilisasi
Bila pasien bergerak selama penyinaran radiografy, gambar radiograf akan kabur. Radiograf ini hanya sedikit atau tidak mempunyai manfaat diagnosa. Sehingga perlu dilakukan pemeriksaan ulang, yang menyebabkan pasien dan radiografer menerima radiasi tambahan.


c. Alat untuk Membatasi Pancaran Sinar
1. Lubang Diaphragma
Adalah alat yang berfungsi untuk memperkecil pancaran sinar yang paling sederhana. Terdiri dari sepotong timah datar dengan lubang di bagian tengahnya.
2. Cone
Adalah tabung logam bulat yang diletakkan pada tempat tabung sinar X, berfungsi untuk memperkecil sinar ke ukuran dan bentuk yang sudah di tentukan. Desain alat ini berupa : cone retangular dan silinder lurus.
c. Filtrasi yang Tepat
Filtrasi pancaran sinar radiography, dapat mengurangi penyinaran pada kulit pasien dan jaringan superfacial dengan menyerap sebagian besar foton energi bawah (gelombang panjang atau sinar x yang lembut) dari pancaran heterogenus. Karena filtrasi menyerap beberapa foton pada pancaran radiograf, intensitas radiografi akan berkurang. Ada dua tipe filtrasi yaitu :
1. Filtrasi Cekat
Filtrasi cekat meliputi sampul kaca yang membungkus tabung sinar x, minyak isolasi yang mengelilingi tabung, dan jendela kaca pada wadah tabung. Filtrasi ini biasanya dinyatakan dengan ketebalan aluminium dan harus seimbang dengan sekurang-kurangnya 0,5 mm aluminium.

2. Filtrasi Tambahan
Filttrasi tambahan terdiri dari lembaran aluminium dengan ketebalan tertentu. Filtrasi tambahan diletakkan di luar jendela kaca dari wadah tabung. Filtrasi tambahan dan cekat bersama-sama berkombinasi menghasilkan jumlah filtrasi yang diperlukan untuk memfiltrasi pancaran sinar efektif.
e. Penggunaan Pelindung
- Radiografy gigi biasanya terbatas pada penyinaran kepala dan leher
- Pasien pada kursi unit membutuhkan perlindungan untuk organ-organ reproduksi
- Pelindung yang paling sering digunakan adalah apron timah (Pb)
- Apron timah tersedia dalam berbagai model dan dibuat dengan ketebalan timah yang bervariasi dari 0,25 sampai 1,25 mm dan bersifat fleksibel
f. Teknik Pemrosesan Radiografy yang Baik
Pemrosesan radiografy yang tepat akan menambah kualitas gambar sehingga memberikan informasi diagnosa yang tepat. Radiograf yang terproses kurang baik menghasilkan informasi diagnosa yang kurang baik sehingga perlu dilajkan radiograf ulang.
g. Jumlah Radiograf Ulang Se-sedikit Mungkin
- Radiograf ulang akan memperbesar dosis radiasi pada pasien
- Radiograf ulang hanya kadang-kadang saja dilakukan oleh dokter gigi untuk mendapat informasi diagnosa tambahan
- Pemeriksaan ulang karena kecerobohan atau penilaian yang buruk dari radiograf gigi harus dihindari
Oleh karena itu, radiografer gigi harus memilih,menguasai teknik radiograf dan faktor penyinaran sehingga menghasilkan radiograf berkualitas tinggi pada setiap pemeriksaan pertama kali.
II. Perlindungan Radiasi bagi Operator
Tidak hanya pasien yang rentan akan dampak negatif dari sinar X melainkan juga operator atau dokter gigi. Mengingat lingkup kerja mereka sehari-hari berhubungan dengan sinar X.
a. Ruang Radiasi
Usaha menjaga atau memproteksi ruangan radiasi adalah :
1. Tempat dan lokasi ruangan radiasi harus memenuhi syarat internasional, yaitu sinar radiasi tidak menembus ruangan lain
2. Dinding di dalam ruangan harus dilapisi lembaran atau lempengan timah hitam setebal minimal 2 mm
3. Penempatan pesawat roentgen diatur sedemikian rupa agar arah sinar radiasi ke tempat yang aman
4. Menggunakan kaca pelindung untuk membuat sebagian dinding tembus pandang. Kaca pelindung ini dibuat dari campuran bubuk timah hitam dengan butir-butir kaca
b. Memakai Baju Timah Hitam (Apron)
Terdapat berbagai jenis pelindung timah antara lain :
1. Baju pelindung timah untuk seluruh tubuh (whole body) yaitu melindungi tubuh dari bahu sampai tungkai bawah
2. Apron untuk kelenjar tiroid, apron ini disebut tiroid shield
3. Apron untuk kelenjar gonad, disebut Gonadopron berbentuk seperti celemek tukang masak yang hanya melindungi perut bagian bawah.

c. Posisi Operator
Posisi operator selama penyinaran harus berdiri sekurang-kurangnya 2-3 meter dari pasien dan sumber radiasi. Posisi yang dianjurkan adalah daerah antara 90 dan 135 dari arah berkas sinar radiasi primer.






















BAB III
PEMBAHASAN

III.1 Laporan Kasus
Seorang wanita berumur 45 tahun dating ke rumah sakit gigi dengan keluhan saliva kental dan lengket, sukar menelan dan berbicara, mulut kering dengan perasaan tidak nyaman. Wanita ini menjalani pemeriksaan terapi radasi inflamasi beberapa bulan yang lalu. Dalam pemeriksaan ditemukan adanya debris plak dan karies pada beberapa gigi.
Sumber : Indonesian Journal of Dentistry Vol.10 No.5
III.2 Penanganan Kasus
Dari kasus diatas, pasien didiagnosa menderita xerostomia dengan gejala-gejala yang diperlihatkan dengan dugaan terjadinya xerostomia akibat terapi radiasi yang dijalani pasien beberapa saat yang lalu. Penanganan yang dapat dilakukan adalah meminum air dan berkumur teratur penting untuk mengontrol sebagian efek radiasi penyebab xeroxtomia. Bagi yang kekurangan gula, mengunyah permen karet dan permen asam dapat menolong. Pada beberapa pasien, pilocarpine, hydrochloride merupakan jalan keluar atau tablet (salagen®) efektif dalam merangsang produksi saliva (5 mg 3 atau 4 kali sehari).
Efek sampingnya adalah berkeringat dan rasa tidak nyaman pada perut. Perangsang saliva yang lain adalah cevimeline (Evoxac®), diberikan 30mg kapsul 3 kali sehari, telah membantu beberapa pasien xerostomia. Obat ini kontraindikasi dengan pasien asma, GI ulcer dan glaucoma. Solusi saliva buatan dan saliva yang digantikan dengan pelumas terbatas dalam membantu sebagian besar pasien dengan mulut kering.
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
1. Filosofi modern dari perlindungan radiasi adalah berdasar pada anggapan bahwa terdapat hubungan linier antara dosis radiasi dan respon biologi, dimana semakin tinggi dosis radiasi, maka respon biologis yang diberikan semakin tinggi pula
2. Dosis serap untuk jaringan lunak pada 50KVp adalah 0,95 dan pada 1 MRV adalah 0,95 sedangkan dosis serap tulang pada 50KVp adalah 5 dan pada 1 MRV adalah 0,9
3. Efek radiasi pada rongga mulut dapat berupa mukositis pada jaringan mukosa, xerostomia, karies radiography pada gigi geligi, osteoradionekrose pada mandibula, dan apoptosis berlebihan pada sel fibrolas pulpa
4. Perlindungan radiasi bagi pasien dapat berupa meminimalkan frekuensi dan penyinaran yang berulang dengan mengefektifkan komunikasi, alat pelindung, alat filter, dan teknik yang baik
5. Perlindungan radiasi bagi operator dapat berupa pemenuhan ruang radiasi yang memenuhi standar, memakai baju pelindung, serta bekerja pada posisi yang benar

Sumber >>>
1. Edwards Cris, Statkiewichz, Russel ritenour. Editor, Lilian yuwono. Perlindungan Radiasi Bagi Pasien dan Dokter Gigi. Jakarta : CV Mosby Company ; 1990.
2. Langais Robert P, Miller Craig S. Editor, Lilian Juwono. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang Lazim. Jakarta : Hipokrates ; 1994
3. Oedijani.Efek Samping Terapi Radiasi di Daerah Kepala dan Leher terhadap Jaringan Sekitarnya. Jurnal PDGI th.46. No.1 ed.Khusus.2007
4. Pindborg Jens J. Editor: Lilian Yuwono. Kanker dan Prakenker Rongga Mulut. Jakarta : EGC ; 1991
5. Supriyadi.Apoptosis Sel Fibrolas Jaringan Pulpa Akibat Paparan Radiasi Ionisasi. Indonesian Journal of dentistry vol.14. No.1 ed.Khusus.2007
6. Sarianoferni, Brahmanta Arya. Proteksi Radiasi di Bidang Kedokteran Gigi. DENTA Jurnal Kedokteran Gigi. Vol. 1, No.1.2007

Senin, 01 Februari 2010

Pemeriksaan Lengkap pada Anak

Hubungan antara kesehatan anak dan kesehatan gigi merupakan suatu hubungan timbal balik, disini perkembangan gigi erat hubungannya dengan proses pertumbuhan dan perkembangan anak pada umumnya; keadaan kesehatan gigi dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan seorang anak sebaliknya juga keadaan kesehatan seorang anak dapat mempengaruhi perkembangan giginya. Misalnya seorang anak dengan kesehatan gigi yang buruk dapat menyebabkan intake makanan tidak baik atau tidak sempurna, dan gigi yang sering mengalami infeksi selain dapat menimbulkan demam juga dapat merupakan Focal Infection. Sebaliknya keadaan kurang gizi dan kesehatan umum yang tidak baik pada masa-masa prenatal atau pasca natal menghambat perkembangan gigi anak. 1
Gigi susu merupakan penuntun dan menjaga pertumbuhan gigi permanen. Setiap usaha dilakukan untuk melindungi gigi susu. Kita harus teliti dalam memeriksa anak untuk kepastian bahwa mereka memiliki riwayat medis yang negatif dan perkembangan gigi permanen yang berklasifikasi pada titik dimana mereka tidak dapat dipengaruhi lagi oleh kemoterapi yang berasal dari perawatan pulpotomi.2
Istilah pertumbuhan dan perkembangan pada dasarnya merupakan dua peristiwa yang berlainan, akan tetapi keduanya saling keterkaitan. Pertumbuhan (growth) merupakan masalah perubahan dalam ukuran besar, jumlah, ukuran, atau dimensi tingkat sel, organ, maupun individu yang dapat diukur dengan ukuran berat (gram, kilogram), ukuran panjang (cm,meter). Sedangkan perkembangan (development) merupakan bertambahnya kemampuan (skill/keterampilan) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Dari dua pengertian tersebut di atas dapat ditarik benang merah bahwa pertumbuhan mempunyai dampak terhadap aspek fisik, sedangkan perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi sel atau organ tubuh individu, keduanya tidak bisa terpisahkan.2
Memang penting sekali bagi orangtua untuk mengetahui hal ini, semua itu dimaksudkan untuk mengetahui hal yang normal dalam rangka mendeteksi deviasi/penyimpangan dari normal. Dengan mempelajari tubuh kembang akan memberikan efek terhadap bagaimana menilai rata-rata perubahan fisik, intelektual, sosial dan emosional dari yang normal. Jika dalam hal tesebut ditemukan adanya kelainan atau keterlambatan dalam segi perubahan fisik, intelektual, sosial maupun emosional, kita sebagai seorang calon dokter gigi juga dapat menginformasikannya kepada orangtua anak tersebut. Informasi-informasi tersebut dapat diperoleh melalui pemeriksaan lengkap pada pasien anak. Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya pemeriksaan lengkap dilakukan oleh seorang dokter gigi. Dengan mengacu pada hasil pemeriksaan lengkap, seorang dokter gigi dapat menentukan diagnosis, rencana perawatan serta upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh pasien.upaya pencegahan.

Sebelum memeriksa, dokter akan melakukan pendekatan khusus supaya anak tidak takut, canggung, ragu-ragu, dan lainnya. Pendekatan biasanya dilakukan dengan menyapa, memperkenalkan diri, mengenalkan peralatan dokter, dan sebagainya. Umumnya dilakukan sambil bermain. Setelah itu dokter akan memeriksa atau menanyakan data riwayat medis sejak masa prenatal, perinatal, dan pascanatal. Selanjutnya, dokter melakukan pemeriksaan rongga mulut si kecil. Dokter juga memeriksa jumlah gigi susu sesuai usia atau tanda-tanda-tanda erupsi, memantau pertumbuhan lengkung rahang, proses erupsi gigi sulung, serta mengobservasi benih gigi dengan cara dirontgen (panoramic photo) bila diperlukan. Namun yang terpenting di sini, dokter tak langsung mengambil tindakan yang radikal, sebab akan membuat anak trauma dengan rasa sakit yang ditimbulkannya, semisal cabut gigi. Untuk mencegah karies, dokter biasanya melakukan fluoridasi atau aplikasi fluor, terutama jika pola makan anak cenderung tinggi karbohidrat. Tapi tanpa fluoridasi pun sebenarnya karies bisa dicegah dengan pasta gigi yang sudah mengandung fluor.3
Pengenalan dan perawatan kesehatan gigi anak sejak dini merupakan sesuatu hal yang kadang-kadang menimbulkan rasa kekhawatiran pada setiap ibu. Para ibu mempunyai kekhawatiran bagaimana cara mempersiapkan anak untuk mempersiapkan anak -anaknya saat menerima perawatan gigi Selain itu para ibu juga merasakan kekhawatiran apabila telah melihat ada kelainan pada gigi anaknya. Rasa khawatir tersebut dapat ditanggulangi dengan cara mempersiapkan para calon ibu, dan para ibu dalam mengambil langkah-langkah apa yang dapat
dilakukan di dalam mengenalkan perawatan gigi pada anaknya serta menambah pengetahuan para ibu mengenai kelainan-kelainan pada gigi dan mulut anak yang sering ditemukan. Mulut merupakan pintu gerbang pertama di dalam sistem pencernaan. Makanan dan minuman akan diproses di dalam mulut dengan bantuan gigi geligi, lidah, dan saliva. Pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut merupakan salah satu upaya meningkatkan kesehatan.4

Gambar 1. Balita
Sumber: http://www.conectique.com/tips_s...d%3D6520

Mulut bukan sekedar untuk pintu masuknya makanan dan minuman tetapi fungsi mulut lebih dari itu dan tidak banyak orang menyadari besarnya peranan mulut bagi kesehatan dan kesejahteraan seseorang. Oleh karena itu kesehatan gigi dan mulut sangat berperan dalam menunjang kesehatan seseorang. Instruksi pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut di rumah telah banyak disusun oleh para ahli. Program tersebut menekankan pada pencegahan terjadinya karies. Oleh karena masih banyak para orang tua yang beranggapan bahwa geligi susu hanya sementara dan akan diganti oleh geligi tetap sehingga mereka tidak memperhatikan mengenai kebersihan geligi susu. Penerapan instruksi pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut sebaiknya telah dimulai sejak bayi masih di dalam kandungan, sehingga orang tua akan lebih siap dalam melakukan instruksi tersebut. 4



II.1 Peran Orang Tua dalam Merawat Gigi Anak
Peran serta orang tua sangat diperlukan di dalam membimbing, memberikan pengertian, mengingatkan, dan menyediakan fasilitas kepada anak agar anak dapat memelihara gigi dan mulutnya. Selain itu orang tua juga mempunyai peran yang cukup besar di dalam mencegah terjadinya akumulasi plak dan terjadinya karies pada anak Pengetahuan orang tua sangat penting dalam mendasari terbentuknya perilaku yang mendukung atau tidak mendukung kebersihan gigi dan mulut anak. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh secara alami maupun secara terencana yaitu melalui proses pendidikan. orang tua dengan pengetahuan rendah mengenai kesehatan gigi dan mulut merupakan faktor predisposisi dari perilaku yang tidak mendukung kesehatan gigi dan mulut anak. Proses pelaksanaan instruksi kebersihan gigi dan mulut membutuhkan serangkaian proses yang dapat dimulai dengan mengajarkan orangtua atau pengasuh. Teknik penerapan ini sesuai dengan perkembangan kemampuan motorik dan kecerdasan anak. Berbagai sikap dan perilaku anak akan muncul pada saat dimulainya proses ini. Namun demikian anak akan mudah menyesuaikan apabila telah terjalin komunikasi yang interaktif antara anak dengan orang tua atau pengasuh. Perilaku merupakan suatu aktifitas manusia yang sangat mempengaruhi pola hidup yang akan dijalaninya. Proses pembentukan prilaku yang diharapkan memerlukan waktu serta kemampuan dari para orangtua di dalam mengajarkan anak. Oleh karena itu bila pola hidup yang dijalaninya merupakan pola hidup yang sehat maka perilaku yang akan diterapkan di dalam memelihara kesehatan gigi dan mulutpun merupakan pola hidup yang sehat. 4

Menurut ahli psikologi usia anak terdiri dari beberapa tingkatan yaitu usia bayi, anak,
prasekolah, sekolah, dan remaja. Beberapa pendekatan dalam menerapkan suatu perilaku dan
kebiasaan dapat diterapkan pada masing-masing kelompok tersebut. Pengetahuan para dokter gigi mengenai perkembangan perilaku anak merupakan hal penting di dalam melaksanakan program pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut. 4

II.2 Perilaku Anak dalam Pemeriksaan dan Perawatan Gigi dan Mulut
Menurut Frankle Shiere dan Fogels (1962), ada beberapa tingkatan tingkah laku anak, yang selanjutnya disebut “Frankle Behavior Rating Scale”, yang dibedakan atas empat kategori, yang jelas negatif sampai yang jelas positif.5
1. Jelas negatif, ditunjukkan dengan menolak perawatan, menangis, takut, atau bermacam-macam hal yang kesemuanya itu menunjukkan hal yang negatif.
2. Negatif, hal ini ditunjukkan dengan ketidakkooperatifnya anak dengan dokter gigi, seperti sikap bersungut-sungut, tidak mau menjawab pertanyaan, dan sebagainya.
3. Positif, perawatan dapat dilaksanakan, tetapi kadang-kadang agak sukar walau masih mau menuruti kehendak dokternya.
4. Jelas positif, dapat bekerjasama dengan baik, dokternya sangat menarik perhatiannya, segala nasihat dokter gigi diperhatikan, dan menimbulkan situasi yang menyenangkan.
Berdasarkan pengalaman di praktik pribadi, hal-hal berikut ini sering dijumpai dan dapat menyulitkan perawatan gigi pada anak-anak.

1. Tipe yang dapat bekerja sama(kooperatif)
Tipe ini merupakan tipe tingkah laku yang terbuka, tingkah laku yang dapat mengerti tentang dirinya sendiri. Pasien santai dan kunjungan menjadi menyenangkan bagi apsien dan dokter gigi. Prosedur perawatan menjadi sempurna dengan menggunakan metode menceritakan-menunjukkan-melakukan (tell-show-do). Anak juga akan mudah mengikuti apa yang diinstruksikan oleh dokter gigi. Meskipun kooperatif, pasien tipe ini harus tetap ditangani sebagaimana mestinya dengan maksud bahwa dokter gigi menginginkan anak untuk tetap kooperatif dan menikmati pengalaman berkunjung ke dokter gigi.
2. T ipe tidak dapat bekerja sama (tidak kooperatif)
Ada dua kelompok pasien pada kategori ini :5
a. Dokter gigi mungkin akan mendapatkan kesulitan berkomunikasi dengan pasien yang sangat muda.
b. “handicapped children” Pasien yang cacat dimana tidak mampu mengerti dan berkomunikasi akibat cacatnya yang khusus.
Pasien yang tergolong sangat muda adalah 2 tahun ke bawah. Anak usia 2 tahun masih sangat tergantung pada ibunya. Kesulitan dalam menghadapi pasien ini yaitu sukar mengajaknya berbincang untuk meyakinkan seorang anak dikelompok umur ini disebabkan oleh karena kosakatanya masih terbatas.
3. Sangat tidak terkontrol (Histerik)
Anak usia muda antara 3-6 tahun mempunyai sifat tidak terkontrol. Pada anak yang baru pertama kali dibawa ke dokter gigi, kadang-kadang reaksinya sudah terlihat pada waktu masih di kamar tunggu. Reaksinya dapat berupa tangis keras, menyepak-nyepak, menendangkan kakinya ke mana saja, atau memulul-mukul tangan ibunya. Hal ini dapat diperkirakan sebagai pelampiasan rasa takut dan khawatir yang berlebih-lebihan.
Perilaku jenis ini dapat dicegah dengan mengevaluasi pasien sebelum dilakukan perawatan dan maemastikan tingkat kecemasan yang mereka miliki. Pasien dapat ditangani dengan usaha pendekatan dan bersikap lembut dan disertai pemberian penjelasan mengenai prosedur yang akan dijalaninya untuk mengurangi kecemasan.
4. Tipe keras kepala
Pasien yang menentang atau bersikap bodoh dan menjadi anak perusak. Ia melawan orang dewasa(pada kasus ini adalah dokter gigi dengan berkata,”Tidak, saya tidak amu! Kamu tidak bisa brbuat begitu pada saya”). Pasien biasanya berbuat hal itu di ruan praktek. Dengan perilaku demikian penanganan yang terbaik adalah dengan memanggilanak dengan menggertak dan diikuti dengan pendekatan yang tegas.
Bentuk lain dari tipe ini adalah pasien yang bersifat passif dan tidak melawan . Hal ini terlihat pada usia awal remaja dimana mereka melawan pada perampasan kebebasan yang diambil darinya. Pasien ini tidak mau bicara dan tidak merspon terhadap pertanyaan yang diberikan, ia akan sering duduk tanpa emosi dan tidak mau membuka mulutnya. Menangani tipe ini harus dilakukan tanpa melakukan paksaan fisik.
5. Pemalu
Anak pemalu masih lebih dapat diterima daripada anak yang melawan, asalkan dokter menghadapinya harus dengan cara yang tepat. Sifat ini dapat ditunjukkan dengan cara anak berlindung pada ibunya, menarik-narik baju ibunya, mencari-cari alasan, ragu-ragu, dan menangis tapi tidak keras.
Pasien anak yang pemalu sebenarnya memiliki tingkat ketertarikan yang cukup tinggi terhadap perawatan gigi yang akan diperolehnya namun dia tidak dapat langsung mengepresikan wujud ketertarikannya tersebut. Jadi, dokter gigi harus jeli untuk melihat potensi kooperatif yang ada pada pasien gigi anak tersebut. Dalam menangani pasien gigi anak sebaiknya diberikan penjelasan sekali saja mengenai perawatan gigi yang akan diperolehnya, jangan mengulangi penjelasan yang telah diberikan dan dokter gigi sebaiknya jangan banyak bertanya.
6. Tegang
Tingkah laku anak yang tegang, berada dalam batas negatif dan positif. Pada umumnya anak dapat menerima perawatan. Dapat dikenali dengan gerakan-gerakan, suaranya bergetar, matanya selalu mengikuti perubahan sikap dokter atau asistennya. Dahi dan tangannya berkeringat, seringkali badannya gemetar tetapi ia dapat mengatasi emosi.
Dokter gigi harus mampu mengenali pasien anak dengan perilaku tegang. Pasien jenis ini medak dikelola secara baimiliki potensi yang hampir sama dengan pasien pemalu, dimana mereka bias berpotensi untuk kooperatif dengan penanganan yang baik dan sebaliknya bila tidak dikelola secara baik. Pasien ini pada kunjungannya ke dokter gigi mnerima semua perawatan yang diberikan padanya secara tenang. Dokter gigi sebaiknya bersikap tenang, sabar, jangan memperburuk situasi,dan berikan pukian pada pasien gigi anak terhadap perawatan yang diterimanya.
7. Menangis berkepanjangan (Cengeng)
Anak yang menangis berkepanjangan malah dapat menunjukkan sifat dapat diajak kerjasama. Tangisannya menunjukkan manifestasi reaksinya tetapi ia tidak melaman waktu diadakan perawatan. Tetapi penampilannya mempunyai cirri-ciri yang khusus. Biasanya tangannya tidak keras, emosinya konstan, jarang disertai keluarnya airmata dan menimbulkan kesan yang mengesalkan.
Banyak masalah kecil yang menyebabkan anak menangis dalam perawatan gigi misalnya, saat ditinggal sendiri oleh orang tuanya walaupun hanya sebentar, atau saat didekati oleh dokter gigi atau perawat gigi yang merupakan orang yang baru dilihatnya. Hal ini bisa disebabkan orang tua terlalu dekat dan bersikap melindungi anak. Anak kurang dibiasakan untuk berada sendiri tanpa ditemani orangtua. Setiap kemauan anak selalu dituruti, terutama jika menangis. Anak kurang diberi kesempatan untuk berkomunikasi dengan orang lain yang bukan anggota keluarganya.
Pasien jenis ini bersikap cengeng sepanjang prosedur perawatan gigi. Meskipun demikian, mereka tetap bias menerima perawatan yang dilakukan dan juga bisa menerima perhatian dari dokter gigi. Salah satu metode penanganan di klinik gigi terhadap anak yang bersikap cengeng adalah dokter gigi harus bersikap sabar dan tenang. Dokter gigi sebaiknya memberikan pujian terhadp mereka jika bersikap kooperatif selama perawatan gigi dan menyampaikan bahwa tidak akan lama lagi dan mereka bias pulang ke rumah.
Dari beberapa tipe di atas, dalam memahami tingkat kooperatif pasien, Wrigth membaginya dalam tiga kategori yakni :
• Kooperatif : Anak dating dengan santai, rileks dengan rasa takut minimal, antusias terhadap perawatan gigi. Anak terseburt biasanya patuh terhadap instruksi yang diberikan.
• Kurang kooperatif : Ini biasanya terjadi pada anak yang masih muda (dibawah umur 3 tahun), anak-anak dengan cacat mental atau fisik dan anak-anak dengan pengetahuan yang minim.
• Berpotensi koopertaif : Karakteristik dari anak ini adalah adanya masalah prilaku. Tipe tingkah laku ini berbeda dengan anak yang tidak kooperatif karena anak ini memiliki kemampuan untuk menjadi kooperatif.

Usia 6-12 tahun adalah masa yang "kritis" bagi kesehatan gigi anak. di usia inilah setiap anak mengalami masa gigi campuran, yaitu gigi susu mulai tanggal satu-persatu, digantikan dengan gigi sulung. Di masa ini banyak sekali masalah yang timbul. Misalnya, satu gigi mau tumbuh, gigi lain berlubang. Atau salah satu gigi tumbuhnya miring, sedangkan gigi lainnya sulit menembus gusi sehingga menimbulkan pembengkakan, bahkan radang.6


Gambar 2. Merawat gigi Anak.
Sumber : http://nostalgia. nova.com/articles.asp?id=13235.

Ada dua tindakan yang penting dilakukan sejak gigi anak mulai tumbuh, yaitu tindakan preventif atau pencegahan, dan tindakan kuratif atau pengobatan. Tindakan pencegahan bisa berupa banyak hal. Yang paling dasar, memotivasi dan mendorong anak agar bergaya hidup bersih.

II.3 Persiapan Kunjungan Pasien
Pada orang tua biasanya mencoba mempersiapkan anak mereka untuk kunjungan kedokter gigi. Beberapa orang tua lebih banyak melakukan hal-hal yang buruk dari pada yang baik dalam melakukan hal-hal tersebut. Oleh karena itu, perlu menasehati orang tua bagaimana mempersiapkannya.7
Tujuan dari pada kunjungan pertama yaitu:7
a. Untuk menciptakan komunikasi dengan anak dan orang tua
b. Untuk mendapatkan keterangan yang penting yaitu riwayat pasien
c. Memeriksa anak dan untuk mendapatkan rontgen bila perlu
d. Untuk menjelaskan perawatan pada anak dan orang tua

Kebanyakan pasien merasa cemas pada kunjungan pertama kedokter gigi dan karena itu merupakan tujuan yang penting bagi dokter gigi dan stafnya untuk menghilangkan rasa cemas ini. Resepsionis harus menyambut anak dengan bersahabat dan bergembira, ruang tunggu harus diiisi sesuatu tentang anak misalnya poster anak-anak selebaran buku-buku dan mainan-mainan. Jadi, keseluruhan lingkungan tempat penerimaan dan ruang tunggu harus mampu mengkomunikasikan persahabatan dan penyambutan yang hangat. 6
Pada pertemuan dengan anak dan orang tua. Dokter gigi harus menciptakan komunikasi yang bersahabat dengan mereka sambil pada waktu bersamaan mencari informasi mengenai riwayat pasien. Idealnya, pertemuan ini tidak di lakukan dalam ruang perawatan tetapi diruang lain. Jika dalam ruang perawatan sebaiknya menyediakn kursi bagi anak bukan mendudukannya pada kursi perawatan gigi. 6
Pendekatan ini memungkinkan dokter gigi mengenali dan bila perlu menghilangkan kecemasan anak sebelum menempatkan anak pada situasi yang menegangkan. 6
Sebaiknya orang tua diminta untuk menemani anak agar dapat menceritakan riwayat yang lengkap. Dimana hal-hal yang terinci tidak dapat diperoleh dari anak sendiri. Lebih dari itu yang sangat muda atau takut, biasa nya memerlukan bantuan moral pada saat perawatan, setidak-tidaknya pada kunjungan pertama. Pada kunjungan berikutnya, dokter gigi harus memutuskan apakah akan memisahkan rang tua dan anak dengan cara meminta orang tua untuk menunggu di ruang tunggu. Beberapa dokter gigi menuntut agar anak di tinggal sendiri, sedang yang lain lebih fleksibel dan mendasarkan keputusannya pada usia dan kelakuan anak serta pada karakter ora ng tua. Bagaimanapun juga adalah penting utnuk menarik minat dan kerjasama orang tua, sehingga memungkinkan dilakuakn perawatan dirumah yang efektif. 6
Beberapa dokter gigi dapat berkomunikasi dengan anak secra mudah, sedang dokter gigi yang lain merasa sulit. Resep utama keberhasilan komunikasi adalah memperlihatkan rasa senang pada anak dan ini hanya dapat diperoleh dengan menanyakan pertanyaan yang sederhana mengenai rumah, sekolah dan permainan yang disukai dengan santai bersahabat gembira dan serta menggunakan kesempatan yang ada untuk berkomunikasi secara fisik, misalnya dengan bersaaman atau menepuk bahu anak atau dengan santai, atau menyentuh rambut anak untuk anak perempuan atau menggelitik anak kecil banyak kesempatan tergantung pada usia dan jenis kelamin anak. Khususnya pada anak yang sangat muda dan cacat mental, komunikasi visual dan fisik adalah yang sangat penting. 6

II.4 Riwayat Penyakit Anak
Informasi tentang riwayat pasien dibagi menjadi 3 bagian yaitu riwayat social, dental dan medis. Riwayat ini memberikan informasi yang berguna dan merupakan dasar dari rencana perawatan. 5
Hal-hal yang perlu diketahui mengenai riwayat sosial yaitu: 6
a. Nama lengkap/panggilan
b. Saudara laki dan perempuan
c. Binatang peliharaan
d. Hal-hal yang disukai di rumah dan di sekolah

Adapun hal-hal mengenai riwayat dental adalah sebagai berikut: 6
a. Keluhan anak
b. Penyebab kedatangan anak ke klinik
c. Riwayat keluhan yang lalu

Selain itu hal-hal yang mengenai riwayat medis anak yaitu: 6
a. Penyakit jantung congenital
b. Demam treumatik
c. Kelainan darah
d. Penyakit saluran pernapasan
e. Hepatitis
f. Penyakit gastrointestinal
g. Penyakit ginjal atau saluran kencing
h. Penyakit tulang atau sendi
i. Penyakit diabetes atau endokrin lain
j. Penyakit kulit
k. Kelainan congenital
l. Alergi misalnya penisilin
m. Pengobatan belakangan atau yang sedang dilakukan
n. Operasi sebelumnya atau penyakit serius
o. Kelainan subnormal mental epilepsi
p. Penyakit serius dalam keluarga

II.6 Perawatan Pendahuluan
Setelah memeriksa anak harus selalu dijelaskan tentang prosedur operatif sederhana. Idealnya bila anak tidak mempunyai keluhan rasa sakit atau keluhan lainnya. Perawatan berupa pemolesan dengan menggunakan sikat dan rubbercup dengan handpiece kecepatan rendah. Tujuannya adalah untuk memperkenalkan kepada anak bagaimana rasanya perawatan gigi dan untuk memperlihatkan bahwa ini adalah pengalaman yang menyenangkan. Ini penting khususnya pada anak yang baru pertama kali datang. 6

II.7 Menyudahi Perawatan
Sebelum anak diperbolehkan pulang, dokter gigi harus memberi penjelasan kepada orang tua mengenai perawatan yang telah dilakukan. Mungkin pada kunjungan pertama cukup dilakukan perawatan pencegahan bukan membahas metode yang akan digunakan. Akhirnya, beberapa petunjuk perlu diberikan pada orang tua mengenai kemungkinan lamanya perawatan, karena orang tua dapat kecewa jika mereka diminta untuk membawa anaknya dua kali kunjungan atau tiga kali kunjungan padahal prosedur perawatan memerlukan beberapa kali kunjungan. Oleh karena itu rencana perawatan harus betul-betul dijelaskan kepada orang tua. 6

II.8 Ringkasan Kunjungan Pertama
Prosedur yang dianjurkan untuk kunjungan pertama dapat diringkas sebagi berikut: 6
1. Catat riwayat
a. Sosial
b. Dental
c. Medis
2. Periksa anak
a. Ekstraoral
b. Intraoral
3. Ambil radiografi jika diperlukan
a. Untuk lihat karies gigi-bite wing
b. Untuk lihat pertumbuhan gigi geligi
c. Untuk menemukan gangguan spesifik
4. Lakukan prosedur operatif sederhana
5. Jelaskan tujuan perawatan pada orang tua.
Seharusnya pemeriksaan gigi dimulai sejak anak berusia 6 bulan, yaitu pada saat gigi tumbuh untuk pertama kalinya. Kemudian pemerikasaan dilakukan lagi pada saat anak berusia 9 atau 10 bulan. Kemudian berlanjut saat usia anak menginjak 2 tahun. Pada usia ini gigi anak sudah tumbuh lengkap. Masalah yang harus ditanyakan adalah mengenai munculnya carries gigi serta cara menggosok gigi yang benar agar tidak berakibat buruk dikemudian hari. Selanjutnya, lakukan pemerikasaan gigi anak secara rutin yaitu tiap 6 bulan sekali. Jadi jangan tunggu anak mengeluh sakit gigi kemudian baru dibawa ke dokter gigi. 7

Gambar 3. Anak-anak sedang menyikat gigi
Sumber :http://www.preventionindonesia.com/article.php?name=/investasi-senyum- sejak-kecil&channel=lifelong_beauty/teeth_and_smile&print=1













III.1 Anamnesis
Anamnesis adalah hasil tanya jawab antara dokter kepada pasien secara professional.

Gambar 4. Pemeriksaan pada anak
Sumber : http ://www.conectique.com

Pada pasien anak pertanyaan tersebut lebih di ajukan kepada orang tua pasien. Pertanyaan yang dapat diajukan adalah sebagai berikut:
 Penderita dengan umur 0 - 3 tahun
1. Apakah ibu pernah mendapat pengobatan antibiotic sewaktu mengandung anak tersebut?
2. Apakah sewaktu mengandung anak tersebut ibu pernah memakan vitamin atau mineral?
3. Berapa lama anak ibu minum susu botol?
4. Apakan anak itu menghisap pacifier atau dot?
5. Berapa lama anak menghisap pacifier atau dot?
6. Apakah ia mudah terluka?
7. Bila terluka apakah ada pendarahan sukar berhenti?
8. Apakah anak ini sedang menerima perawatan medis?
9. Kapan kunjungan terakhir pada anaknya?
10. Tujuan kunjungannya?
11. Apakah pernah dirawat di rumah sakit?
12. Penyakit sebelumnya
a. Jantung
b. Alergi
c. Measles
d. Nephritis
e. Diabetes
f. Diare
g. Gangguan pendarahan
h. Cacar air
i. Rheumatic fever
j. Asma
k. Epilepshi
l. Gangguan endocrine
13. Berangkat ke dokter dengan mudah atau sulit
14. Nafsu makan
15. Makan waktu tidur
16. Kesehatan anak saat ini sehat atau sakit
17. Keadaan tidur anak tadi malam nyenyak, gelisah, menangis
18. Apakah pernah mengunjungi dokter gigi



 Penderita dengan umur 3,1 - 6 tahun
1. Apakah anak ini sedang menerima perawatan medis?
2. Kesehatan anak saat ini sehat atau sakit
3. Kapan kunjungan terakhir pada dokternya
4. Tujuan kunjungannya
5. Apakah pernah dirawat di rumah sakit
6. Apakah ia mudah terluka
7. Bila terluka apakah pendarahan sukar berhenti
8. Penyakit sebelumnya
a. Jantung
b. Alergi
c. MeasLes
d. Nephritis
e. Diabetes
f. DiarE
g. Gangguan pendarahan
h. Cacar air
i. Rheumatic fever
j. Asma
k. Epilepsy
l. Gangguan endocrine
9. Temperatur
10. Nafsu makan
11. Makan permen
12. Makan kue-kue kering basah
13. Makan waktu tidur
14. Apakaah pernah mengunjungi dokter gigi
15. Perawatan gigi sebelumnya
16. Kebiasaan jelek
a. Bernapas melalui mulut
b. Menghisap jempol
c. Menggigit pipi, kuku dan bibir

 Penderita dengan umur 6,1 - 12 tahun
1. Apakaah anak ini sedang menerima perawatan medis
2. Kesehatan kunjungan terakhir pada dokternya
3. Tujuan kunjungannya
4. Apakah pernah dirawat di rumah sakit
5. Penyakit sebelumnya
a. Jantung
b. Alergi
c. Measles
d. Neprithis
e. Diabetes
f. Coeliae
g. Gangguan pendarahan
h. Cacar air
i. Rheumatic fever
j. Astma
k. Epilepsy
l. Gangguan nendoerine
6. Temperature
7. Nafsu makan
8. Makan permen
9. Makan kue kering atau basah
10. Makan waktu tidur
11. Apakah pernah mengunjungi dokter gigi
12. Perawatan gigi sebelumnya
13. Kebiasaan jelek
a. Bernafas melalui mulut
b. Menghisap jempol jari
c. Menggigit bibir,kuku,pipi
d. Tongue thrusting
e. Bruxism
14. Keadaan anak datang dalam keadaan sehat atau sakit
15. Dapat berkomunikasi atau tidak

Selain itu anamnesis untuk pemeriksaan ekstra oral, intraoral dan radiografi adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan ekstra oral
1.1. Muka symetris/Asymetris
1.2. Pipi
1.3. Pembengkakan region
1.4. Kelenjar limfe kiri,kanan
2. Pemeriksaan intra oral
2.1. Mukosa mulut
2.2. Bibir
2.3. Gingiva
2.4. Palatum
2.5. Lidah
2.6. Dasar mulut
2.7. Tonsil
2.8. Frenulum
3. Status oklusi
3.1. Hubungan M RA dan RB
- Kiri : net/mes/dis
- Kanan : net/mes/dis
3.2. Garis median
3.3. Bentuk gigi depan
3.4. Crowding RA dan RB
3.5. Malposisi RA dan RB
3.6. Klasifikasi angle
3.7. Cross bite
3.8. Open/deep bite
4. Hygiene mulut
4.1. Baik/sedang/kurang
4.2. Karang gigi
4.3. Sikat gigi

III. 2 Pemeriksaan Klinis

III.2.1. Pemeriksaan Ekstraoral
Setiap kelainan ekstraoral yang nampak yang dicatat selama pencatatan riwayat dapat diperiksa lebih lanjut. Garis besar pokok-pokok yang perlu dicatat sebagai berikut :
Adapun garis besar pemeriksaan klinik, yaitu:
- Penampilan umum-besar dan berat.
- Cara berjalan.
- Kulit, corak.
- Mata, bibir.
- Simetrisitas wajah.
- Kelenjar limfa.

Pemeriksaan klinis ekstraoral
Pembengkakan ekstraoral terjadi sebagai selulitis, tempatnya bergantung pada penyebaran infeksi sepanjang bidang fasial. Di mandibula, biasanya melibatkan daerah submandibular sebagai akibat radang pada gigi molar sulung kedua atau gigi molar permanen pertama. Di maksila, akibat radang pada gigi kaninus an gigi molar sulung pertama dapat sedemikian hebat sehingga menutupi mata. Drainase ekstraoral akhirnya dapat terjadi melalui tempat lemah resistensinya yaitu kulit. Biasanya orangtua pasien akan mencari pertolongan sebelum terjadi drainase ekstraoral karena adanya panas dan abnormalitas yang jelas.
III.3 Pemeriksaan Intraoral
Pemeriksaan radiografi ekstraoral yang umum dilakukan akan memberikan gambaran periapikal tertentu yang dapat memperlihatkan keadaan periapikal, misalnya gigi dengan pulpa yang terbuka, atau gigi yang mengalami trauma atau dirawat saluran akar.
Jika ditemukan sebuah gigi tidak erupsi atau odontoma pada pemeriksaan radiografi, mungkin perlu ditentukan letaknya, apakah di labial, atau palatal dari akar gigi yang tidak erupsi, penjelasan ini biasanya diperlukan bagi gigi supernumerari yang tidak erupsi. Posisi labio-palatal dapat ditentukan dengan menerapkan prinsip parallax dari dua radiografi periapikal yang diambil dari daerah yang sama tetapi pada sudut yang berbeda; sebagai gantinya dapat digunakan nasal-oklusal atau off centre periapical.
Sebuah radiografi oklusal dari mandibula dapat digunakan dalam menentukan posisi buko-lingual dari gigi mandibula yang tidak erupsi.
Diharapkan agar kecemasan yang dirasakan oleh anak pada kedatangannya dapat dikurangi atau dihilangkan selama periode pencatatan riwayat. Kemudian, anak juga harus duduk tenang pada kursi perawatan.
Pada anak yang sangat muda, pendekatan sebaiknya dilakukan oleh dokter gigi dengan menanyakan “berapa banyak gigimu?” dan menganjurkan “mari kita hitung”; hal ini tentunya kurang menakutkan bagi anak dari pada “saya ingin lihat gigi-gigimu”. Jika anak masih tidak mau duduk pada kursi perawatan, orangtua harus diminta untuk memangku anak dengan kepala ditahan dengan lengan kanan orangtua. Pada posisi ini, anak akan merasa aman, orangtua dapat membantu menahan gerakan-gerakan yang tidak diinginkan bila perlu, dan dokter gigi dapat melakukan pemeriksaan mulut dengan baik. Jika anak menangis, pemeriksaan tetap dapat dilanjutkan, dokter gigi harus mengabaikan tangisan sambil menghitung gigi-gigi dengan keras, setelah itu anak diperolehkan duduk kembali. Ia akan belajar bahwa tidak ada yang sakit waktu diperiksa dan menangis tidak akan mengganggu dokter gigi. Dengan pelajaran ini, perawatan pendahuluan dapat dilanjutkan dengan cara biasa.
Pemeriksaan awal yang dilakukan pada keadaan seperti ini tidak perlu mendetail. Jika digunakan sonde, harus diingat bahwa terlihatnya alat yang tajam atau runcing dapat menyebabkan kecemasan dan kecerobohan dalam mempergunakan alat tersebut dapat menyebabkan timbulnya rasa sakit. Perawatan sederhana dapat dimulai dengan anak dipangku orangtua, bila anak sudah percaya diri, ia akan dengan senang hati duduk sendiri.
Pendekatan yang dijelaskan di atas jelas tidak praktis pada anak yang lebih dewasa yang terlalu besar untuk dipangku. Jika anak sudah besar dan tidak kooperatif setelah pencatatan riwayat dan tidak mau duduk pada kusi perawatan, lebih baik menunda pemeriksaan mulut dan mulai dengan proses pembentukan tingkah laku dengan cara yang berbeda, misalnya penjelasan kesehatan mulut. Walaupun situasi ini tidak sering terjadi, situasi ini sering dijumpai pada anak dengan cacat mental. Jelas, jika anakdibawa karena gangguan tertentu yang mungkin memerlukan perawatan segera, harus segera dicari jalan untuk memeriksa anak, tetapi jika alasannya hanya untuk melakukan pemeriksaan rutin, penundaan pemeriksaan mulut sampai diperoleh kerja sama dari anak sering merupakan keputusan yang benar dan paling berhasil untuk jangka panjang.
Adapun pemeriksaan garis besar Intraoral, yaitu:
a. Jaringan lunak
- Pipi
- Bibir
- Lidah
- Tonsil
- Palatum lunak dan keras
- Gingiva
b. Gigi
- Kebersihan mulut.
- Keadaan gigi-gigi.
- Posisi crowding, spasing, drifting.
- Oklusi.
Molar pertama tetap dan kaninus.
Insisivus-overjet, overbite.
- Mobilitas-eksfoliasi gigi susu, abses, periodontitis.
- Warna gigi non-vital, staining intrinsik, karies.
- Struktur hipoplasia, hipomineralisasi.
c. Karies
Pemeriksaan Klinis
1. Pembengkakan
Pembengkakan dapat timbul intraoral, terlokalisasi pada gigi yang ifeksi atau ekstraoral, dlam bentuk selulitis. Pembengkakan ini disebebkan oleh eksudat pradangan yang berhubungan dengan gigi nonovital. Karena pembengkakan mungkin tidak terlihat pada saat pemeriksaan, perlu diajukan pertanyaaan dengan cermat kepada anak maupun orangtuanya untuk menemukan adanya riwayat pembengkakan.
Pembengkakan intraoral biasanya terlihat di sebelah bukal, walaupun dalam keadan jarang, dapat terlihat di lingual atau platal. Di daerah bukal, tulangnya lebih tipis daripada di palatal atau lingual, sehingga produk peradangan dari periapikal atau inter radikuler menembus melalui tempat yang resistensinya. Tekanan pembengkakan akhirnya akan menyebabkan drainase spontan, bila tidak dilakukan perawatan. Drainase yang paling sering terjadi ialah intraoral, baik melalui tepi gingival ataupun melalui fistula. Fistula ini biasanya terlihat dekat atau pada pertemuan antara gingival cekat dan mukosa alveolar karena tempat ini berdekatan dengan daerah interradikuler, yang biasanya merupakan tempat berkumpulnya hasil peradangan pada gigi molar sulung nonvital. Sekali terjadi fistula, radang jarang menjadi akut karena telah terjadi drainase.
Pulpa gigi dengan pembengkakan umumnya non vital. Namun, dapat saja terjadi bahwa masih terdapat jaringan pulpa yang vital, walaupun meradang, di salah satu saluran akar, sedangkan saluran akar sebelahnya nonvital. Untuk tujuan perawatan pulpa, seluruh pulpa harus dianggap nonvital.
2. Mobilitas
Mobilitas gigi sulung dapat terjadi sebagai akibat proses fisiologis maupun patologis. Penilaian radiografis pada akar gigi sulung, kedudukan mahkota, dan jumlah pembentukan akar gigi permanen pengganti di bawahnya membantu menentukan apakah mobilitas itu fisiologis atau patologis. Resorpsi fisiologis lebih dari setengah panjang akar merupakan kontraindikasi untuk perawatan pulpa dan pencabutan perlu untuk dipertimbangkan.
Mobilitas patologis disebabkan oleh resorpsi akar atau tulang atau keduanya, dan keadaan ini menjadikan gigi nonvital. Resorpsi tulang ditandai oleh radiolusensi periapikal atau inerradikuler atau keduanya pada radiogram. Radiolusensi paling sering terlihat di daerah interradikuler atau furkasio.
3. Perkusi
Kepekaan terhadap perkusi menunjukkan bahwa peradangan telah meluas melewati gigi ke dalam jaringan pperiodontal. Pasien akan mengatakan bahwa giginya terasa sakit bila menggigit keras. Gejala ini dapat diperiksakan secara klinis dengan menyuruh anak menggigit gagang kaca mulut atau tekanan jari. Rasa sakit disebabkan oleh tekanan eksudat di dalam jaringan periodontal. Kadang radiogram periapikal menunjukkan bahwa eksudat telah mendorong gigi dari soketnya. Bila ini terjadi, gigi akan mengalami oklusi premature dan hal ini dapat juga menjelaskan adanya gejala sakit waktu mengunyah.
Rasa sakit waktu perkusi menunjkkan bahwa radang pulpa telah meluas paling sedikit ke filament radikulr dan kemungkinan besar gigi sudah mengalami nekrosis. Nilai diagnosis tes perkusi pada gigi sulung kurang dapat diandalkan kaena adanya faktor psikologis. Pada gigi permanen muda, tes perkusi mempunyai nilai lebih berarti, karena diterapkan pada anak yang lebih besar yang mampu memberikan reaksi yang dapat dipercaya. Kepekaan terhadap perkusi dapat juga terjadi pada gigi dengan pulpa vital yang meradang. Jadi, gigi dengan reaksi positif pada perksi tidak serta merta menunjukkan bahwa gigi tersebut nonvital.
4. Tes vitalitas
Tes vitalitas, baik seca termal maupun elektrik sangat sedikit kegunaanna pada gigi sulung. Walaupun tes tersebut kadang memberikan indikasi pulpa vital, reaksi tesebut tidak menunjukkan derajat kelainan yang ada. Ketakutan terhadap sesuatu yang tidak ikenal dapat membuat anak takut akan vitalotester elektrik, sehingga anak memberikan reaksi yang ia pikir benar tetapi bukan sebenarnya. Demikian pula, gigi sulung normal yang sehat mungkin tidak memberikan reaksi pada pemeriksaan vitalitas.
Nilai nyata tes vitalitas, baik termal maupun elekrik ialah pada gigi permanen, yaitu pada waktu membndingkan sebuah gigi dengan pasangannya pada waktu.



III.4 Pemeriksaan Radiografi
Kadang-kadang pemeriksaan klinis dapat memberikan semua keterangan yang diperlukan mengenai pasien, disini mungkin tidak diperlukan radiografi. Bagaimanapun juga, radiografi biasanya diperlukan untuk satu atau alasan-alasan berikut :
1. Untuk mendiagnosa karies gigi pada permukaan gigi yang tidak bisa dilihat pada pemeriksaan klinis.
2. untuk mendeteksi kelainan pada perkembangan gigi.
3. untuk menemukan gangguan khusus, misalnya kondisi jharingan periapikal yang berhubungan dengan gigi-gigi non-vital atau yang mengalami trauma.
Karies Gigi
Radigrafi bite wing penting untuk diagnosis karies pada permukaan aproksimal. Studi yang dilakukan pada anak-anak berumur 5-7 tahun menunjukkan bahwa sekitar 2/3 lesi permukaan aproksimal tidak akan terdeteksi jika tidak digunakan radiografi. (Murray dan Majid, 1978). Lesi aproksimal dapat berkembang membentuk kavitas-kavitas yang besar, yang mungkin dapat melibatkan pulpa, sebelum dapat dideteksi secara klinis.
Dengan meningkatnya penggunaan fissure sealant dalam tahun-tahun belakangan, radiografi bite wing menjadi penting untuk diagnosis karies oklusal yang mungkin terjadi jika sealant rusak (walaupun karies oklusal yang dini tidak mudah didiagnosa pada radiografi).
Kelaianan Perkembangan Gigi
Tujuan ilmu kedokteran gigi pada anak adalah mengamati perkembangan gigi dan jika mungkin mencegah atau menghilangkan akibat-akibat yang tidak diinginkan yang mungkin disebabkan oleh kelainan pada struktur gigi. Deteksi kelainan yang dini memerlukan penyelidikan radiografi yang lengkap.
Walaupun menarik untuk mengetahui adanya kelainan selama tahap pertumbuhan gigi susu, cara ini tidak praktis dilakukan pada usia semuda itu, oleh karena itu, biasanya lebih disukai menunggu sampai tahap awal gigi geligi campuran sebelum melakukan radiografi yang diperlukan
Pemeriksaan radiografi yang lengkap dari pasien anak umur 7-8 tahun seharusnya merupakan pemeriksaan yang rutin, dan ini dapat diperoleh melalui salah satu kombinasi radiografi berikut ini :
1 a). lateral oblik kanan dan kiri (bimolar) untuk melihat gigi-gigi maksila dan mandibula yang berada di distal kaninus.
b). nasal oklusal standar untuk memprlihatkan daerah anterior maksila.
c) Mandibula anterior oklusal untuk melihat daerah anterior mandibula. Kelainan pada daerah ini jarang terjadi, dan hal ini biasanya tidak dilakuakn, kecuali terdapat alasan yang pasti untuk melakukannya.
2. a) radiografi periapikal untuk melihat gigi-gigi posterior.
b) nasal oklusal dan mungkin mandibular anterior oklusal.
Biasanya diperlukan 4 film periapikal (satu untuk tiap segmen posterior), tetapi untuk anak yang lebih besar diperlukan 8 film. Dan karena teknik intraoral membutuhkan kerja sama yang besar dari anak dibandingkan teknik ekstraoral, cara tersebut tentunya lebih tidak enak dibandingkan radiografi bimolar. Akan tetapi beberapa dokter gigi secara rutin membuat radiografi periapikal gigi molar dan lebih menyukai kaninus dan insisivus dibandingkan gambaran oklusal (Kennedy, 1979).
3. a) radiografi panoramik untuk melihat gigi geligi lengkap.
b) nasal oklusal untuk melihat daerah anterior maksila dengan lebih jelas.]
Radiogram panoramic berguna untuk menilai keadaan mulut secara keseluruhan dan perkembangan oklusi. Walaupun kurang memberikan gambaran yang rinci, radiogram tersebut dapat menunjukkan dengan cepat, gigi yang karies dan keadaan gigi yang telah dirawat.
Penilaian yang diperoleh dari radiogram periapikal dengan kualitas yang baik dan radiogram sayap gigit dapat mencakup seluruh aspek, baik anatomis, patologis, maupun perkembangan. Dari aspek anatomis, akan terungkap adanya akar yang sangat divergen, saluran akar yang bengkok, adanya saluran akar tambahan, lokasi tanduk pulpa, bentuk, ukuran, panjang, dan jumlah akar.
Dari aspek patologis, akan terungkap kedalaman dan kedekatan karies ke pulpa, derajat dan keterlibatan pulpa pada karies atau trauma, jumlah dentin reparatif, ketebalan membrane periodontal, massa yang mengalami pengapuran dalam pulpa, keterlibatan periapikal atau furkasi, resorbsi interna, dan fraktur akar. Dari aspek perkembangan akan terungkap tahap perkembangan (pembengkakan akar dan penutupan apeks, resorbsi fisiologis dan jumlah tulang penyangga, tahap erupsi gigi pengganti), derajat kematangan pulpa (ukuran ruang pulpa, lebar saluran akar, jumlah penutupan akar) dan sejumlah anomaly seperti (dens in dente, traurodonsia, makrodonsia, dan tidak adanya gigi pengganti secara kongenital. Radiogram juga bermanfaat untuk mengevaluasi keberhasilan dan kegagalan perawatan polpotomi atau pulpektomi.
Walaupun nilai diagnostiknya besar, pemeriksaan radiografis dapat mengelabui untuk berpikir, bahwa tidak ada kelainan periapikal atau kelainan interradikuler, sesangkan kenyataaannya mungkin terdapat kelainan histologist. Ini disebabkan oleh lesi mikroskopisharus mencapai suatu taraf tertentu sebelum terlihat pada pemeriksaan radiografis. Selanjutnya, tumpang tindih gigi sulung dengan gigi permanen pengganti dapat menutupi keadaan yang sebenarnya, terutama pada gigi sulung rahang atas.
Setelah pemeriksaan didelesaikan dengan saksama, hasil pemeriksaan perlu ditinjau secara sistematis. Pertama tama ditentukan apakah gigi vital atau nonvital, kemudian ditentukan kemungkinan perawatan. Apakah gigi diperlukan dalam lengkung rahang dan tidak akan dicabut untuk perawatan ortodontik, dan apakah gigi dapat direstorasi. Jangka waktu yang diramalkan sebelum eksfoliasi akan menentukan tipe atau jenis perawatan dan restorasi yang akan dilakukan. Pada gigi sulung yang akan mengalami eksfoliasi dalam waktu 2-3 bulan, sebaiknya tidak dilakukan perawatan pulpa. Perlu ditentukan pula apakah tidak ada kontraindikasi sistemik untuk perawatan pulpa. Potensi penyembuhan pulpa ditentukan atas dasar derajat kematangan pulpa. Pulpa yang sangat muda dengan foramen apical berbentuk corong, mempunyai potensi penyembuhan yang baik, sedeangkan pulpa yang tua dengan apeks yang tertutup atau saluran akar yang tersumbat, mempunyai potensi penyembuhan yang kurang baik. Selanjutnya dievaluasi jarak dari infeksi atau trauma ke pulpa, apakah terdapat dentin sehat yang cukup tebal, apakah diduga terdapat perforasi yang kecil sekali kedalam pulpa dan apakah pulpa betul-betul terlibat. Keterlibatan jaringan periapikal dan periodontal juga dievaluasi. Selanjutnya dibuat diagnosis sementara.
III.5 Diagnosa
Diagnosis adalah ilmu pengetahuan tentang mengenai suatu penyakit melalui tanda, gejala klinis dan pengujian klinis.
Langkah dasar dalam proses diagnostic :
- Keluhan utama (chief complaint)
- Health history (medical and dental)
- Pemeriksaan mulut (oral examination)
- Analisa data untuk DD (Differential Diagnosis)
- Rencana perawatan (treatment plan)
Pemeriksaan subyektif meliputi:
- Keadaan pada saat itu : keadaan umum, emosional, kecemasan.
- Adanya nyeri : intensitas, spontanitas, kontinuitas
- Riwayat medis
Riwayat dental
Keterangan yang dikumpulkan dari pemeriksaan klinis dan radiografis biasanya dapat digunakan untuk penegakkan diagnosis. Kadang-kadang diperlukan bantuan diagnostik lain, misalnya tes vitalitas pulpa untuk gigi yang mengalami trauma atau studi model untuk pemeriksaan ortodonsi. Diagnosis adalah penentuan tiap penyakit yang mempengaruhi kelainan yang mempengaruhi perkembangan gigi. Diagnosis mempengaruhi rencana perawatan terhadap gangguan yang ada.
Sekali gigi dibuka, diagnosis sementara akan diperkuat atau diubah. Sebaiknya dipilih prosedur yang kuat tetapi kurang radikal, karena hal ini akan memberikan kesempatan untuk membuat alternative perawatan yang lebih radikal bila kelak diperlukan. Contoh
• Daerah dentin sensitive yang kecil yang menutupi pulpa normal hanya membutuhkan restorasi yang sederhana, sedangkan dentin yang terkena karies luas membutuhkan pengobatan dan tumpatan sementara untuk memberikan kesempatan bagi pulpa agar sembuh kembali.
• Pulpa normal yang sedikit mengalami hyperemia di bawah karies yang dalam membutuhkan perlindungan pulpa indirek (indirect pulp capping)
• Pulpa normal dan sehat yang terbuka merupakan indikasi perlindungan pulpa direk (direct pulp capping)
• Karies dalam yang menyebabkan pulpa terbuka atau infeksi superficial pulpa bagian korona pada gigi sulung, merupakan indikasi perawatan pulpotomi.
• Karies dalam yang melibatkan pulpa atau terdapat tanda-tanda degenerasi pulpa yang ekstensif merupakan indikasi untuk perawatan pulpektomi.
• Nekroosis pulpa atau keterlibatan ringan furkasi atau apeks tanda kehilangan jaringan penyangga yang cukup, merupakan indikasi untuk perawatan pulpektomi.
Yang perlu dievalusi adalah :
1. Apakah pasien mengeluhkan rasa tidak enak atau menunjukkan tanda abnormal lain atau gejala yang berhubungan dengan gigi yang dirawat. Hal ini akan merupakan kesempatan untuk menilai masalahnya dan mengadakan perawatan sebelum terjadi kerusakan lebih lanjut.
2. Diajurkan pula untuk mengikuti kasus tersebut dan mengadakan evalusi ulang terhadap reaksi perawatan. Perkembangan tanda-tanda klinis atau gejala-gejala seperti sakit,pembengkakan atau mobilitas menunjukkan kegagalan perawatan.
3. Prosedur yang kurang radikal memerlukan tindak lanjut yang paling cepat, misalnya menentukan dini bahwa perlindungan pulpa (pulpa capping) tidak berhasil akan memberikan kesempatan untuk melakukan perawatan pulpotomi sebelum prosedur yang lebih radikal diperlukan. Periode kritis untuk melakukan evaluasi ulang pada perawatan perlindungan pulpa (pulpa capping) adalah kira-kira 8 minggu, sedangkan evaluasi ulang untuk perawatan pulpotomi paling lama tiga bulan dan perawatan pulpektomi 6-12 bulan.
4. Evaluasi ulang paling penting sekali bagi pasien dan dokter gigi. Sementara hal itu dipertimbangkan sebagai pendekatan preventif untuk pasien, bagi dokter gigi hal tersebut bersifat mendidik. Evaluasi tersebut memberikan pengalaman dalam pemilihan kasus dan mempertajam keputusan klinis.
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Simpulan
Dari penjelasan makalah diatas maka dapat ditarik kesimpulan yaitu:
 Peran serta orang tua sangat diperlukan di dalam membimbing, memberikan pengertian, mengingatkan, dan menyediakan fasilitas kepada anak agar anak dapat memelihara gigi dan mulutnya.
 Ada dua tindakan yang penting dilakukan sejak gigi anak mulai tumbuh, yaitu tindakan preventif atau pencegahan, dan tindakan kuratif atau pengobatan. Tindakan pencegahan bisa berupa banyak hal. Yang paling dasar, memotivasi dan mendorong anak agar bergaya hidup bersih.
 Kebanyakan pasien merasa cemas pada kunjungan pertama kedokter gigi dan karena itu merupakan tujuan yang penting bagi dokter gigi dan stafnya untuk menghilangkan rasa cemas ini.
 Informasi tentang riwayat pasien dibagi menjadi 3 bagian yaitu riwayat social, dental dan medis.
 Catat riwayat
o Social
o Dental
o Medis
 Periksa anak
o Ekstraoral
o Intraoral
 Ambil radiografi jika diperlukan
o Untuk lihat karies gigi-bite wing
o Untuk lihat pertumbuhan gigi geligi
o Untuk menemukan gangguan spesifik
 Lakukan prosedur operatif sederhana
 Jelaskan tujuan perawatan pada orang tua.
 Anamnesis adalah hasil tanya jawab antara dokter kepada pasien secara professional.
 Diagnosis adalah ilmu pengetahuan tentang mengenai suatu penyakit melalui tanda, gejala klinis dan pengujian klinis.
IV.2 Saran
Adapun saran atau masukan kepada paper ini sangat di harapkan, demi bertambah luasnya wawasan yang dapatditerima dari pembelajaran ini. Serta memohon maaf apabila terdapat kekurangan atau kesalahan dalam makalah ini dikarenakan kurangnya referensi yang kelompok kami miliki dan sebagai manusia biasa, kami tidak luput dari kesalahan.


Sumber >>>>
1. Kabul, Tite. Pengelolaan Anak dengan Caries. Available from :http://www.portalkalbe.html
2. T.Hermina Maimun. Perawatan pulpotomi pada molar desidui yang berfistel.
3. Drg. Ibnu Ali, Sp.KGA. pemeriksaan ke dokter gigi. www.tabloid-nakita.com/Khasanah/khasanah09438-07.htm
4. ( Eriska Riyanti, Pengenalan dan Perawatan Kesehatan Gigi Anak Sejak Dini ) Available from : www.akademik.unsri.ac.id. Accessed February, 2010 )
5. Soegiyono. Tingkah Laku Anak Pada Perawatan Gigi Serta Penanggulangannya. M.I. Kedokt. Gigi. 1990;15(5):183-185
6. Albert cahyadi. Kerusakan Gigi pada balita. Available from : http://www.parenting.co.id/forum/forum_detail.asp?catid=&id=38&topicid=6067
7. R.J Andlaw, W.P. Rock. Perawatan Gigi Anak. Jakarta : Widya Medika. 1994
8. Q n A. General Check up untuk si kecil. www, Available From : conectique.com. Accessed February 16, 2010